Akhirnya kesempatan untuk bertemu dengan sosok yang membuat Aku penasaran selama ini kesampaian juga. Ketika Ibu mendapat kabar, dari kampungnya kalau Ayah (Kakek Awan) satu-satunya meninggal dunia, beliau sempat ijin beberapa minggu pulang ke kampung halamannya. Ketika kembali kesini, beliau bercerita kalau Awan anaknya mungkin akan di sekolahkan disini dan meminta ijin Papah dan Mamah untuk membolehkan Awan sekolah disini, karena disana tidak ada lagi kerabat yang akan menjaganya, Ibu ada sih keluarga jauh, tapi merasa kurang percaya untuk menitipkan Awan ke keluarganya tersebut. Gayung bersambut, Papah dan Mamah menyambut baik keinginan Ibu, bahkan Papah berjanji untuk menanggung semua keperluan biaya sekolah Awan selama disini. Mendengar kabar itu, Aku turut senang sekaligus sedih, untuk seorang Awan yang bahkan Aku belum bertemu dengannya.
Aku jadi kepikiran keadaan Awan saat ini, pasti saat ini Ia sedang sedih-sedihnya. Kakek satu-satunya yang menjaganya selama ini telah tiada, apa Awan akan tegar yah ? Aku berdoa dalam hati, "semoga kamu kuat yah Awan".
Ketika Ibu bercerita bahwa hari ini Awan akan datang, Aku sangat senang. Pagi-pagi Aku dah siap-siap, bahkan Papah sama Mamah pun heran melihat sikapku pagi ini yang tidak seperti biasanya. Gimana gak senang, sosok yang secara diam-diam kukagumi hanya melalui cerita Ibu selama ini ataupun mendengar suaranya melalui telpon saja, akan kulihat hari ini.
Singkat cerita, tibalah kami di Bandara. Ketika pertama kali berjumpa, Aku melihat seorang remaja yang tegap dan tinggi dengan kulit putih bersih menghampiri kami, Aku menatapnya dalam-dalam. Tatapannya tajam dan meneduhkan. oh my god! Aku jatuh cinta! Itu yang kurasakan pertama kali. Entah kenapa jantungku berdetak lebih keras dari biasanya. Tapi kesalnya, sedikitpun dia tidak melihatku, pandangannya hanya terpaku pada sosok Ibunya. Aku maklum sih, mungkin kerinduannya yang selama ini hanya bisa berbicara melalui telpon tanpa bisa bertemu. Hikss hikss.. jadi terharu melihat mereka, tanpa sadar air mataku ikut meleleh, ketika melihat mereka berpelukan dan saling melepas rindu. Awan, kamu memang gagah, segagah suaramu yang hanya bisa kudengar selama ini, dan satu hal yang pasti, kamu telah berhasil mencuri hatiku.
"Oh ya Nak kenalin, ini Non Renata, anak majikan tempat Ibu bekerja." kata Ibu mengenalkanku pada Awan.
Degh degh..
Jantungku masih berdetak kencang ketika melihat cara nya memandangku, namun Aku berusaha setenang mungkin agar tidak terlihat grogi dihadapannya.
"Ibu ini apa loh, masih aja bilang majikan, Ibu kan dah bagian dari keluarga Ren." jawabku sambil menghapus air mata yang entah kapan mengalir di pipiku.
"Saktiawan panggil aja Awan Non." Ucapnya sambil mengulurkan tangan padaku.
"Apa sih, malah ikutan Ibu panggil non segala." Jawabku agak kesal ketika menjawab uluran tangannya. Pegangannya tangannya terasat tegap dan walau agak sedikit kasar terasa telapak tangannya, menggambarkan kerasnya kehidupan yang dihadapinya.
"Renata, Kamu boleh panggil Ren atau Rena, hihihi," Jawabku sambil tersenyum dan memandang lekat wajahnya.
Ketika diatas mobilpun, Aku sempat melirik Awan melalui kaca spion depan. Aku jadi senyum-senyum sendiri saat melihat Awan seperti tak henti-hentinya kagum dengan keindahan kota Bandung, benar-benar polos dia. Ya wajar juga sih, karena ini pengalaman pertamanya datang ke kota besar yang masih baru baginya.
