Share

Bab 1 - Empat Pangeran

Di sebuah kedai makan, kedai yang letaknya berhimpitan diantara toko-toko, jalanan disekitar penuh orang yang berlalu-lalang disertai pencahayan lampu malam. Kedai itu juga saat ini sedang ramai lantaran sebagai tempat persinggahan orang-orang yang ingin mengisi perut mereka.

Seorang gadis pelayan berambut hitam membawa nampan makanan, untuk mengantarkannya ke meja pelanggan.

"Rin, kalau pekerjaanmu sudah selesai, manajer bilang kau boleh pulang," ucap gadis yang juga pelayan di situ.

"Baik"

Rin, gadis SMA tahun ketiga. Ia bekerja di kedai makan waktu malam, karena waktu paginya ia gunakan untuk bersekolah. Dan kini jam kerjanya sudah selesai, dan sedang bersiap untuk pulang. Bekerja part time membuatnya sedikit kelelahan karena dari pagi sampai sekarang dia belum beristirahat, dia ingin segera berada dirumah.

"Terima kasih untuk kerja samanya!" Rin keluar dari kedai, berjalan di trotoar jalanan menuju tempat tinggalnya.

Rin tinggal sendirian di sebuah apartemen kecil, karna dia seorang yatim piatu, dia bekerja sambi bersekolah untuk menghidupi dan membayar sewa apartemen sekaligus dispensi sekolahnya. Dari kecil, dia sudah terbuang oleh orang tuanya.

Entah alasan apa, di umur lima tahun dia dititipkan di panti asuhan oleh mereka. Ya, walau begitu, dia tidak mengeluhkan apapun, dia tetap optimis dan terus berusaha bertahan hidup.

Rin sampai di apartemen. Kamarnya terletak di urutan ketiga lantai atas. Rin membuka kunci pintu, lalu menyalakan lampu ruangan.

"Ke.te.mu"

Rin terperenjat, baru saja dia mendengar suara laki-laki tepat di telinganya. Dia celingukan menyisir ruangan apartemennya, tak ada siapapun. Siapa?

Tubuhnya bergetar, seakan ketakutan kalau-kalau ada orang yang akan menyelakainya. Matanya masih menyisiri ruangan. Tiba-tiba sebuah tangan kekar membungkam mulutnya dari belakang, ketakutannya menjadi nyata, Rin berteriak histeris dalam bungkaman tangan kekar itu.

Sejenak Rin melihat wajah yang menyekapnya menyeringai iblis, lalu mereka berdua menghilang. Ruangan apartemen itu tinggal menyisakan tas Rin saja.

*****

Matanya mengerjap saat membuka mata, penglihatannya buram lalu perlahan menjelas. Dia terbaring dan bangkit, masih linglung dia memandangi sekitar.

Ini di mana?

Matanya melebar, kesadarannya penuh, ini bukan tempat yang dia kenal. Rin menyadari kalau dia berada di sebuah jeruji besi, dia di dalam penjara. Kenapa dia di sini?

AH!

Tiba-tiba dia teringat, sebelumnya dia disekap oleh seseorang saat di apartemennya waktu dia baru pulang bekerja, dan berakhir di sini. Dia tidak tau apa yang terjadi sebenarnya, kenapa seseorang mau menculiknya.

Dia mencoba membuka jeruji sambil berteriak meminta pertolongan berharap ada yang mendengarkannya, walau faktanya tidak ada tanda-tanda satupun orang disitu.

Dan lagi, tempat ini sungguh asing dan sedikit menyeramkan. Penerang hanya menggunakan lilin obor di beberapa sisi tembok. Dilihat, penjara ini berada di bawah tanah, di sisi kanan dan kiri adalah lorong.

“Tolong! Siapapun di sana, tolong aku!”

Rin bersikeras berteriak. Percuma, dia pun menyerah, tak akan ada yang mendengarnya di tempat seperti ini. Rin terduduk di tanah yang dingin, tubuhnya bergetar dan tangannya memeluk tubuhnya sendiri, meringkuk di tembok, dia ketakutan.

Sebenarnya ini di mana?

Tap Tap Tap....

Terdengar suara langkah, seperti menuju ke sini, dan semakin dekat. Lalu, suara langkah itu berhenti dengan munculnya empat pasang sepatu boots pantofel di depannya. Rin mendongak memeriksa pemiliknya, ada empat laki-laki berbaju pangeran berdiri memandangnya. Dengan cahaya obor, Rin bisa melihat jelas tampilan dan seperti apa rupa mereka. Rin jelas tahu mereka semua itu bangsawan.

Samping kanan, pangeran bersurai panjang warna merah yang diikat tinggi serta poninya menutupi mata, dengan busana bangsawannya berwarna senada, Rei. Disampingnya berambut hitam agak lebih tinggi dengan busana coklat, Ryan.

Sebelah kiri, pangeran berambut perak dengan busananya berwarna putih, Alan. Dan yang paling depan tepat di dekat jeruji Rin, pangeran berambut blonde dengan outfit berwarna coklat gelap, Damian.

Salah satu dari mereka yang paling depan bersuara, “Yo! Bagaimana dengan sambutannya?”

Rin berdiri dan mencoba meminta tolong, “Tolong! Tolong aku, keluarkan aku dari sini!”

