Share

6. Penyihir Api

"Evelina! Evelina!" Duke Gidean von Monrad yang gemuk tergopoh. Ia langsung jatuh berlutut dan meraih Evelina dari pelukan Ditrian.

"Panggil dokter!" perintah Ditrian.

"Yang Mulia! Apa yang terjadi dengan putriku?!" tatap Duke Gidean pilu, ia mulai menangis. Wajah pria gemuk itu histeris, panik. Ia terisak dan wajahnya jadi basah air mata. Ia memanggil nama Evelina berkali-kali. Sesekali menggoyahkan putrinya agar bangun.

Grand Duke Everon berusaha menenangkannya. Tak lama, beberapa dokter istana datang.

Ditrian bangkit dan membiarkan dokter-dokter itu mengambil alih. Mereka menyentuh nadi dan leher Lady Evelina.

Wajah Ditrian memucat. Seorang tamu, putri Duke pula! Keracunan di pestanya. Bahkan ia juga hampir meminum anggur yang sama. Dia merasakan sebuah keanehan. Seharusnya, bagi dirinya seorang Direwolf akan sangat mudah untuk mencium racun di anggur itu. Bahkan bisa dibilang, Ditrian sudah pernah membaui segala macam racun di benua ini.

Tetapi kali ini, Grand Duke Everon, Lady Evelina, bahkan dirinya, tiga orang Direwolf tak merasakan kejanggalan apapun dalam anggur itu. Dalam kepala Ditrian, hanya ada satu orang yang dia pikir menjadi penyebabnya.

"Everon, tolong urus yang disini," ucapnya pada sepupunya itu. Ia lalu bergegas lari meninggalkan aula pesta.

"Kau mau kemana?!" seru Everon panik. Percuma.

Ditrian tak mengacuhkan. Ruang pesta menjadi heboh. Tamu-tamu jadi mengerumuni Lady Evelina yang terkapar. Leher-leher mereka menjulur hanya menoleh pada Ditrian sejenak, lalu kembali menatap Duke Gidean menangis dan putrinya yang pingsan tidak wajar.

Ditrian menyusuri koridor istana yang remang. Beberapa obor masih setia menyala terpaku pada dinding batu kastil. Kakinya sudah menapak ke bagian istana ratu. Ditrian masih ingat ruangan yang mana. Paling ujung.

Ia berlari ke sana. Kakinya menendang kasar, mendobrak paksa pintu kayu pohon ek yang tinggi. Benturannya terdengar keras.

"Apa yang telah kau lakukan pada Evelina?!" pekiknya. Sheira yang dari tadi berdiri menatap jendela, seketika kaget dan berbalik menatap pintu. Ia terpaku masih mengenakan gaun pesta malam itu.

Langkah kaki Ditrian secepat kilat menghampirinya. Pria itu berang. Dengan semena-mena, ditariknya pedang dari sarung. Suara gesekan logamnya membuat Sheira bergidik.

Sebilah pedang tajam telah teracung di depan hidungnya. "Kau meracuni Evelina!" tuduhnya.

"Apa maksudmu?! Aku tidak meracuninya!"

"Lantas, mengapa kau bisa tahu bahwa ada sesuatu di anggur itu?!"

"Memang ada sesuatu di sana!" tukas Putri Sheira. Ditrian mengernyit bingung. "Bukan racun. Tapi ramuan sihir!"

"Ramuan ... sihir ...?"

Tiba-tiba dentuman besar terdengar. Seperti ledakan. Kemudian suara terompet tanda darurat berbunyi. Mereka semua yang berada di wilayah istana bisa mendengar. Samar-samar terdengar teriakan orang-orang. Sepertinya dari ruang pesta.

Ditrian menerawang dengan telinga anjingnya. "Kau tetap di sini!" perintahnya. Ia lalu berbalik dan berlari keluar dari kamar.

"Tunggu!" sergah Sheira. Pria itu abai meninggalkannya.

Ditrian berlari secepatnya menyusuri koridor itu lagi. Derap kaki para prajurit terdengar dari barat. Mereka berlarian menuju ke arah ruang pesta. Sebentar saja, gemuruh kaki mereka sudah tidak terdengar. Hanya dirinya yang berada di istana ratu yang sunyi.

Bulu di tubuh Ditrian berdiri. Ada yang memperhatikannya. Insting Direwolf-nya mengatakan, ada orang lain di sini.

Ia berhenti.

"Siapapun kau ... tunjukkan dirimu dan hadapi aku!" suaranya menggema. Namun hanya dirinya, dinding batu kastil dan beberapa obor di sana.

Lengang. Seolah ia sedang bicara sendiri. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri dengan siaga.

Tidak ada angin, namun api-api di obor menari-nari dengan tidak wajar. Ditrian memperhatikannya. Ia menunggu.

Dengan hanya sepersekian detik, ia merasakan ada sesuatu dari arah punggungnya. Pedangnya terayun dengan cepat. Ia menangkis sebuah bola api yang tiba-tiba menyerangnya dari belakang. Kedua tangannya kini erat memegang gagang pedang.

Ada mata-mata? Pembunuh bayangan?

Mata Direwolf-nya bisa melihat dengan cukup baik meski di kegelapan. Seharusnya, jika ada manusia atau Direwolf lain, ia akan bisa melihat sosok mereka.

Tetapi ... tidak ada siapa-siapa.

