Share

8. Pembuktian Sang Putri

Baru saja Ditrian mendapatkan laporan kepala pengawal istana. Tidak ada tamu bangsawan yang terluka. Mereka bisa dievakuasi tepat waktu. Pagi itu ruang kerjanya sibuk. Dipenuhi beberapa dokumen dan laporan soal kejadian kemarin. Termasuk daftar benda yang terbakar dan perkiraan perawatan ruang pesta. Mungkin tidak akan bisa dipakai untuk acara selama beberapa minggu.

"Yang Mulia. Lady Emma ingin bertemu dengan Anda," ucap pengawal.

"Biarkan dia masuk," Ditrian duduk di kursi kerjanya. Dia hanya tidur sebentar semalam. Bekas kebakaran ruang pesta sedang diurus dan beberapa pegawai istana juga mondar-mandir ke ruangannya.

Lady Emma masuk ke ruangan dengan terengah. Ia terlihat begitu tergesa. Wajahnya pucat dan panik.

"Yang Mulia, mohon maaf. Ada yang ingin saya sampaikan pada Yang Mulia. Ini soal Tuan Putri."

"Ada apa dengan Tuan Putri?"

"Beliau ...," Lady Emma sang kepala dayang melirik ke kanan dan kiri. Ada beberapa pegawai istana di sana. Dia tidak yakin harus mengatakannya bagaimana. "Beliau ... telah terlepas dari kutukan. Sepertinya Yang Mulia harus melihatnya sendiri."

'Kutukan? Jadi dia menggunakan alasan itu ya.'

Ditrian hening sejenak. Ia menarik nafasnya dalam. Tak seperti dugaan Lady Emma, Raja Ditrian terlihat tenang.

"Aku sudah tahu. Layani Tuan Putri seperti biasa. Aku akan menemuinya malam ini. Jadi lakukan saja tugasmu, Lady Emma."

"Ba-baik ... Yang Mulia."

xxx

Ditrian memenuhi rencananya malam ini. Ia sudah berdiri di pintu tinggi pohon ek yang dicat putih. Kamar selir. Kamar Putri Sheira.

Dia tidak pernah peduli pada istana ratu. Yang penting dirawat secukupnya. Hampir tidak pernah juga berkeliaran di area ini.

Namun ... sejak pernikahannya, setiap kali menginjak istana ratu, pikiran Ditrian penuh. Sejak ada wanita itu. Apa yang ada di balik pintu tinggi pohon ek ini, di balik kamar paling ujung lorong ... membuat perasaannya campur aduk.

Kali ini ... penasaran.

Ia membuka perlahan. Wangi bunga lili menyeruak dari dalam sana.

Wanita asing yang mengaku Sheira itu berdiri di depan jendela besar. Rambut emas bergelombang tergerai bebas di punggungnya. Ia menoleh ke belakang, menatap Ditrian yang berdiri di daun pintu.

Malam ini cahaya perak dari bulan memenuhi kamar. Persis seperti tatapan mata perak misterius wanita itu.

"Kau sudah datang," ucapnya. Ia berbalik dan berjalan ke dekat ranjang. Wanita asing itu duduk manis di bibir kasur. "Masuklah dan tutup pintu itu rapat-rapat."

Ditrian menutupnya, lalu melangkah ke dalam kamar. Ia ikut mendekat padanya, ke dekat ranjang. Nyaris sama seperti saat pertama kali mereka hanya berdua.

Sosok wanita itu begitu sempurna. Begitu elok. Wanita paling cantik yang pernah ia lihat selain mendiang ibundanya. Terlihat lebih jelas malam ini.

Melihatnya bertelanjang kaki dengan paha dan betis yang halus, membuat jantung Ditrian berdebar-debar. Ia mengenakan gaun satin sutra putih yang pendek dan mahal. Bertengger di bahu wanita itu dengan sebuah tali yang kurus saja.

Ia berusaha mendatarkan wajahnya, meskipun begitu terpesona. Aroma bunga lili menguat saat tubuh mereka dekat. Semua itu membuat bulu di seluruh tubuh Ditrian berdiri.

"Apa ada yang mengikutimu?" tanya wanita asing itu. Ditrian menyipitkan matanya.

"Tentu saja tidak," sanggahnya. Pertanyaan yang aneh. "Kau bilang ingin menunjukkan sesuatu padaku."

"Ya. Tapi sebelum itu ...," mata perak perempuan itu melirik, menunjuk di belakang punggungnya. "... perintahkan pengawal bayanganmu untuk pergi."

Ditrian terhenyak. Bagaimana wanita ini tahu? Dia memang menempatkan pengawal tak terlihat untuk mengawasinya. Kalau-kalau wanita ini merencanakan sesuatu.

Tangan kanan pria itu terangkat. Ia menjentikkan jari. Sesosok bayangan hitam jatuh menapak di balkon kamar, di balik jendela. Ia lalu pergi dan raib entah kemana.

"Dan ... buang belati di belakang punggungmu itu."

Ditrian kembali terdiam. Dia juga membawa sebuah belati. Saat ia pertama mengunjungi kamar ini pun ia membawanya.

Pria itu merogoh punggung. Ia mengambil belati yang ia jepitkan di antara celana dan kulit punggungnya, lalu melemparnya ke lantai marmer.

"Apa lagi?" ketusnya.

"Sudah cukup."

