Share

Keliling Desa part 1

Setengah jam berlalu setelah kepergian Mila, aku pun mulai membereskan peralatan mandi yang tadi kami bawa bersama, saat ingin turun ke sungai.

Badanku terasa sangat segar setelah berendam begitu lama, penat yang kurasakan tadi tak lagi melanda.

Aku mulai menapaki tanjakan yang  dibentuk seperti tangga tersebut, satu-persatu anak tangga kulalui, seolah enggan untuk beranjak dari posisiku yang sekarang.

Namun 'tak mungkin juga aku hanya menghabiskan waktu di dalam sungai dan terus menghitung anak tangga.

Saat melanjutkan langkahku, diam-diam aku tersenyum, teringat akan pepatah lama 'roda terus berputar' begitu juga dengan yang kualami sekarang.

Menapaki anak tangga, seolah kita memulai fase dalam kehidupan. Memulai dari bawah untuk terus menanjak ke atas, selalu berusaha walaupun keadaan tak semudah melalui jalan yang lurus.

Kehidupan —, kadang aku berpikir.

'Untuk apa sih hidup kalau cuma untuk mati?'

Pertanyaan bodoh yang dengan seenaknya singgah dalam pikiran yang keruh.

Seharusnya kita itu bersyukur masih diberi nikmat dan kesempatan untuk selalu berbuat baik, beramal shaleh, menjalani hidup sesuai syariat Islam.

Banyak makna yang bisa kita petik dari kehidupan sebelum mati. Setiap langkah kaki yang kita ayunkan akan menentukan kemana arah yang kita pilih.

Hidup bukan cuma sekedar kata-kata, tetapi hidup adalah sebuah perjalanan untuk menuju hidup yang abadi setelah kematian.

'Tak terasa aku sudah berada di depan  rumah Mila, karena lamunan sesaat tentang kehidupan. Seolah membuat lupa tentang keadaan sekelilingku.

Kakiku mulai menghitung satu persatu anak tangga, rumah Mila. Saat sudah berada di depan pintu, aku disambut oleh Mila.

"Sudah mandinya?" tanya Mila saat melihatku berada di depan pintu masuk.

"Sudah," jawabku singkat dan jangan lupakan senyum manis yang selalu kusuguhkan, dengan tubuh yang berbalut kain panjang dan hijab yang setia menghiasi kepala.

"Gimana? ... sudah hilang penatnya?" tanyanya lagi yang masih setia bertengger diambang pintu.

"Iya," lagi-lagi jawaban yang kuberikan 'tak kalah singkat dari jawaban pertamaku.

"Ya ... ampun nih anak kumat deh, irit bicaranya. Jawab panjang dikit gak apa 'kan," katanya mulai sewot.

"Gak bayar juga 'kan kalau kau bicara banyak," sambungnya lagi dengan wajah yang dibuat-buat seolah dia sedang kesal terhadapku.

Aku hanya tersenyum, karena aku tau ia tidak akan marah cuma karena jawaban singkat dariku. Mila mengerakkan tangannya, lalu mengambil peralatan mandi yang kubawa.

"Ya sudah, sini peralatan mandinya. Kamu langsung ke kamar saja, untuk ganti baju!" serunya kepadaku.

"Iya, aku titip ya," ucapku sambil menyerahkan peralatan mandi yang kubawa.

Ia hanya tersenyum dan berlalu pergi, aku segera pergi ke kamar Mila dan langsung mengganti pakaianku.

Dikamar tak terlalu luas ini, yang hanya berisikan tempat tidur dan satu buah lemari kecil, dengan jendela yang langsung menghadap ke rumah tetangga.

Terasa begitu asri, ditambah dengan beberapa pohon kelapa yang tak terlalu tinggi, menghiasi samping rumah.

Aku mulai mengganti kain panjang yang kupakai dengan baju kurung, menjuntai hingga lutut berpadu dengan rok panjang menutupi hingga mata kaki.

Kami berencana untuk jalan-jalan keliling desa bersama teman-teman yang terlebih dahulu pulang daripada kami.

Di desa Mila, hampir seluruh anak-anak yang seumur dengan kami bersekolah di pesantren tempatku menuntut ilmu, beberapa diantaranya juga ada yang pulang terlebih dahulu dari kami.

Kami membuat janji untuk bertemu dan bertamu ke rumah masing-masing teman, setelah itu kami akan berjalan keliling kampung dan bercanda gurau bersama.

"Lia, sudah selesai belum?" tanyanya sambil melangkah masuk kedalam kamar, menyingkap tabir yang menjadi pembatas.

"Kalau sudah, ayo kita berangkat. Teman-teman yang lain sudah menunggu di depan," sambungnya lagi sambil mendudukkan dirinya ditepi ranjang.

"Sebentar, aku lagi memakai jilbab," ucapku dengan tangan yang masih sibuk dengan jilbab persegi empat.

"Oh iya, sepertinya salah satu santriwan ada yang naksir kamu tuh," ucap Mila memulai topik pembicaraan baru, sambil memandangku dari tempat duduknya.

"Ah, mana ada, itu cuma perasaanmu aja," jawabku tak percaya.

"Ih ... aku serius tahu, kemaren aku dengar dari salah satu santriwan. Katanya ada yang suka sama kamu tapi, aku tidak tahu siapa yang dimaksud oleh dia," sangkalnya setelah mendengar jawabanku.

"Biarin aja lah, selagi tidak menggangu," jawabku enteng menanggapi sangkalan Mila.

"Ya udah, ayo berangkat, aku udah selesai memakai jilbab nih," kataku sambil menarik tangan Mila, supaya dia bergegas berdiri dan berhenti bicara masalah itu.

Aku, tak ingin terlalu memikirkan hal yang diucapkan Mila barusan. Aku tak ingin membebani pikiran dengan hal yang belum tentu pasti.

'Dengan wajahku yang pas-pasan begini, mana ada lelaki yang suka. Paling cuma gimik aja,' ucapku bergumam didalam hati.

***

Setelah selesai berkeliling, kami semua mulai menaiki perahu lagi untuk menyeberang ke hulu sungai. Total kami sekarang ada enam orang, sedangkan yang menjalankan perahu adalah Budi.

Tanpa kusadari, ada sepasang mata yang terus memperhatikan setiap pergerakanku.

***

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوٰتًا فَأَحْيٰكُمْ  ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

kaifa takfuruuna billaahi wa kungtum amwaatang fa ahyaakum, summa yumiitukum summa yuhyiikum summa ilaihi turja'uun

"Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 28)

* Via Al-Qur'an Indonesia https://quran-id.com

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status