Share

Bab 2 - Eve?

Rin terkejut dengan kedatangan pria itu. Apa yang dia lakukan disini? Dan dia ke sini sendirian, tidak dengan tiga saudaranya yang lain.

Ryan menyentuh pintu jeruji dan mengutak-atiknya disana, Rin hanya memandanginya. Lalu terdengar suara besi yang berisik.

Kreek....

Pintu jerujinya terbuka, Ryan membukanya. Rin memandang tak percaya, sungguh apa yang sedang dilakukan pria ini, pikir Rin.

 “Keluar!” perintah Ryan.

“Eh? Tunggu, kenapa kau-”

“Keluar!” perintah Ryan sekali lagi.

Pada akhirnya Rin mengikuti perintah pria itu, lalu Ryan menarik tangan Rin hingga membuat gadis itu tersentak, membawanya ke lorong di sebelah kanan, jalan untuk keluar dari tempat ini.

“Tu-tunggu, kau mau membawaku kemana?”

Ryan tidak menyahut sedikitpun, masih terus menarik Rin dan membawanya. Mereka berhenti di sebuah pintu kamar berukuran besar dan bewarna coklat yang berada di ujung lorong kastil. Ya, mereka sudah memasuki kastil Devon, tempat di mana para pangeran tinggal.

“Ini...” Rin menoleh ke arah Ryan, pandangannya seperti meminta penjelasan dari tindakannya.

“Kamarmu,” ujar Ryan menjawab kebingungan Rin, “masuklah!” imbuhnya.

Ryan berlalu, namun saat hendak melangkah pergi, Rin bersuara membuat langkahnya terhenti. "Kenapa kau melakukan ini? Membebaskanku. Padahal kalian sebelumnya mengabaikanku."

Pria yang ditanya tidak menjawab, malah kembali melangkah dan meninggalkan Rin yang masih terdiam di depan pintu kamarnya, memandangi punggung Ryan hingga menghilang di balik tembok.

Pria bersurai hitam yang berstatus pangeran itu membawanya kesini? Rin masih bertanya-tanya, lalu beralih menoleh ke pintu. Mungkin sebaiknya aku masuk saja kah?. batinnya.

**

 “Ryan!” Seruan seseorang membuat Ryan menoleh ke belakang, ternyata Rei. Pangeran bersurai merah panjang itu berjalan ke arahnya, sambil melambaikan tangan menyapa.

 “Aku mencarimu.”

 “Kau perlu sesuatu?”

 “Ah, tidak kok. Bagaimana dengan Nona itu?”

 “Ya, aku sudah mengantarkan ke kamarnya.” Ryan melangkah pergi begitu saja, sedangkan Rei hanya menatapnya dengan senyuman kecil, memandangi adiknya yang semakin jauh.

 Ryan memiliki sifat yang pendiam, tidak terlalu banyak bicara. Sedikit jarang berinteraksi dengan saudara-saudaranya karena lebih suka menyendiri. Rei, sebagai kakak yang beda satu tahun sering mendekatinya dan memberi perhatian untuknya. Di mata Ryan, Rei adalah kakak yang baik.

 *****

 Kamar dengan nuansa merah maroon, dindingnya dihiasi pattern warna senada, ada beberapa pot bunga mawar merah disana. Gadis bersurai hitam dengan dress biru tua selutut lengan putih, tengah duduk di atas empuknya kasur berukuran besar di sana.

 Gadis itu, Rin. Yang tidak tau menahui terdampar di tempat asing ini, tidak tau apakah ini masih di dunia manusia atau di tempat mana yang tidak dia kenal. Sudah sehari setelah dibebaskan dari penjara oleh salah satu pangeran yang ‘memenjarakannya’, disinilah ia sekarang. Tak tau harus melakukan apa, diapun hanya bisa berdiam diri di sini.

 Tok Tok Tok

 Suara ketokan pintu membuat Rin menoleh, ia segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dia mendapati seorang lelaki dengan rambut merah panjang yang diikat tinggi.

 “Maaf mengganggu waktumu, maukah kau ikut bersamaku?”

 **

 Rin berjalan menyusuri lorong kastil bersama lelaki yang membawanya, Rei. Mereka berjalan tanpa bersuara, karna Rin merasa canggung dengan suasana seperti itu, akhirnya dia yang mencoba memulai bersuara.

 “Anu.. kita mau kemana?”

 “Kau akan tahu nanti.” Rei menyahut dengan pandangan masih lurus ke depan.

 "Apa yang akan kalian lakukan padaku?” tanya Rin lirih, tapi cukup membuat Rei melirikan matanya.

 “Nona, apa kau se-khawatir itu?”

 “Eh? Nona?”

 Rei hanya menatapnya dengan seulas senyum. Rin masih bertanya-tanya, sebenarnya siapa mereka dan kenapa mereka membawanya kesini, dan dimana ia sekarang.

Kemunculan ada empat pangeran yang ternyata membawanya kesini masih berupa pertanyaan untuk Rin. Dia mengikuti apa yang akan terjadi selama ini karna tak memiliki apapun yang bisa dia perbuat.

 “Nah, kita sampai.”

 Sebuah pintu dua daun terpampang di hadapan Rin, Rei membukanya dan mempersilahkan Rin masuk.

 Saat memasukinya, Rin mendapati ada tiga lelaki yang waktu itu menghampirinya saat di penjara, dan seseorang yang sedang duduk membelakanginya. Kemudian orang itu memutar kursi, sosok laki-laki dewasa dengan surai ungu gelap menatapnya. Lumiere.