Akupun jadi tak tahan untuk menyapanya, "Tar juga kamu terbiasa dengan kehidupan disini." kataku sambil melirik awan dari kaca spion.
Kulihat Awan hanya tersenyum, sepertinya Ia masih segan atau sungkan denganku. Duh Awaan, kamu gemesin banget sih.
Ketika sampai dirumah, hari sudah agak larut. Karena tadi saat keluar dari Bandara hari sudah agak petang. Saat sampai dirumah, rupanya Papah dan Mama sudah ada dirumah menunggu kami, untung tadi sempat makan dulu dijalan, karena Aku khawatir kalau Awan belum makan, jadi kami sempatkan makan di jalan sebelum sampai kerumah.
Setelah selesai berbincang dengan Papah dan Mamah, Aku menunjukkan kamar Awan dengan agak menarik tangannya untuk mengikutiku, Papah dan Mamah sampai geleng-geleng kepala melihatku. Aku juga heran sendiri, kalau dekat dengannya malah jadi gregetan sendiri jadinya dan membuatku tak bisa menahan diri.
Bahkan Aku sengaja sedikit menggodanya ketika keluar kamarnya,
"Oya, kamar Ibu disebelah dan kamarku didepan yah." Ssambil menatap sedikit nakal padanya.
"..atau kamu mau tidur dikamarku ? hehehe." Ucapku dengan santainya sambil menggigiti bibir bawahku, lalu Aku berlalu kedalam kamarku, ketika menutup pintu, Aku bersandar dibalik pintu kamarku. Aku tak tahu akan bagaimana tanggapan Awan tentang diriku nantinya, duh mukaku terasa panas.
"Duh Ren apasih yang lo lakuin ?" tanyaku ke diriku sendiri. Sambil tersenyum sendiri. Biasanya Aku paling jaim kalau ketemu orang baru. Entah kenapa kalau dengan Awan, Aku yang tak tahan untuk mencandainya.
Kulihat jam di dinding kamarku sudah jam 12 malam, Aku masih belum bisa tidur, mungkin karena saking bahagianya hari ini. duh Awan, entah kenapa dekat dengan dirimu aja bisa bikin Aku sebahagia ini.
Aku coba keluar kamar, awalnya ingin kekamar Ibu agar bisa tidur dan cerita sama Ibu, tapi kulihat pintu kamar Awan yang ada persis depan kamarku sedikit terbuka, terlihat Ibu malah ada di dalam kamar Awan.
Kesempatan nih, jadi bisa godain Awan lagi. Mumpung ada Ibu, jadi ada alasan buat masuk kamarnya. Gak mungkin kan, kalau tiba-tiba masuk ke kamar Awan dengan sengaja. Bisa di suruh nikah dini Aku sama Mamah dan Papah. Hihihi.
Samar-samar kudengar sedikit pembicaraan mereka, awalnya jadi agak ragu untuk ikut masuk kedalam kamar, mungkin mereka ingin bersama dulu untuk melepas rindu, tapi kakiku tanpa kusadari malah berjalan kedalam kamar Awan. Kulihat Awan agak kaget dan bangkit dari pangkuan ibunya sambil melihatku dengan ekspresi agak kaget.
"Ren boleh tidur sama ibu kan ?" tanyaku pada Ibu sambil melirik Awan.
Ibu hanya geleng-geleng kepala, mungkin Ibu juga heran dengan sikapku yang tiba-tiba manja padanya.
"Gak ahh. tadi Awan yang minta tidur sama Ibu, sekarang Ren juga ikutan, terus Ibu tidur sama siapa dong ?" kata Ibu bercanda.
