Didalam kamar, sekali lagi kuperhatikan kamar ini, wah ini mah bukan kamar lagi, seperti berada dalam istana aja rasanya. Akupun menata pakaian dan barang-barangku kedalam lemari, walau sudah kumasukkan semua pakaianku kedalam lemari masih aja banyak slot kosong yang terdapat didalamnya karena saking besarnya lemari ini. Buset dah, kalau jadi orang kaya begini ternyata, kalau dikampungku, lemari besar begini dijadiin kasur plus lemari bisa kayaknya, hehehee.
Ketika akan membuka tas kecilku, kulihat sebuah kado dan surat yang diberikan oleh Nisa sebelumnya. Penasaran kubuka suratnya.
"Surat ini Nisa tulis semalam, tapi bacanya nanti saat Awan sudah sampai di sana ya."
Teringat kata-kata Nisa sebelumnya, tanganku agak sedikit bergetar ketika akan membaca surat ini.
"Dear Saktiawan Sanjaya.
Sebelumnya Nisa mohon maaf karena lancang memberikan surat ini ke Awan. Maaf jika hanya melalui surat ini Nisa bisa mengungkapkan semua rasa dan asa.
Masih ingatkan kata-kata Guru bahasa indonesia kita dikelas waktu itu ? 'Jika semua rasa tidak bisa terucap melalui lisan, maka ungkapkanlah melalui sebuah tulisan.' mungkin hanya melalui surat ini Nisa punya keberanian untuk mengungkapkan semua rasa dan asa yang tersimpan selama ini.
Ketika pertama kali Nisa mengenal apa itu cinta, Nama 'Saktiawan Sanjaya' yang pertama terpatri kuat disana. Masih ingatkan ketika Awan menolong Nisa pas 'kejadian' waktu itu, hari dimana seharusnya akan menjadi neraka bagi kehidupan Nisa, namun Awan datang bagai Malaikat yang mengepakkan sayapnya dan menyelamatkan Nisa dari malapetaka itu. Sejak itu, sebuah nama 'Awan" terukir dalam di hati Nisa. Ya, dirimulah, Awanku yang memberikan arti mendalam tentang keteduhan, tentang rasa yang namanya 'Cinta' dan parahnya dirimu membuatku ketergantungan dan selalu merindukan kehadiranmu. Nisa mencoba menolak hadirnya rasa ini tapi semakin Nisa mencoba menolaknya, semakin Nisa tidak berdaya dibuatnya. "Saktiawan Sanjaya", Lihatkan ? bahkan hanya dengan menuliskan nama Awan saja membuat jantung ini bergetar dengan hebatnya. Tapi, Nisa terlalu malu untuk mengungkapkannya. Awan tau sendiri kan, di adat kita sangat tabu untuk seorang wanita mengungkapkan perasaannya pada seorang lelaki.
Semakin hari perasaan itu semakin meraja dihati, tanpa Nisa bisa mencegahnya lagi. Tapi, dasar Awan nya aja yang tidak peka atau Nisa nya yang terlalu lemah akan keadaan ini. Bahkan ketika menatap Nisa pun, Awan selalu menunduk. Tidakkah ada Nisa menarik perhatian Awan walau hanya sedikit ? Semula Nisa kira Awan cuma begitu sama Nisa, atau lebih buruk lagi, Awan jadi memandang rendah Nisa karena 'kejadian' itu. Ternyata kepada semua wanita dikelas kitapun Awan juga begitu, Nisa jadi lega. Disaat semua pria di sekolah kita, seperti berlomba untuk mendekati Nisa, bahkan para pemuda dikampung kitapun mencoba untuk mendekati Nisa. Mungkin mereka hanya melihat rupa Nisa, Awan malah selalu menjaga pandangan dan selalu menghormati Nisa tanpa mencoba merayu Nisa seperti apa yang dilakukan oleh pemuda lainnya. Dari situ Nisa jadi semakin yakin, kalau Cinta Nisa tidaklah salah pilih. Nisa mencintai pemuda yang hebat. Awan tidak hanya selalu juara 1 di Kelas kita, hmnn tidak-tidak, seorang Awan yang selalu jadi juara umum di sekolah, juga telah jadi juara di hati Nisa.
