Jantung Evelina berdebar-debar. Ia memakai baju tidur ... atau gaun malam yang modelnya sedikit memalukan. Dia telah menjadi Regina hari ini. Hari ini pula dia akan mulai tidur di kamar ratu. Lady Emma memenuhi permintaannya.
Lady Emma bilang, secara aturan lama istana, Regina adalah hak Yang Mulia Raja. Raja boleh tidur dengan Regina apabila menginginkannya. Dan ... Evelina meminta Lady Emma untuk mempersiapkannya sebaik-baiknya. Kamar ini telah dipenuhi aroma bunga-bungaan yang sedap dan menarik.
Meski kemungkinannya kecil ... Evelina begitu berharap, setidaknya Raja Ditrian akan mengunjungi kamarnya, basa-basi mengucap selamat malam atau apa.
Memikirkan kalau dia telah menjadi bagian istana ini, telah menjadi milik Ditrian ... itu saja telah membuatnya melayang-layang. Meskipun ... masih ada duri dalam daging ... yaitu selir raja. Bagaimana menyingkirkan wanita itu?
Evelina masih duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan rambutnya. Entah berapa kali di
Sheira tak pernah bermimpi untuk menjadi ratu. Membayangkannya saja tidak pernah. Ya dia memang seorang putri. Tapi dulu dia berada di bawah bayang-bayang Reghar kakaknya, putra mahkota Kerajaan Galdea. Dia hanya pernah membayangkan kalau dirinya mungkin akan dinikahkan dengan pangeran kerajaan tetangga, Kerajaan Wei misalnya. Tak pernah tahu kalau ada sebuah kerajaan di wilayah kekaisaran yang dihuni oleh Direwolf. Melihat mereka saja tidak pernah, apalagi berpikir untuk menjadi ratunya. Kini disinilah ia ... di kastil Kerajaan Canideus, dengan Raja Ditrian, raja segala Direwolf sebagai suaminya. Disinilah ia ... tengah mengandung anak dari Raja Ditrian yang bijaksana dan adil. Tak pernah berpikir dirinya akan betah di istana ini, atau bahagia memiliki anak dalam perutnya, anak pria itu. "Saya sudah bilang harus benar-benar matang!" tegur Barry. Dia selesai menginspeksi sepotong daging panggang yang akan disantap oleh Putri Sheira. Buru-buru pelayan mengambil lagi daging itu dari
"Tentu. Saya dan Yang Mulia menghabiskan malam bersama kemarin," dustanya. "Wah! Benarkah?!" gadis-gadis itu terkesiap. "Itu berarti Yang Mulia Raja memang mencintai Lady Evelina!" "Selamat ya, Lady Evelina! Saya harap Anda segera benar-benar menikah dengan Yang Mulia Raja!" "Ahh ... sayang sekali pernikahan Anda harus diundur, ya Lady Evelina," sambung yang lain. Evelina kini beralih sendu. Gerombolan gadis-gadis itu saling berbisik dan menyenggol kawannya yang terakhir bicara. "Kau jangan ngomong begitu dong!" desis mereka. "Aduh ... maafkan saya, Lady. Saya tidak bermaksud untuk-."
"Dia?!" tunjuk Grand Duke Everon. Mata para bangsawan lain tertuju pada wanita itu. "Dia yang akan menikah dengan Yang Mulia Raja?!" tanya Grand Duke Everon sekali lagi. "Benar Yang Mulia Grand Duke," jawab Marquess Riven. Ia tak berani menatap Grand Duke Everon barang sedetik saja. Atau bangsawan manapun di ruangan itu. Marquess Riven tertunduk dengan memegangi topi beludrunya. Wajah pria paruh baya itu memerah seperti mau menangis. "Yang Mulia! Ini namanya penghinaan!" sahut bangsawan yang lain. "Ya! Itu benar!" gemuruh gerutuan para bangsawan bersahut. Pria yang duduk di kursi tahta menatapnya. Mungkin di seluruh ruang tahta, dia yang paling kaget. Mulutnya menganga seperti i
Sehari sebelum hari pernikahan. "Yang Mulia, apakah ini harus dilakukan?" tanya penasihat kerajaan. Pejabat istana dan beberapa bangsawan berkumpul di ruang rapat istana. Mereka meminta penjelasan Raja Ditrian. "Kita tidak tahu apa niat Baginda Kaisar hingga beliau menikahkan Anda dengan ...," ucapan penasihat terhenti. Semuanya paham. "Titah Baginda Kaisar adalah perintah dari langit. Perintah dari para dewa. Jika kita mengabaikannya, bisa terjadi hal yang buruk," balas Raja Ditrian. "Yang Mulia ... ini akan jadi pernikahan Anda yang pertama. Bisakah Anda menunda pernikahan dengan Putri Sheira? Kami bisa mencarikan Anda perempuan yang lebih baik untuk dijadikan ratu. Dari keluarga bangsawan Direwolf yang baik. Dan-" "Grand Duke Everon," potongnya. "Dahulu Kerajaan Canideus jatuh pada kekaisaran karena melawan kehendak dewa. Saat kakek buyutku menolak melaksanakan titah kaisar, gempa bumi hebat juga terjadi di kerajaan ini." "T
Setelah malam itu, Ditrian sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki ke kamar selirnya lagi. Seolah pernikahan itu tidak pernah terjadi. "Ini tidak adil Yang Mulia!" pekik Viscount Elliot. "Kita sudah mengorbankan banyak hal dan perbekalan agar kekaisaran bisa memenangkan perang. Tetapi kita hanya mendapat wilayah Galdea Timur!" "Itu adalah titah Baginda Kaisar, Viscount Elliot," ucap Marquess Riven lirih. "Diam kau! Kau juga tidak melawan saat Kaisar menurunkan titah itu! Kau ini ada di pihak siapa Marquess Riven?!" "Beraninya Anda mempertanyakan kesetiaanku pada kerajaan!" bantah Marquess Riven pada Viscount Elliot. Tuduhan itu sudah kelewatan. "Sudahlah," ucap Raja Ditrian pasrah. "Tidak bisa begitu Yang Mulia! Jika kita tak mendapatkan wilayah yang menguntungkan, seluruh kerajaan bisa kelaparan di musim dingin nanti," Viscount Elliot kembali menoleh pada Marquess Riven. "Sekarang kau paham kan apa yang telah kau perbuat, Marquess?
