Share

Bab 5 - Diskusi

“Ini cara yang licik.”

Lumiere mengelus dagunya, alisnya yang garang mengerut.

“Kak Rei menyuruhku menghubungimu, sekarang dia sedang berdiskusi dengan kak Ryan.”

Lumiere mendongak. “Damian?”

Alan mendengar pertanyaan itu, bola matanya melirik sana-sini “Dia... pergi duluan.”

“Apa dia bodoh?!” cetus Lumiere jengkel.

“Dia tidak tahu apa yang dia lakukan itu!” geram Lumiere.

**

Kastil Behemoth.

“Cih! Dimana gadis ramalan itu? Dan kenapa tempat ini sama rumitnya dengan Auditorium Lumiere!”

Sepanjang Damian menulusuri kastil, dia tidak berhenti menggerutu. Selain tidak menemukan apa yang dia cari, dia juga sedikit kesulitan karna terdampar di tempat yang sama. Dia tersesat. Sosok pangeran jaim yang datang jauh-jauh ke tempat musuh dengan berbekal keras kepalanya untuk menemukan ‘Rin’.

Terlebih, di kastil ini, banyak para penjaga yang berpatroli. Tapi, tampang mereka seperti cicak pengantuk yang bodoh, pikir Damian. Dengan kesempatan itu, dia lebih leluasa menyusup tanpa ketahuan, tapi yaa.. itu bukan menjadi salah satu kelebihannya sih.

“Hoaam...” salah satu penjaga menguap, di temani oleh temannya menjaga di bagian hallway.

“Kau menguap terus dari tadi” celetuk teman disampingnya.

“Itu karena aku belum tidur dari kemarin tahu!”

“Memang apa yang kau lakukan?”

“Oh, itu.. Aku diberi tugas Tuan Onel menjaga tahanannya.”

“Oh, yang waktu itu Tuan Onel bawa ya? Hee.. enak sekali.”

“Haa? Apanya?”

“Kau ini, orang yang Tuan Onel bawa itu cantik banget!”

“Kau naksir, seriusan?”

Damian yang tak jauh dari dua penjaga itu mendengar pembicaraan mereka, dia menebak kalau yang mereka maksud itu Rin. Dia pun berencana mendapat informasi tempat Rin berada dari mereka, dengan menangkapnya. Namun, saat akan bergerak. Dua orang datang menggagalkan aksinya, Damian kembali bersembunyi.

Seorang pria tegap yang mengenakan jubah dan both hitam, pria satunya memakai tunik ketat dan pedang di pinggangnya. Mereka berdua berjalan mengarah ke pintu yang ada disisi kanan lorong itu. Dua penjaga tadi menundukkan kepala hormat pada dua pria itu. Pria yang bertunik ketat melirik ke belakang seperti merasa sesuatu sebelum memasuki pintu. Damian yang merasa diintimidasi oleh sepasang mata, lebih merapatkan tubuhnya ke tembok.

“Aku hampir ketahuan..”

“..Tapi, siapa mereka? Dua orang itu seperti asing dari Behemoth yang aku tahu, apa mereka dari ras baru?”

**

“Bagaimana diskusi kalian?”

Lumiere masuk ke ruangan disusul Alan di belakangnya. Rei dan Ryan yang di ruangan itu menoleh. Kakak tertua mereka sudah datang.

“Kami belum sepenuhnya memulainya, kami menunggumu.”

Lumiere duduk bergabung dengan mereka.

“Jadi, pelaku dari penculikan ini?” tanya Lumiere.

“Ya, divonis kalau ini ulah Behemoth.” jawab Rei.

Ryan ikut menimpali, “Surat ancaman. itu ciri khas mereka. Bagi ras pemberontak, memberi gertakan adalah cara mereka memulai perang, dan memprovokasi adalah cara mendapat simpati dari target mereka. Dan surat ancaman ini.. masuk ke dalam sikap gertakan. Motif penculikan ini adalah mereka ingin memulai perang dengan alih-alih menculik Rin.”

Lumiere, Rei dan Alan melongo memandang Ryan. Siapa sangka, saudara mereka yang seperti manusia patung ternyata bisa bicara lebar seperti itu. Rasanya ini langka.

“Whoaa, Kak Ryan, kau bisa bicara ternyata.” pekik Alan dengan heboh sendiri.

“Alan, dia kan memang bisa bicara.” sahut Rei.

“Menurutku, dia baru bisa bicara.”

“Kak Lumiere! kenapa kau ikut-ikutan?!” Rei sedikit menyungut. “Sudah-sudah! kita ini sedang berdiskusi tahu!”

Mereka kembali pada pembicaraan utama.

“Begitu ya, jadi ini gertakan. Suatu hal lumrah mereka menantang kita karna bagaimanapun juga mereka musuh bebuyutan Devon dari dulu.”