"Ibu mah gitu, ada Awan sekarang, jadi Ibu gak mau temani Ren tidur lagi yah ? Ren kan kangen tidur di boboin sama Ibu." kataku pura-pura cemberut
"Gini aja deh, Ren tidur dikamar Ibu, Awan tidur disini yah!" jawab Ibu mengalah. Hihhi, berhasil lagi godain Awan dengan membajak Ibunya nih, tar ahh Aku tanya-tanya lebih banyak tentang Awan sama Ibu, pikirku
"Lah kok gitu Bu ? kan Aku yang lebih kangen sama Ibu." Awan protes pada Ibunya.
"Yah mana bisa toh nak ? Ren kan perempuan, yah gak bisa lah Awan tidur bareng, gak muhrim." terang ibu.
"hahaha rasain, week." kataku sambil memeletkan lidahku mengejek awan.
"Ya udah, tidur gih! besok mau sekolah pagi loh." perintah Ibu pada Awan.
"Yah Buu." jawab Awan lemas. Terlihat dari matanya, sepertinya masih ingin berlama-lama dengan Ibu, maaf yah Awan, hanya ingin mencandaimu, besok-besok deh, Ren sendiri yang akan menemanimu, hihihi. Pikirku.
"Malam ini tidur ma guling aja dulu yah Awan." kataku dengan tawa kemenangan.
Tidak sabar rasanya menunggu hari esok, tentunya akan lebih sering bersama Awan, tapi kalau kuperhatikan Awan masih terlihat agak culun dengan penampilannya yang sederhana seperti saat ini. Bayangkan aja, tadi ketika ia datang cuma paket jaket yang sudah lusuh dan sepatu yang sudah kusam. Tapi walaupun begitu, dasarnya sudah ganteng mah tetap ganteng pake pakaian apa aja kok, paling tinggal dipoles dikit akan lebih terlihat aura ketampanannya. Aku janji akan kubuat Awan jadi lebih good looking, sehingga gak akan malu-maluin kalau dibawa jalan keluar.
Tapi, Aku jadi agak sedikit ragu juga! apa nanti Awan gak akan melirik wanita lain yah ? kalau dia dah ngerti menata penampilannya sendiri kelak. Tapi, what ever lah, Aku harus optimis akan membuatnya jadi suka padaku. hmnnn jadi gak sabar untuk menunggu hari esok.
POV Author Sementara itu, dalam kamar utama di Rumah mewah tersebut, tampak sepasang Suami Istri, Agus Wijaya dan Istrinya sedang berbincang serius sambil berbaring diatas kasur. "Pah.." pangil si Istri. "hmnnnn..." jawab sang suami sambil mengelus kepala si istri. "Papah yakin mengangkat Awan menjadi anak angkat kita ?" tanya si istri agak serius. "Yakin mah, kenapa ?" tanya balik si Suami. "Gak pah, lagian mamah masih heran aja sama papah, kita baru kali ini lihat Awan langsung, tiba-tiba Papah langsung mengangkatnya sebagai anak angkat kita, yah walau kita tahu mbak Arini sudah lama mengabdi dengan kita dan gak usah diragukan lagi loyalitasnya, tapi dengan Awan kita kan gak tahu besarnya dikampung seperti apa!, lingkungan kayak gimana!" "Mamah sangsi gitu ?" "Gak sih Pah, Cuma Mamah heran aja ma Papah, gak biasanya gitu", tanya si Istri heran. "Gak usah heran sayang, kan jauh-jauh hari kita dah diskusikan masalah ini juga. Walau papah agak sedikit ragu awalnya. Tapi, mamah