 “Apa kabar, Nona Roselia,” sambutnya.

 Roselia?

 “Aku tau, kau pasti bertanya-tanya kenapa kau ada di sini?” Lumiere tepat menebak.

 “Tapi sebelum itu, sebaiknya kami memperkenalkan diri,” Lumiere menatap ketiga lelaki yang berdiri disebelah kirinya.

 “Aku Damian.” ucap lelaki berambut blonde dengan ketus

 “Ryan.” Lelaki yang disamping Damian.

 “Aku Alan. Salam kenal, kak Rin.” Lelaki yang berambut perak memperkenalkan dirinya dengan terbuka.

 “Dan yang di belakangmu, Rei. Dan aku Lumiere, di sini aku yang tertua dan sebagai pemimpin.”

 “Juga...” Lumiere manatap menyesal, “Maafkan kami atas yang kami lakukan, dan yang adik-adikku lakukan padamu. Kudengar, kau dibawa secara paksa dan dipenjara?”

 “Benar?” Lumiere melirik ketiga adiknya dan Rei yang di belakang Rin, mereka berempat memalingkan muka, sungguh tak mau mengaku.

 “Ah, tak apa. Aku sudah melupakan itu,” kata Rin mengulas senyum tulus. Pada dasarnya, Rin gadis manusia yang polos dan lemah lembut.

 “Itu ide Damian!” seru Alan.

 “Ya, itu Damian.”

“A-apaa!” Damian mnjadi terpojok.

 Ketiga pangeran menyalahkan Damian. Dan orang yang dituduh malah merengut sendiri.

 “Anu.. Sebenarnya, ini di mana?” tanya Rin mengalihkan suasana.

 “Dunia bawah.”

 Eh?

 “Aku bisa mengerti betapa bingungnya dirimu, di bawa ke sini tiba-tiba.” Lumiere menautkan tangannya di atas meja, melihat wajah gadis di depannya yang sepertinya memang butuh penjelasan.

 “Ini adalah dunia bawah, dunia yang keberadaannya di balik dari dunia manusia. Dan tempat yang kau tinggali sekarang adalah kastil Devon...” jeda Lumiere, “dunia bawah memiliki wilayah dan ras yang sudah terbagi, dan Devon wilayah terluas dan terdamai di antara wilayah lain, dan ras kami adalah iblis. Namun, sekarang dunia bawah dan Devon berada dalam ancaman kekacauan.”

 Rin terkejut sejenak, lalu Lumiere melanjutkan penjelasannya.

 “Beberapa waktu lalu, kami diserang oleh ras pengrusuh, Behemoth. Ras itu memberi ancaman bagi kami, mereka juga pandai dalam manipulasi, jadi kemungkinan mereka juga akan mengundang ras lain untuk ikut memberontak. Dan itu bisa saja memicu kekacauan dunia bawah.”

 “Alasan apa mereka menyerang kalian?” sela Rin.

 “Hm? mungkin balas dendam,” ungkap Lumiere. “Mungkin Devon memang memiliki hutang dengan mereka.”

 Lumiere melanjutkan, “Kami hampir putus asa sewaktu tidak memiliki cara untuk menyangkalnya. Sebagai pemimpin, aku juga bertanggung jawab atas wilayahku. Tapi, akhirnya kami mendapat sebuah ilham. Kami mendapat ramalan masa depan, memperlihatkan takdir dan nasib. Kami membutuhkan bantuanmu... karena masa depan kami ada padamu.” Lumiere menatap Rin lekat dan tegas.

 Rin terdiam mendengar itu, ‘masa depan ada padamu’. Kalimat itu mencekatnya, dia masih kebingungan, dia menebak alasan dia dibawa kesini...

 “Maka dari itu, kami membawamu. Ramalannya memperlihatkan, seorang gadis yang akan mengubah takdir dunia ini. Dan waktu dimana itu datang, taman Eden akan terbuka menerima Eve baru dan mengubah segalanya,”

 Lumiere bangkit dari duduknya, kelima pangeran itu berkumpul, berdiri di hadapan Rin dan serempak berkata, “Dan tolong, jadilah Eve kami!”

 *****

 Taman penuh mawar biru yang terpapar cahaya bulan membuatnya seakan bersinar, gadis berambut hitam itu menatap langit malam yang terang karna bulannya. Duduk di bangku taman sendirian, masih memikirkan ungkapan dari kelima pangeran kastil ini.

 Sosok tinggi bersurai hitam kebetulan lewat dan tak sengaja melihat gadis yang duduk di taman itu, seolah tergerak sendiri, dia menghampirinya.

 “Apa yang kau lakukan disini?”

 Gadis itu menoleh mendengar suara yang membuyarkan pikirannya, “Ryan?”

 “Aku hanya masih belum percaya, apa yang kalian ungkapkan kemarin membuatku terasa bingung,”

 Ryan ikut duduk di samping Rin, dan mendongak menatap bulan. “Kau boleh tidak mempercayainya.”

 Ujaran pangeran di sampingnya membuat Rin menoleh terkejut, “Kenapa?”

 “Taman Eden itu, ramalan itu, dan Eve yang mengubah takdir dunia kami... adalah sebuah harapan. Bagi manusia sepertimu, itu hal yang tak masuk akal” Ryan menoleh ke Rin, tatapannya datar seperti biasanya.

 “Tapi, kau... adalah seorang Eve yang harus memetik buah dari pohon di taman itu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status