Share

KINGMAKER (Indonesia)
KINGMAKER (Indonesia)
Penulis: cyllachan

1. Pernikahan

"Dia?!" tunjuk Grand Duke Everon. Mata para bangsawan lain tertuju pada wanita itu. "Dia yang akan menikah dengan Yang Mulia Raja?!" tanya Grand Duke Everon sekali lagi.

"Benar Yang Mulia Grand Duke," jawab Marquess Riven. Ia tak berani menatap Grand Duke Everon barang sedetik saja. Atau bangsawan manapun di ruangan itu.

Marquess Riven tertunduk dengan memegangi topi beludrunya. Wajah pria paruh baya itu memerah seperti mau menangis.

"Yang Mulia! Ini namanya penghinaan!" sahut bangsawan yang lain.

"Ya! Itu benar!" gemuruh gerutuan para bangsawan bersahut.

Pria yang duduk di kursi tahta menatapnya. Mungkin di seluruh ruang tahta, dia yang paling kaget. Mulutnya menganga seperti ikan kod. Entah sudah berapa lama. Mata emasnya memandang nanar. Belum lagi, dia adalah orang yang harus melakukan ikatan sakral dengan wanita ini.

Dari bawah ke atas, dari atas ke bawah. Hatinya mencelos. Dari panggung berundak dengan kursi tahta yang ia duduki sebagai puncaknya, dia bisa melihat itu semua. Melihat keseluruhan wanita itu menunduk menatap lantai marmer kuning keemasan yang mengilap.

Pria itu menelan ludah, perlahan tubuhnya bangkit. Para bangsawan di sana berbisik. Kakinya melangkah turun menuruni anak tangga marmer dengan bersahaja.

Perawakannya tinggi. Tubuhnya kekar proporsional. Dibalut jubah kerajaan yang resmi nan mewah berwarna biru tua, nyaris hitam. Sulaman emas menghias bagian bawah jubah itu. Rahang menawan dengan bibir merah muda alami. Ada jambang halus yang tertabur di pipinya. Mata pria itu berwarna emas, menyelidik seperti elang, mengilap seperti manik-manik. Hidungnya tinggi, halus dan tajam.

Tak lupa sebuah mahkota emas bertengger di kepalanya. Masih menampakkan sepasang telinga anjing kecil. Mengintip dari balik rambut hitam legam yang menutupi sebagian dahi.

Dialah Raja Ditrian von Canideus.

Kini, ia sudah berdiri jarak setengah meter dari bahan makian para bangsawan hari itu.

Seisi ruangan hening memperhatikan laku raja mereka.

"Berdirilah," ucap Raja Ditrian.

Perlahan dengan ragu dan penuh ketakutan, wanita itu berdiri. Ia belum berani menatap Raja Ditrian.

Seketika pria itu mengernyit muak. Jijik. Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat dengan jelas wanita itu.

Kumal mengenakan baju terusan untuk tahanan.

Bentuk giginya yang tak beraturan, berbalap dengan bibirnya yang tebal sekali. Bahkan hampir sulit untuk menutup mulutnya dengan rapat dan normal. Hidungnya besar dengan beberapa kutil menempel di sana. Bentuk matanya aneh, terlalu berjauhan. Mungkin seharusnya tidak berada di sana.

Rambut wanita itu berwarna pirang keemasan, kusut serabutan dan kotor oleh tanah dan debu-debu.

Baru kali ini ia melihat wajah wanita yang hampir mirip kuda. Mungkin hanya ibunya saja yang bisa mencintai wajah itu.

"Yang Mulia, tolong pikirkan baik-baik. Kami tidak bisa memiliki ratu seorang manusia!" protes Grand Duke Everon lagi.

"Tetapi Yang Mulia Grand Duke ... ini adalah titah Baginda Kaisar Julius," suara Marquess Riven lirih berusaha menyanggah. Masih bisa terdengar oleh Raja Ditrian.

"Anda juga, Tuan Marquess! Kenapa Anda tidak protes pada Baginda Kaisar?!" balas Grand Duke Everon. Nada bicaranya meninggi. "Kalau sudah begini kita harus bagaimana?!"

"Cukup," ucap Raja Ditrian setengah berteriak.

Pria-pria itu membungkam mulut mereka seketika.

Mata emas Raja Ditrian belum beralih dari wanita buruk rupa di hadapannya.

"Aku akan menikahi wanita ini-," ucapnya dengan lirih.

"Yang Mulia!" pekik Grand Duke Everon. "Kami mohon Yang Mulia!"

Kelancangan Grand Duke Everon membuat sang raja menggedik dan mengangkat tangan kanannya. Tepat sebelum bangsawan lain membuka mulut mereka.

"Aku akan menikahi wanita ini ... bukan sebagai ratu. Tetapi seorang selir."

Sesaat berikutnya timbul bisikan-bisikan lainnya. Mungkin mengutuk perempuan itu.

xxx

Dua hari berikutnya, pernikahan mereka pun tiba.