POV AriniJam 3 pagi Aku terbangun, setelah cuci muka. Aku melangkahkan kaki kedapur, sebelumnya kusempatkan untuk membangunkan Surti dan Inah membantu menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah ini.Entah kenapa hari ini Aku sangat senang sekali, mungkin karena kedatangan Anakku satu-satunya. Setelah sekian lama kami terpisah jarak dan waktu, kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali, itupun dalam waktu yang tidak lama ketika Aku pulang kekampung halaman. Sedih rasanya tidak bisa melihat bagaimana Ia tumbuh, bahkan untuk menyuapi makan aja ketika ia kecil bisa dihitung hanya beberapa kali saja. Untung ada Ayah dan Ibuku yang bantu merawat buah hatiku.Ibu meninggal setahun yang lalu, beberapa bulan setelah itu Ayah ikut pergi menyusul Ibu, Aku ijin Pak Agus dan istrinya untuk pulang beberapa minggu lamanya. Perasaan sedih yang sangat mendalam kurasakan kehilangan sosok orang tua yang telah melahirkanku, mereka adalah sosok orang tua yang sangat sederhana. Teringat, ketika
POV Awan Hoaammm.. pagi ini Aku terbangun dengan badan sedikit pegal. Kulihat sekeliling, Aku sedikit kaget, kok tidur diatas tempat tidur yang bagus dan sangat empuk begini ? Dengan ruangan yang sangat asing bagiku, astaga Aku baru ingat kalau saat ini tidur di rumahnya majikan Ibuku. Kulihat jam di dinding kamar jam 3.40 dini hari. Aku siap-siap dulu. Sejenak Kulihat hape jadulku, ada beberapa sms dan panggilan tidak terjawab, Aku lupa kalau dari kemarin hape kusilent. From Kak Rini 081xxxx "Awan jadi dijemput ibumu ?" "Jadi ketemu ibunya ?" "Awaann kok g di bales ?" "Kamu gak apa" kan, gak nyasar kan dek?" Ada beberapa sms dari kak Rini ternyata, kusempatkan balas pesannya. "Udah sampai Kak, ini baru bangun. Maaf yah kemaren hpnya di silent jdnya gak tau kalau kk sms", balasku. send. Ting tingg.. Loh cepat kali balasnya ? gak tidur nih apa si mbak-mbak, pikirku. "hmnnn kk kira kamu kenapa-napa ? :(" "hehee aman kok kk cantik :)" balasku. "Ya udah siap-siap sana gih!
"Kamu kemana sih Awaan ? baru juga hari pertama dah main ngilang-ngilang aja ?" ujar Renata sewot saat Aku sudah didepannya. "Itu,, tadi lagi ngobrol sama Ibu dibawah." jawabku agak kikuk didepan Ren. "hmmnn kamu mandi dulu gih, tuh pakaiannya dah Ren tarok diatas tempat tidur." Ucap Ren sambil menunjuk keatas tempat tidurku, dan disana terlihat satu stel pakaian sekolah yang sudah dilipat dengan rapinya. "Awas yah kalau dalam 10 menit kamu belum siap." tunjuknya kehidungku sambil dengan gaya sedikit melotot gemas menatapku. "Oke siap bos!" jawabku pake pose hormat. "Ingat, yang cepat yah!" katanya sebelum keluar dari kamarku, terlihat Renata seperti menahan senyumnya ketika keluar dari kamarku. Ketika dikamar mandi Aku sempat bingung, aduh mana bak airnya, mana cuma ada tempat duduk (closet) begini, gimana mandinya ? pikirku bingung. Cuma ada tempat cuci tangan kecil (westafel) gak mungkin kalau mandinya dari air sini ? hmnnn Aku buka tempat duduk (closet) yang ada didekatku, te
Pagi itu kami makan, tanpa didampingi oleh pak Agus dan Istrinya, ternyata pas Aku mandi tadi, mereka telah pergi duluan. Kata Ibu, pak Agus dan Istrinya pergi ke Singapur untuk mengurus pekerjaan mereka yang disana.Setelah sarapan, Aku pamit dan salim sama Ibu. Anehnya Ren, kulihat juga ikutan salim pada Ibu dengan cara yang sama, entah karena biasa begitu atau hari ini aja karena mengikutiku, entahlah! Aku hanya tersenyum saja melihatnya.Kami diantar oleh Pak Usman supir pribadi keluarga Wijaya ke sekolah. Ketika sampai digerbang sekolah, sekali lagi Aku dibuat terkagum dengan kemegahan sekolah tempat Aku akan menimba ilmu ini. Dari dalam mobil kulihat gedung sekolah ini yang terdiri dari beberapa lantai."Udah ahh, jangan gitu banget lihatnya." tegur Ren yang duduk di sebelahku."eh iya..""oh ya, nih!" kata Ren sambil memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepadaku."Apa nih Ren ?" tanyaku heran"tau tuh, Papah yang nitip tadi, buat Kamu." katanya kalemKetika kubuka, kulihat i