Aku jadi teringat kejadian waktu itu, yah kerjaan si Badrel dan kawan-kawannya dari desa sebelah desa kami. Dia sangat tergila-gila pada Nisa, tapi sepertinya Nisa tidak mengubris perasaannya, jadi Ia sampai nekat merencanakan perbuatan keji yang akan merusak masa depan Nisa demi untuk mendapatkannya. Untung teman-temanku melihat gelagat tidak baik itu, jadi Aku dan kawan-kawan bisa menggagalkan rencana jahat mereka. Hmnn jadi saat itu yah dia mulai menyukaiku, Aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya.
Kemudian aku lanjutkan membaca surat Nisa,
"Awan, kamu telah mencuri hati Nisa dan membuat Nisa tak berdaya karenanya.
Dan tanpa Nisa sadari, Awan menjadi tujuan yang akan selalu Nisa ikuti, melihat sosok Awan yang selalu serius ketika belajar, sosok Awan yang selalu bisa memberi rasa nyaman ketika berada didekatnya. Namun, ketika Sri sahabat terdekat Nisa memberi tahukan, kalau Awan akan pindah sekolah ke Bandung. Saat itu dunia terasa gelap, entah kenapa Nisa seperti kehilangan semangat hidup dan Nisa pun sempat jatuh sakit beberapa hari, dan itu juga alasan kenapa Nisa tidak masuk sekolah beberapa hari menjelang kepindahan Awan. Ingin Nisa menyusul Awan untuk sekolah ke Bandung, tapi itu suatu hal yang tidak mungkin Nisa lakukan. Emang Nisa siapanya awan ? dan hal yang paling Nisa takutkan, jika rasa ini hanya bertepuk sebelah tangan.
Ketika Awan akan berangkat, Nisapun nekad minta diantar Sri dan Yuni untuk ikut mengantar kepergian Awan ke Bandara. Mungkin Awan dan teman-teman akan heran melihat kehadiran Nisa tanpa memberi tahu sebelumnya dan melihat Nisa yang tidak seperti biasanya. Nisa berharap dengan kenekatan ini, Awan bisa tahu perasaan Nisa yang sebenarnya. Nisapun tidak berharap Awan akan membalasnya, dan jika Awan pun memiliki rasa yang sama, maka syukur Nisa yang tiada terhingga pada Sang Pencipta. Bahagianya jika bisa menuliskan sejarah hidup bersama orang yang dicinta. Jikapun tidak, setidaknya Nisa bahagia sekaligus lega karena bisa mengungkapkan rasa yang selama ini terkumpul di dada pada seseorang yang selama ini Nisa cintai.
Sejak kita sekolah dasar dulu, Nisa sudah yakin kalau Awan itu spesial. Seorang Awan yang punya tatapan yang meneduhkan dan selalu memberi rasa nyaman ketika didekatnya. Walau Awan tidak terlalu suka menonjolkan diri, dan biasa tampil kalem dan apa adanya, bahkan semua orang disekolah dan kampung kita sangat menyayangi Awan. Entah awan sadari atau tidak, Awan seperti magnet yang membuat setiap orang merasa senang dan nyaman ketika ada didekat Awan. Dan magnet itu pulalah yang membuat Nisa tidak bisa berhenti untuk memikirkan Awan.
Hmnn.. jadi kepanjangan gini yah suratnya! Nisa hanya bisa berdoa kepada Tuhan, moga suatu saat nanti diperkenankan bersua dengan Awan lagi. Tetaplah jadi Awan yang hebat, Awan yang baik hati, Awan yang pantang menyerah, Awan yang selalu haus akan prestasi. Nisa yakin, kalau Awan pasti bisa meraih apa yang Awan cita-citakan. Dan Nisa juga berjanji! disini Nisa juga akan berjuang meraih cita-cita Nisa untuk jadi seorang Dokter, agar suatu saat bisa mengobati dan membuka rumah sakit dikampung halaman kita, seperti janji masa kecil kita dahulu.