Ditrian canggung. Sungguh, demi dewa, dia ingin sekali bisa leluasa berbincang dengan Evelina. Dan Grand Duke Everon memasang wajah itu! Ya. Wajah yang mengatakan pada Ditrian,ayolah kawan!Dan Ditrian tahu apa maksudnya. Pria itu dengan hati-hati menoleh pada Sheira. "Mm ... Tuan Putri-" "Aku merasa haus," potongnya tiba-tiba. "Yang Mulia Raja, Yang Mulia Grand Duke, dan Lady Evelina ... aku mohon pamit. Silahkan berbincang. Jika Yang Mulia Raja membutuhkanku, aku akan berada di sebelah barat aula. Permisi, dan nikmati pestanya," Putri Sheira tersenyum sembari melepaskan gandengan pada Ditrian. Ia membungkuk sedikit lalu pergi. Tanpa Ditrian sempat mengangguk atau mengijinkan, ia pergi begitu saja. Melenggang melewati tamu-tamu seolah merasa tidak akan ada yang memperhatikannya. Tapi para bangsawan Direwolf ini menatap sinis saat ia lewat. Ditrian masih menatapi punggung Sheira hingga ia menghilang dalam kerumunan
"Aku berciuman dengan Lady Evelina," ucap Ditrian parau. Ia meremas rambut hitamnya sambil tertunduk lesu. "Bukankah itu hal yang bagus?" tanya Everon. Ia melihat Ditrian tiba-tiba setengah berlari menuju ruang serba guna. Grand Duke Everon pun menyusulnya. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres hingga Raja Ditrian bersikap seperti itu. Pria ini terlihat sangat gusar tadi. Kini ia duduk dengan memegangi kepalanya. "Tidak! Ada yang melihat kami!" sergahnya. "Siapa?" "Entahlah. Yang jelas tamu dari salah satu bangsawan. Apa yang akan mereka pikirkan tentangku?!" Everon hanya menepuk bahu tegang Ditrian. Ia menyeringai dan mendengkus geli dengan gelagat sepupunya itu. Beberapa saat kemudian ia mulai bicara. "Tenang saja kawan. Tidak akan ada rumor buruk tentangmu. Sepertinya seluruh pergaulan atas telah merestuimu dengan Evelina. Justru ini adalah hal bagus!" "Tapi ... bagaimana dengan Putri Sheira? Aku baru saja menikahi s
"Evelina! Evelina!" Duke Gidean von Monrad yang gemuk tergopoh. Ia langsung jatuh berlutut dan meraih Evelina dari pelukan Ditrian. "Panggil dokter!" perintah Ditrian. "Yang Mulia! Apa yang terjadi dengan putriku?!" tatap Duke Gidean pilu, ia mulai menangis. Wajah pria gemuk itu histeris, panik. Ia terisak dan wajahnya jadi basah air mata. Ia memanggil nama Evelina berkali-kali. Sesekali menggoyahkan putrinya agar bangun. Grand Duke Everon berusaha menenangkannya. Tak lama, beberapa dokter istana datang. Ditrian bangkit dan membiarkan dokter-dokter itu mengambil alih. Mereka menyentuh nadi dan leher Lady Evelina. Wajah Ditrian memucat. Seorang tamu, putri Duke pula! Keracunan di pestanya. Bahkan ia juga hampir meminum anggur yang sama. Dia merasakan sebuah keanehan. Seharusnya, bagi dirinya seorang Direwolf akan sangat mudah untuk mencium racun di anggur itu. Bahkan bisa dibilang, Ditrian sudah pernah membaui segala macam racun di benua ini.