Ia mendengkus. "Sekarang, apa yang sebenarnya ingin kau perlihatkan padaku?"

"Aku memberimu kesempatan untuk bertanya lebih dahulu."

Ada banyak. Itu yang memenuhi pikiran Ditrian seharian ini.

"Dimana Sheira? Kau apakan dia?" selidik Ditrian.

"Harus berapa kali kukatakan padamu ... akulah Sheira," jawab wanita itu tenang. "Aku menyamarkan wajahku saat akan ditangkap oleh orang-orang kekaisaran. Kupikir ... jika wajahku buruk, mereka hanya akan menjualku sebagai budak."

"Dan menurutmu akan lebih baik jika kau menjadi budak?" Ditrian menukas.

"Apa kau tahu yang mereka lakukan pada tawanan yang cantik? Mereka memperkosanya ramai-ramai." Ditrian menelan ludah. "Ya. Akan lebih baik jika aku menjadi budak."

"Alasanmu terdengar bagus. Tapi aku masih tidak percaya. Ucapanmu tidak membuktikan apa-apa," nada bicara pria itu sinis.

"Aku memakai Magi untuk mengubah wajahku."

"Aku tidak pernah mendengar omong kosong itu. Tunjukkan padaku dan aku akan percaya."

Wanita itu menggeleng. "Tidak bisa. Aku lupa mantranya. Lagi pula ... kenapa kau bersikeras untuk melihat wajah buruk rupa itu?"

"Karena ... dengan wajahmu yang sekarang, kau lebih berbahaya," ucapnya tajam.

Wanita itu hening sejenak. "Jika kau tak percaya, kau bisa mengais puing-puing istana Galdea dan mencari lukisanku. Untuk sekarang, satu-satunya pilihanmu adalah percaya bahwa akulah Sheira. Atau ... kau boleh mencari wajah buruk rupa itu di setiap sudut kekaisaran ini, Yang Mulia."

Ditrian menghela nafas. Ya. Dia tak punya pilihan lain sementara ini.

"Lalu ... kau ini sebenarnya apa? Penyihir? Aku tak pernah melihat yang sepertimu. Dan ... omong kosong apa itu Magi?"

Sheira memiringkan senyumnya. Seolah wanita itu telah menunggu-nunggu pertanyaan ini.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Perlahan wanita itu bangkit dari duduknya.

"A-Apa yang kau lakukan?!" Ditrian mengalihkan pandangannya ke samping.

Wanita yang mengaku Sheira itu telah menanggalkan gaun tidur dan melemparnya ke lantai marmer. Di sudut kamar yang gelap. Entah di mana.

Tubuhnya sudah polos tanpa ada benang sehelai pun. Berkulit putih, dengan bentuk badan yang melekuk indah. Dadanya yang bulat dan menantang, pinggang ramping, serta bagian di antara kedua pahanya.

Ditrian bisa melihat itu semua, namun ia memilih tidak. Matanya jatuh ke lantai marmer dan beberapa perabotan di sana.

Perlahan tubuh wanita itu mendekat padanya. Aroma bunga lili menguat. Aroma kesukaan Ditrian mulai sekarang.

Kedua tangan putih Sheira menangkup pada wajah pria itu. Ia merampas paksa tatapan emas Ditrian. Pria itu kini menatap wajah cantiknya begitu dekat. Kedua mata perak Sheira entah bagaimana seperti menghipnotis dirinya. Membuatnya begitu terpesona. Tubuh pria itu membeku.

Ia bisa merasakan jemari kurus yang agak dingin membelai kulit pipinya.

Ia menikmati setiap inci wajah cantik wanita itu. Semakin jelas sekarang. Pipinya yang mulus dengan bagian yang merona, bentuk wajah yang oval. Dagu mungil menggemaskan ditambah bibir merah muda yang memikat. Mungkin akan terasa manis jika dicium.

Seperti ada magnet yang super kuat di lantai marmer itu, Ditrian tak bisa bergerak. Mungkinkah ini salah satu sihirnya? Tetapi yang ia yakin, bahwa kedua mata perak misterius itu seperti sedang membaca pikiran dalam otak.

"Ditrian ... lihat aku baik-baik."

Wajah Ditrian memerah. Mata mereka bertemu. Tak terasa tubuh mereka tak lagi berjarak. Mata emasnya bertemu dengan Sheira. Pandangan mereka begitu lekat.

Nafasnya tak beraturan. Bau semerbak bunga lili memenuhi hidungnya. Pikiran-pikiran hebat memenuhi kepala. Jantungnya telah menderu dengan hebat. Nadinya mendesir kencang. Ia kalap.

Pertama kali di hidupnya setelah puluhan tahun melajang sebagai seorang Direwolf. Ia mendapati seorang wanita tanpa busana berada tepat di depannya.

"Kau bisa melihat-lihat sampai kau puas."

Ditrian menelan ludah. "A-apa maksudmu?"

Sheira melepaskan tangkupannya.

Mata Ditrian kini telah sepenuhnya menatap tubuh telanjang wanita itu. Putih, terlihat halus seperti krim susu. Dadanya bulat dan cukup besar, menggantung di sana.

Dia tahu seharusnya tak melakukan ini. Namun, entah mengapa ia menuruti semua perkataan wanita ini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sera Mayumi
Intinya, rajanya ini gampangan. asalkan disogok sama cewek cantik pasti mau kalo disosor.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status