Oya, dalam kotak kecil, ada hadiah kecil dari Nisa. Nisa ingat Awan sangat suka bermain musik Suling Padi (sejenis terompet yang terbuat dari daun padi). Jadi Nisa belikan sebuah hadiah sederhana ini, Nisa harap bisa mengingatkan Awan akan Nisa ^^.
Mungkin Kakek dan Nenek Awan sudah tiada, bukan berarti Awan tiada tempat untuk pulang, karena disini tanah kelahiran dan kampung halaman Awan, disini ada sahabat-sahabat yang tulus menyayangi Awan. dan Disini,, Nisa menunggu pulangmu, tempat dimana Nisa mengenal arti cinta pertama dan Nisa harap juga jadi cinta Terakhir Nisa :)
Bye Awan
Dari seorang wanita yang tulus mencintaimu
Annisa Azzahra"
Tanpa sadar air mataku keluar begitu selesai membaca setiap kata dalam surat Annisa. Bodoh, kenapa baru sekarang Aku tahu kalau Nisa juga punya rasa yang sama padaku. Bodoh! Mungkin hanya itu kata yang bisa ku umpatkan berulang kali pada diriku. Jika ada seorang wanita yang selalu menggetarkan hatiku ketika menyebut namanya, itu adalah dirimu 'Annisa Azzahra', cinta pertamaku. Bodoh, walaupun Aku mempunyai rasa pada seorang Annisa, mana mungkin Aku berani menatap ataupun coba merayunya, Aku hanyalah seorang remaja miskin, Ayahku tak tahu siapa dan dimana, Ibuku pun jauh diperantauan, dengan tau Ibuku seorang pembatu aja orang sudah memandang rendah padaku, jadi mana berani Aku memandang atau mendekatimu Sa. Mungkin memang beginilah jalan takdir yang disiapkan semesta untukku, namun satu hal yang kusesalkan, karena Aku belum sempat menjawab perasaan Annisa. Tanpa adanya surat ini, mungkin selamanya Aku tak pernah tahu kalau Nisa juga punya rasa yang sama terhadapku. Aku hanya pungguk, sedangkan Nisa adalah rembulan. Tapi Aku berjanji dalam hati, suatu saat Aku akan datang padanya, jika rasa itu masih ada, akan kujawab langsung semua rasa yang Nisa ungkapkan melalui surat ini.
Kubuka sebuah kotak hadiah, didalamnya ada sebuah harmonica yang sangat cantik. Makasih Nisa, Awan akan menjaga ini."Belum tidur nak ?" Aku dikagetkan dengan suara Ibuku yang tiba-tiba aja sudah berdiri disebelah tempat tidurku"Eh Awan kenapa ?" tanya Ibu ketika melihat mataku agak merah dan masih ada sisa air mata yang tak sempat kuhapus semuaKetika melihat ditanganku ada surat dan sebuah harmonica, Ibu jadi mengerti kenapa Aku terlihat bersedih."Karena ini yah ?" Aku meletakkan surat dan beberapa hadiah dari teman-temanku serta hadiah dari Nisa ke rak lemari"Awan pasti punya teman-teman yang hebat yah disana ?" tanya ibu lembut.Aku hanya diam, sambil menatap Ibu manja."Bu, boleh gak Awan tidur sama ibu malam ini, Awan rindu." Rajukku."hmnn, apaan sih anak Ibu, jadi manja gini ?""Yah, kan kita sudah lama gak jumpa, Ibu gak tahu sih betapa Awan rindu sama ibu." Ujarku sambil tiduran dipelukan ibu."Ih malu atuh, tar dilihat sama Ren gimana ? diketawain Awan nanti." kata Ibu sa
Akhirnya kesempatan untuk bertemu dengan sosok yang membuat Aku penasaran selama ini kesampaian juga. Ketika Ibu mendapat kabar, dari kampungnya kalau Ayah (Kakek Awan) satu-satunya meninggal dunia, beliau sempat ijin beberapa minggu pulang ke kampung halamannya. Ketika kembali kesini, beliau bercerita kalau Awan anaknya mungkin akan di sekolahkan disini dan meminta ijin Papah dan Mamah untuk membolehkan Awan sekolah disini, karena disana tidak ada lagi kerabat yang akan menjaganya, Ibu ada sih keluarga jauh, tapi merasa kurang percaya untuk menitipkan Awan ke keluarganya tersebut. Gayung bersambut, Papah dan Mamah menyambut baik keinginan Ibu, bahkan Papah berjanji untuk menanggung semua keperluan biaya sekolah Awan selama disini. Mendengar kabar itu, Aku turut senang sekaligus sedih, untuk seorang Awan yang bahkan Aku belum bertemu dengannya.Aku jadi kepikiran keadaan Awan saat ini, pasti saat ini Ia sedang sedih-sedihnya. Kakek satu-satunya yang menjaganya selama ini telah tiada, a