"Saktiawan S. Wijaya," terdengan suara staff TUnya memanggil namaku. "eh iya, saya Mbak." jawabku berdiri dengan mendekat ke depan mejanya. "Ini persyaratanya sudah lengkap yah. nanti kamu langsung masuk aja kekelas, sesuai rekomendasi dari pak Kepala kamu masuk kekelas 2 IPA 1. Untuk kelasnya tar di antar sama pak Ujang, satpam sekolah." sambil menyerahkan beberapa lembar kertas, kulihat ada map sekolah lengkap dengan kelasnya. "eh gak usah Mbak, biar saya sendiri aja gak apa-apa." tolakku ramah. "oh ya udah kalau begitu, dan ini kunci loker kamu." sambil menyerahkan 2 buah kunci yang ada nomornya padaku. "Didalamnya sudah ada seragam olah raga, dan satu stel seragam sekolah." lanjutnya. "Ada pertanyaan lagi ?" tanyanya tersenyum ramah. "hmnn gak ada Mbak, sementara cukup jelas infonya. Nanti kalau ada yang ragu, saya tanyakan sama Mbak lagi aja." "Oke deh. selamat bergabung di sekolah ini yah!" katanya sambil tersenyum manis padaku. "oh oke mbak... Aku masuk kelas dulu yah."
Kemudian tampak Bu Shinta memperhatikan jawabanku dengan seksama, serta dengan raut wajah seakan tak percaya. "Jawabannya tepat, tapi kok rumusnya begini ?" tanya Bu Shinta heran. "Ada yang salahkah memangnya Bu ?" jawabku dengan balas tanya pada Bu Shinta . "Gak salah, selama jawabannya benar. Tapi, Saya heran saja, karena selama ini belum pernah Ibu belajar rumus matematika manapun seperti yang kamu tulis didepan, rumus apa yang kamu pakai ?" tanya Bu Shinta heran. "Trachtenberg." jawabku singkat dan padat. "Hah apa ?" tanya Bu Shinta seolah ingin memastikan kembali jawaban yang didengarnya. "Trachtenberg." Ulangku dengan sedikit penekanan. "Apa itu ?" tanya Bu Shinta , merasa asing dengan istilah yang kugunakan. "Metode Trachtenberg lebih tepatnya bu." "hmnnn..." gumam Bu Shinta sambil agak mengernyitkan alisnya sambil berfikir apa Ia pernah belajar atau mendengar metode seperti yang Aku sebutkan barusan. "itu adalah sebuah metode matematik dalam memecahkan setiap permasal
"Asem ngejek loe bray, sekali nyeletuk pedes lu ah." Umpat Novi kesal. "hahaha.." Aku dan Radit tertawa. "Novi.. Radiitt, kalian yah! berani-beraninya melarikan Awan dari kami." kata salah seorang cewek dikelasku tadi sambil berdecak pinggang tepat berdiri dibelakang Novi. Dibelakangnya disusul oleh 4 orang teman-teman geng-nya. "Awas Dit, sana jauh-jauh... hussshh husss, gue mau duduk sebelah Awan." kata temannya mengusir Radit untuk menjauh, si Radit jadi manyun begitu jadinya, hahaha. Tiba-tiba dua orang cewek langsung duduk mengapitku dari kiri dan kanan, sontak Aku kembali dikelilingi cewek-cewek centil dari kelasku. "eh Sherla ngapain masih berdiri disitu, duduk sini!" Panggil salah seorang cewek disampingku. Dari mereka berlima, baru Sherla yang Aku kenal karena ia teman semejaku, walau belum sempat berkenalan dan hanya tahu lewat nama yang ada diseragamnya. "eh iya, jawabnya pelan." kalau kuperhatikan, Sherla ini tipikal gadis yang pendiam. "Awas Novi, geser sana, kasih