Api di obor kembali menari dengan aneh. Perlahan membesar, lalu seperti aliran air, api itu menjalar ke bawah. Merayap ke dinding batu istana ratu hingga ke lantai koridor.

Ditrian memutar tubuhnya. Obor di belakangnya juga sama. Apinya mengalir ke lantai. Api itu membesar, lalu mulai membentuk sesosok tubuh manusia.

Dirinya tengah di kelilingi oleh kobaran api yang aneh.

"Raja Ditrian ... kau harus mati!" ucap sosok berapi itu dengan suara mendesis.

Ditrian mengayunkan pedangnya lagi. Mencoba menebas api itu. Tembus.

"Hahaha!" sosok api itu pun tertawa kering. Ia bisa melihat ada rongga di bagian kepala yang seperti mulut sedang menganga. "Kau pikir bisa menyentuhku?!"

Ia lalu menarik semua api miliknya hingga membentuk sebuah jubah api berwarna merah. Sosok itu pun melayang di udara koridor. Membuat Ditrian mendongak.

Suhu mulai naik. Dada Ditrian berdegup sangat kencang pada sosok yang menyala-nyala itu. Dia tahu mahluk apa itu.

Penyihir api!

Tangan berapinya terangkat.

"Matilah!" pekiknya. Dari tangannya itu, ia menembakkan bola-bola api. Dengan kecepatan tinggi. Dengan membabi buta.

Ditrian dengan tangkas menangkisnya. Pedang itu beradu dengan bola api hingga memercik.

Sang penyihir bertubi-tubi menyerangnya dengan bola api. Entah sudah berapa ratus kali serangan itu terjadi dengan kecepatan tinggi. Ditrian belum kehabisan nafas. Serangan penyihir itu melambat.

Hingga ia menghitung ritmenya dan menemukan sebuah celah dimana ia bisa menyerang.

"HAAAA!" Ditrian melompat. Sekali lagi pedang itu berusaha menebas penyihir. Namun tembus. Percuma. Malah itu membuat sang penyihir semakin geram.

Ia terbang lebih tinggi lagi. Hingga Ditrian tak mungkin bisa menggapainya. Kedua tangan berapi itu terangkat ke atas tinggi. Lalu dari udara kosong itu tercipta sebuah pusaran api yang sangat besar.

Ia menyala di seluruh koridor. Seperti matahari siang di langit-langit lorong istana ratu. Obor-obor yang lain pun ikut membara. Seluruh koridor sudah seperti tungku. Ditrian terkepung.

"Awas!" seru seseorang.

Pusaran itu mengeluarkan api seperti air terjun. Menyembur ke bawah. Tepat di atas kepalanya.

Dia akan mati kali ini. Itu yang Ditrian pikir.

Namun sebuah perisai tercipta di udara. Perisai tembus pandang berbentuk cakram yang menyerap semua api. Ada seseorang yang menengadahkan tangannya ke atas, seolah dialah yang mengendalikan perisai itu.

Kejadian itu sangat cepat. Mungkin hanya sepersekian detik. Jika perisai itu tak muncul, Ditrian sudah matang sekarang.

Setelah api berhenti menyembur, ia menggerakkan kedua tangannya. Terciptalah tulisan-tulisan aneh bercahaya di awang-awang. Lalu muncul perisai cakram lain yang baru. Berwarna ungu.

Perisai ungu di atas kepala mereka mengeluarkan api juga. Kali ini mengarah pada sang penyihir. Semburannya tepat mengenainya.

"Aaaaakkkkhh!" penyihir itu berteriak kesakitan. Api-apinya perlahan padam. Termasuk beberapa obor di koridor dekat mereka.

Ia terjatuh di lantai dan berguling-guling hingga api di seluruh tubuhnya mati. Teriakan pilunya hening. Hanya ada jelaga dan abu di sana. Di lantai marmer istana ratu. Lalu debu-debu itu lenyap begitu saja. Seolah mahluk itu tidak pernah ada. Seolah serangan-serangan itu tak pernah terjadi.

Ditrian melihatnya dengan ngeri. Penyihir api itu telah mati. Ia bisa mendengar nafas wanita di sampingnya terengah.

Gaun ini ... tidak asing.

"Kan sudah kubilang 'tunggu'!" pekiknya kesal. Suara ini ... tidak asing.

Ditrian mendongak. Dia pikir ... dia tahu ... tetapi ....

"Kau ... siapa?" tanyanya.

Cahaya di koridor itu memang remang. Namun, mata Direwolf-nya bisa melihat dengan jelas.

Wajah ini begitu asing.

"Apa maksudmu kau siapa?! Aku ini Shei-," wanita itu terbelalak. Dia terlihat lebih terkejut dari Ditrian. Kedua tangannya langsung memegangi wajah. "Oh tidak ... tidak mungkin!" Ia meraba-raba wajahnya dengan kasar. "Ini tidak mungkin terjadi! Wajahku!"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Enicha Shaoran
kan dah q kira nie FL mank sengaja sembunyiin wajah ny, mgkn Dy bosan ma penilaian org lain or ad tujuan tertentu yg mo Dy lakukan ?? ( ꈍᴗꈍ)
goodnovel comment avatar
Aerina No 7
hayoh, nanti pas udah camtek Sheira-nya, malah pada jatuh cinta. kira-kira si Grand Duke bakal terpikat juga gak ya nanti?
goodnovel comment avatar
Kikiw
nahh kan, kutukan?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status