“Sepertinya baru awal saja kau sudah memberontak ya” jawabnya dingin, Rin sedikit tercekat.

Tunggu... Rin tiba-tiba teringat dengan wajah laki-laki di depannya ini, wajah itu, ternyata dia yang menyekapnya saat di apartemen.

“Kau! Kau yang ... menyekapku saat di apatrtemen?!” teriak Rin pada laki-laki berambut blonde itu.

“Lalu kenapa?” balasnya dengan nada dan wajah sama datar.

Rin mendelik tak percaya. “Kenapa...”

“Apa maksudmu? Ke-kenapa aku disini, kalau begitu... sebenarnya siapa kalian?” Rin bergetar. Apa yang sebenarnya keempat pangeran ini pikirkan. Wajah mereka terlihat menakutkan dengan ekpresinya yang datar.

“Seorang gadis manusia sepertimu tak perlu tahu.”

Mereka berempat pergi meninggalkan Rin, mereka hanya sekedar melihat gadis mereka (?).

Lalu, apa yang akan mereka perbuat padanya... apa mereka akan menjualnya kepada suatu tempat atau sebagainya? Itu yang terlintas di pikiran Rin.

*****

Empat pangeran itu berjalan keluar dari penjara bawah tanah setelah dari tempat penjara Rin berada.

“Apa kita tak apa membiarkannya begitu saja?” tanya Rei pada saudara kembarnya yang berambut blonde, Damian.

“Apa maksudmu? Dia pantas mendapatkannya,” jawabnya dengan tenang

“Tapi, bukankah kita membawanya ke sini untuk tujuan kita?”

“Itu benar. Menurutku, seharusnya kita langsung membawanya ke kastil” sela pangeran berambut perak, Alan.

“Dia hanya makhluk rendah, aku benar-benar tidak percaya kalau dewi pengubah takdir adalah sosok gadis manusia biasa seperti dia. Huh, itu lelucon konyol!” cibir Damian tak suka. Sedangkan pangeran yang satunya, Ryan yang berambut hitam hanya berdiam seakan tak peduli dengan pembicaraan.

****

Beberapa hari lalu, saat setelah penyerangan kastil wilayah Devon.

Lima pangeran Devon tengah berada di dalam aula perkumpulan, tempat yang disediakan Devon yang biasa digunakan dalam konferensi berbagai wilayah dan ras dunia bawah, disebut Stain Hall.

Mereka berada disana atas panggilan kakak tertua mereka yang tak lain pemimpin Devon, Lumiere.

“Berdasarkan penyelidikanku, penyerangan itu berasal dari ras faksi kehancuran” Lumiere berujar dengan tenang, bahkan posisi duduknya menyilangkan kaki, tapi keempat adiknya terkejut.

“Faksi kehancuran? Bukankah itu...” ujar Alan menggantung

“Behemoth.” timpal Damian.

Saudara yang lain terkejut, air muka mereka masam. Sebenarnya, awalnya mereka sudah menebak saat empat pangeran bertarung dengan pemimpin penyerangan itu. Siapa sangka insting mereka ternyata benar.

Behemoth adalah ras yang masuk dalam daftar faksi kehancuran. Dimana mereka adalah ras yang memiliki hasrat dan idealisme terhadap kekuasaan.

Saat mereka membunyikan lonceng penyerangan pada suatu ras atau wilayah, mereka akan berupaya untuk merebut kekuasaan wilayah yang menjadi targetnya dan menghancurkannya. Devon adalah wilayah terluas dan bermartabat di dunia bawah, alasan mereka menyerang pun juga memiliki unsur balas dendam atau penghianatan.

“Kenapa mereka menyerang kita?” tanya Alan, “memang apa yang sudah Devon perbuat? Kita bahkan tidak terikat dalam persekutuan apapun” sambungnya

“Untuk berbalas dendam.” sahut Lumiere

“Apa?” pekik Damian, “bagaimana bisa?!”

“Kalau tidak salah, saat terakhir itu, dia menyebut namanya... Argon?” Rei berkata sambil tangannya memegang dagu, seperti sedang berpikir.

Ryan ikut menimpali sambil matanya tertutup, “Dia itu tangan kanan Behemoth.” Ternyata Ryan juga lebih tahu.

“Tangan kanan?” beo Rei

“Berarti dia sekaligus pelopornya ya?” tanya Rei retoris.

“Informasi itu belum sepenuhnya lengkap. Tapi, saat mereka sudah membunyikan lonceng mereka... itu berarti sekarang mereka adalah musuh kita,” ujar Lumiere mendeduksi.

Mereka semua yang disitu merenung dan fokus pada pikiran masing-masing. Damian menggertakan giginya.

*****

Rin menelungkupkan kepala diantara dua lututnya, dia sama sekali tak berkutik. Berada di dalam penjara terlebih di tempat asing, dia sama sekali tidak tau apa yang harus diperbuat. Meminta tolong percuma, mengingat ada empat pangeran yang memenjarakan gadis yang tak tahu apa-apa seperti dia, baru pulang dari bekerja dia sudah dibawa kesini, mau kabur pun bagaimana caranya?

“Sampai kapan kau berdiam seperti itu.”

Rin mendengar suara laki-laki di dekatnya, Rin mendongak. Salah satu pangeran yang sebelumnya datang ke sini dengan keempat pangeran lainnya, Ryan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status