POV Author Sementara itu, dalam kamar utama di Rumah mewah tersebut, tampak sepasang Suami Istri, Agus Wijaya dan Istrinya sedang berbincang serius sambil berbaring diatas kasur. "Pah.." pangil si Istri. "hmnnnn..." jawab sang suami sambil mengelus kepala si istri. "Papah yakin mengangkat Awan menjadi anak angkat kita ?" tanya si istri agak serius. "Yakin mah, kenapa ?" tanya balik si Suami. "Gak pah, lagian mamah masih heran aja sama papah, kita baru kali ini lihat Awan langsung, tiba-tiba Papah langsung mengangkatnya sebagai anak angkat kita, yah walau kita tahu mbak Arini sudah lama mengabdi dengan kita dan gak usah diragukan lagi loyalitasnya, tapi dengan Awan kita kan gak tahu besarnya dikampung seperti apa!, lingkungan kayak gimana!" "Mamah sangsi gitu ?" "Gak sih Pah, Cuma Mamah heran aja ma Papah, gak biasanya gitu", tanya si Istri heran. "Gak usah heran sayang, kan jauh-jauh hari kita dah diskusikan masalah ini juga. Walau papah agak sedikit ragu awalnya. Tapi, mamah
POV AriniJam 3 pagi Aku terbangun, setelah cuci muka. Aku melangkahkan kaki kedapur, sebelumnya kusempatkan untuk membangunkan Surti dan Inah membantu menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah ini.Entah kenapa hari ini Aku sangat senang sekali, mungkin karena kedatangan Anakku satu-satunya. Setelah sekian lama kami terpisah jarak dan waktu, kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali, itupun dalam waktu yang tidak lama ketika Aku pulang kekampung halaman. Sedih rasanya tidak bisa melihat bagaimana Ia tumbuh, bahkan untuk menyuapi makan aja ketika ia kecil bisa dihitung hanya beberapa kali saja. Untung ada Ayah dan Ibuku yang bantu merawat buah hatiku.Ibu meninggal setahun yang lalu, beberapa bulan setelah itu Ayah ikut pergi menyusul Ibu, Aku ijin Pak Agus dan istrinya untuk pulang beberapa minggu lamanya. Perasaan sedih yang sangat mendalam kurasakan kehilangan sosok orang tua yang telah melahirkanku, mereka adalah sosok orang tua yang sangat sederhana. Teringat, ketika
POV Awan Hoaammm.. pagi ini Aku terbangun dengan badan sedikit pegal. Kulihat sekeliling, Aku sedikit kaget, kok tidur diatas tempat tidur yang bagus dan sangat empuk begini ? Dengan ruangan yang sangat asing bagiku, astaga Aku baru ingat kalau saat ini tidur di rumahnya majikan Ibuku. Kulihat jam di dinding kamar jam 3.40 dini hari. Aku siap-siap dulu. Sejenak Kulihat hape jadulku, ada beberapa sms dan panggilan tidak terjawab, Aku lupa kalau dari kemarin hape kusilent. From Kak Rini 081xxxx "Awan jadi dijemput ibumu ?" "Jadi ketemu ibunya ?" "Awaann kok g di bales ?" "Kamu gak apa" kan, gak nyasar kan dek?" Ada beberapa sms dari kak Rini ternyata, kusempatkan balas pesannya. "Udah sampai Kak, ini baru bangun. Maaf yah kemaren hpnya di silent jdnya gak tau kalau kk sms", balasku. send. Ting tingg.. Loh cepat kali balasnya ? gak tidur nih apa si mbak-mbak, pikirku. "hmnnn kk kira kamu kenapa-napa ? :(" "hehee aman kok kk cantik :)" balasku. "Ya udah siap-siap sana gih!