“Penyerangan waktu itu, mungkin memang Devon punya hutang atau hal lain yang membuat mereka bergerak, tapi kenapa harus nona Rin yang mereka culik.” sahut Rei.

“Yaah... entahlah.” Lumiere menyenderkan diri sambil menaruh tangannya ke belakang kepala dan memejamkan matanya.

“Apa maksudmu, apa kau tahu sesuatu?”

Lumiere membuka matanya, “Mungkin,”

“Kak Lumiere!” tegur Rei. Dia jengah dengan sikap Lumiere yang suka setengah-setengah.

Lumiere bangkit, “Jujur saja, aku sedikit terkejut mereka tiba-tiba bergerak, bahkan dia mengambil gadis itu. Ramalannya sudah menyebar ke seluruh ras dunia bawah termasuk Behemoth. Tapi, ada satu hal baru muncul.”

Ketiga adiknya menyimak perkataannya. “ Aku mendapat informasi dari Burung neraka yang aku kirimkan untuk memata-matai mereka. Behemoth menentang Eve.”

Mereka bertiga tercekat. “Apa?!”

“Tunggu, kenapa mereka...”

“Ini baru pertama terjadi. Eve adalah tonggak dari ketiadaan villainize, agar naluri asli makhluk dunia bawah terkunci. Tapi, Behemoth dari dulu dikenal sebagai makhluk pembangkang.”

“Jadi itu alasan mereka menculik kak Rin?” tanya Alan sedikit memekik

“Bisa jadi.”

“Apakah mungkin.. mereka ingin membentuk idealisme mereka sendiri?” perkataan Ryan mengejutkan Rei dan Alan.

“Ini akan jadi masalah besar,” gumam Rei.

Bagi seorang penjaga seperti mereka, jika ada ras yang ber-kontra pada “Eve”, bahkan melenceng dari tatanan ‘ketuhanan’ dunia bawah. Itu adalah hal besar.

Tugas dari Sang Penjaga adalah pendamping Eve, sebagai wali yang menggantikan tanggung jawab sewaktu Eve menghilang seperti sekarang. Serta penindaklanjuti jika ada yang melenceng dari aturan dunia bawah, seperti ras yang menentang dan pemberontak.

“Kita harus mencegah itu, sebisa mungkin.” ucap Rei.

“Jika Eve dibinasakan, maka idealisme Behemoth akan terwujud, dan dunia bawah akan sepenuhnya runtuh dan kacau.” timpal Lumiere.

“Eeek...bagaimana dong, ini! Kalau dunia kacau kayak gitu, aku gak bisa main basebol!” panik Alan.

“Bodoh!” Rei memukul kepala Alan sambil menyungut. Alan meringis sambil memegang kepalanya.

“Kalau begitu, kita ambil strategi. Ah ya.. soal anak bodoh yang sudah terdampar di markas mereka, kita gunakan dia sebagai umpan saja.” (ah, kejamnya Lumiere)

“Prioritaskan Roselia. Alan, buatlah strategi babak awal dan penyusupan.” perintah Lumiere.

“Serahkan saja padaku!” Alan antusias.

**

“koaakk... koaakk...”

Seekor burung gagak hinggap di ranting dekat jendela. Di balik jendela itupun, berdiri pria yang memandangi burung gagak itu, beberapa saat kemudian, gagak itu pergi lagi.

Pria itu membalikan tubuhnya. “Devon akan segera bergerak.”

Mata pria itu memandang dua orang duduk di depannya, menyeringai. “Kalian siap?”

Dua orang yang dimaksud merespon. “Yaa, tentu saja! Argon.”

“Panggil Onel!” teriak Argon pada penjaga di luar pintu yang menyahut.

“Baik Tuan!”

Lalu beberapa saat, Onel datang.

“Yahoo! Senior!” Onel melambaikan tangan di balik pintu dan masuk.

“Waah, kalian datang juga. Felin, Doric.” sapa Onel kepada dua orang yang duduk.

“Onel, bagaimana kerjamu?”

“Ah, aku sudah melakukan tugasku.”

“Kau ingin mendapat pujianku?” Argon menatap mata Onel yang kelam.

“Kalau kau ingin medapatkannya, sukseskan penyerangan ini!” ucapnya tegas.

Onel terdiam sebentar, “Ya, Senior!”

“Bagus!” Argon mengelus puncak kepala Onel. Sekilas, ekpresi Onel muram.

Mori mori

cerita ini masih aku kembangkan agar pembaca bisa menikmatinya. Semoga suka, aku akan lebih berusaha!

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kholfadin Sbputra
Terimakasih Atas pengembang nya, Yg membuat Cerita Ini... Sangat Menarik dan Mudah Di pahami...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status