Seperti yang diramalkan oleh Raja Ditrian, tak banyak bangsawan yang datang. Tapi di antara tamu-tamu itu, Grand Duke Everon hadir. Wajahnya masam dan terlihat kesal.

"Dengan ini, aku nyatakan kalian sebagai suami dan istri," tutup Pontifex. "Yang Mulia, Anda boleh mencium mempelai Anda."

Ditrian berdiri di altar dengan pakaian dan jubah biru tua yang rapi serta mewah. Sementara Putri Sheira mengenakan gaun putih anggun dengan renda emas yang telah disiapkan oleh dayang istana.

Perlahan tangan Ditrian mengangkat tudung putih transparan yang menutupi wajah istri barunya. Masih buruk rupa. Mata wanita itu sama sekali tak menatap. Wajahnya datar dan terlihat enggan dengan ini semua. Begitu juga Ditrian. Tapi ia harus mencium wanita itu agar semua ritual ini bisa diakhiri.

Kepalanya sudah mendekat, lalu ia mencium pipi putih Putri Sheira sesingkat itu.

Beberapa tamu di sana bertepuk tangan dengan malas. Grand Duke Everon bahkan hanya menatap sinis dari jauh sambil masih memasukkan tangannya ke kantung celana.

Seusai ritual itu, selir baru Raja Ditrian digiring oleh para dayang. Para bangsawan menyelamatinya lalu pulang.

Bukan pesta pernikahan yang apik untuk seorang raja. Tidak ada suka cita.

Raja Ditrian duduk di salah satu meja yang sengaja disiapkan untuk pernikahannya. Ia duduk di sana, meminum anggur yang tadi disiapkan untuk momen bersulang. Kuil sudah lebih lengang, hanya ada beberapa ksatria, dan Patricius berlalu lalang dengan jubah putih mereka di dalam kuil.

"Aku tidak tahu harus memberimu selamat atau tidak," ucap Grand Duke Everon. Tangannya masih ada di dalam saku. Tubuhnya sudah berdiri dekat.

Ditrian tersenyum pahit lalu menuangkan botol anggur lagi ke dalam gelasnya. Everon menggeser kursi kosong di sana agar bisa duduk dekat dengan Ditrian.

"Aku sepupumu, sahabatmu dari kecil. Saat kau jadi raja, kupikir pernikahanmu akan jadi yang paling meriah. Kau bisa menikah dengan wanita yang paling cantik, diarak ramai-ramai ke seluruh kota dan rakyat di seluruh kerajaan bersorak untukmu."

Ditrian kembali menyesap anggur merah ke dalam mulutnya.

"Sebagian besar bangsawan menentang pernikahan ini. Bahkan Pontifex pun sebenarnya tidak mau menikahkanmu." Mata Everon menunjuk ke Pontifex di salah satu sudut kuil, membuat Ditrian memperhatikannya juga. Pria itu hanya melirik rajanya dengan iba, lalu kembali mengobrol dengan dua orang Patricius di sana.

"Kalau aku yang jadi raja, pernikahan ini tidak akan terjadi. Aku akan menolak mentah-mentah!"

Ditrian meletakkan gelas anggurnya, menyebabkan hentakan kecil pada meja itu.

"Lalu membangkang pada kekaisaran? Kau mau kita berperang lagi?"

Everon hanya mendengkus sambil memutar matanya dengan malas. Ia juga paham soal itu. Ditrian hanya melakukan apa yang harus dilakukan seorang raja. Pria itu akan selalu begitu.

"Sudahlah." Ditrian menepuk bahu sepupunya. Ia menghela nafas dengan berat.

Wajah Everon masih pahit.

"Lalu, kau akan punya anak dengan selirmu itu?" ketusnya.

Ditrian hening sejenak. "Aku tidak tahu ... tapi dia istriku sekarang."

xxx

Ditrian menyusuri koridor istana ratu yang tenang. Sudah memakai jubah tidurnya. Ia tak menuju ke kamar ratu, tetapi menuju ke ruangan lain yang lebih kecil.

Seperti yang telah dia sebutkan, Putri Sheira hanya dijadikan seorang selir. Jadi dia tidak berhak untuk menempati kamar ratu.

Dua orang penjaga terlihat berjaga di depan sebuah pintu putih tinggi dari pohon ek. Ia telah sampai.

"Aku ingin menemui Putri Sheira," ucap Ditrian pada mereka. Keduanya membungkuk singkat, lalu meninggalkan pintu itu.

Ditrian bergeming di tengah koridor yang sepi. Ia menatap lurus cukup lama pada hiasan khas Kerajaan Canideus pada pintunya. Lalu menghela nafas. Sendu.

'Istriku ....'

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sera Mayumi
ceritanya bagus...
goodnovel comment avatar
SalsaDCArmy
ceritanyaa menarik.. mampir jugaaa ke ceritaku yaa.. maakaasihh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status