"Kamu kemana sih Awaan ? baru juga hari pertama dah main ngilang-ngilang aja ?" ujar Renata sewot saat Aku sudah didepannya. "Itu,, tadi lagi ngobrol sama Ibu dibawah." jawabku agak kikuk didepan Ren. "hmmnn kamu mandi dulu gih, tuh pakaiannya dah Ren tarok diatas tempat tidur." Ucap Ren sambil menunjuk keatas tempat tidurku, dan disana terlihat satu stel pakaian sekolah yang sudah dilipat dengan rapinya. "Awas yah kalau dalam 10 menit kamu belum siap." tunjuknya kehidungku sambil dengan gaya sedikit melotot gemas menatapku. "Oke siap bos!" jawabku pake pose hormat. "Ingat, yang cepat yah!" katanya sebelum keluar dari kamarku, terlihat Renata seperti menahan senyumnya ketika keluar dari kamarku. Ketika dikamar mandi Aku sempat bingung, aduh mana bak airnya, mana cuma ada tempat duduk (closet) begini, gimana mandinya ? pikirku bingung. Cuma ada tempat cuci tangan kecil (westafel) gak mungkin kalau mandinya dari air sini ? hmnnn Aku buka tempat duduk (closet) yang ada didekatku, te
Pagi itu kami makan, tanpa didampingi oleh pak Agus dan Istrinya, ternyata pas Aku mandi tadi, mereka telah pergi duluan. Kata Ibu, pak Agus dan Istrinya pergi ke Singapur untuk mengurus pekerjaan mereka yang disana.Setelah sarapan, Aku pamit dan salim sama Ibu. Anehnya Ren, kulihat juga ikutan salim pada Ibu dengan cara yang sama, entah karena biasa begitu atau hari ini aja karena mengikutiku, entahlah! Aku hanya tersenyum saja melihatnya.Kami diantar oleh Pak Usman supir pribadi keluarga Wijaya ke sekolah. Ketika sampai digerbang sekolah, sekali lagi Aku dibuat terkagum dengan kemegahan sekolah tempat Aku akan menimba ilmu ini. Dari dalam mobil kulihat gedung sekolah ini yang terdiri dari beberapa lantai."Udah ahh, jangan gitu banget lihatnya." tegur Ren yang duduk di sebelahku."eh iya..""oh ya, nih!" kata Ren sambil memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepadaku."Apa nih Ren ?" tanyaku heran"tau tuh, Papah yang nitip tadi, buat Kamu." katanya kalemKetika kubuka, kulihat i
"Saktiawan S. Wijaya," terdengan suara staff TUnya memanggil namaku. "eh iya, saya Mbak." jawabku berdiri dengan mendekat ke depan mejanya. "Ini persyaratanya sudah lengkap yah. nanti kamu langsung masuk aja kekelas, sesuai rekomendasi dari pak Kepala kamu masuk kekelas 2 IPA 1. Untuk kelasnya tar di antar sama pak Ujang, satpam sekolah." sambil menyerahkan beberapa lembar kertas, kulihat ada map sekolah lengkap dengan kelasnya. "eh gak usah Mbak, biar saya sendiri aja gak apa-apa." tolakku ramah. "oh ya udah kalau begitu, dan ini kunci loker kamu." sambil menyerahkan 2 buah kunci yang ada nomornya padaku. "Didalamnya sudah ada seragam olah raga, dan satu stel seragam sekolah." lanjutnya. "Ada pertanyaan lagi ?" tanyanya tersenyum ramah. "hmnn gak ada Mbak, sementara cukup jelas infonya. Nanti kalau ada yang ragu, saya tanyakan sama Mbak lagi aja." "Oke deh. selamat bergabung di sekolah ini yah!" katanya sambil tersenyum manis padaku. "oh oke mbak... Aku masuk kelas dulu yah."