Share

LUKA 5

"Maksud kamu?"

"Kami dulu dijodohkan, kami menikah tanpa cinta. Dan pernikahan kami hanya seumur jagung. Kami memilih berpisah karena tak ada kecocokan," jelasku kemudia pada Mas Byan. 

Pria itu masih bergeming menatapiku. Sejenak melihat ke arah Mas Dipta yang masih duduk di tempat yang sama. 

"Friska tau?"

Aku mengelengkan kepala. Mas Byan memanggutkan kepalanya pelan.

"Wah, aku sampai bingung mau berkata apa," ucap Mas Byan. Pria berkumis tipis itu sesekali memegangi tengkuknya.

"Tapi Friska harus tau," ucapku kemudian. Mas Byan mengangguk setuju.

"Friska sedang jatuh cinta, dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Jelas ini bukan hal yang baik untuknya, dan pasti akan menyakitinya," ucap Mas Byan kemudian.

"Tapi akan lebih sakit, kalau dia tau dari orang lain kan mas?" 

"Kamu baik-baik saja?" tanya Mas Byan. Sejenak dia memindai wajahku.

"Walaupun kamu bilang tak saling cinta, tetap terasa tidak nyaman pastinya," lanjutnya lagi. 

"Aku baik-baik saja mas," jawabku. Mas Byan tersenyum masam.

"Biasanya apa yang bibir ucapkan, berbeda dengan hati. Iya kan?" Aku mengangguk pelan. Mas Byan benar, aku tak baik-baik saja.

"Iya, mas benar," jawabku lirih "Ini bukan hal yang baik, aku takut menggangu hubunganku dengan Friska."

"Sekarang apa rencana kamu?" 

"Aku besok malam akan menceritakan semua ke Friska."

"Iya, lebih cepat, lebih baik. Semoga hal ini tak menganggu hubungan kalian. Aku coba membantu memberi pengertian juga padanya nanti," ucap Mas Byan.

"Makasih, mas."

"Tak perlu berterima kasih, terima saja tawaranku kalau sudah senggang. Sebuah makan malam, ah bahkan aku masih mengarapnya. Meski aku tau kamu tak mau denganku." 

Mas Byan mengusap wajahnya. Memang beberapa kali dia mengajakku keluar. Tapi aku benar-benar sibuk sehingga belum meresponnya.

"Maaf, beneran sibuk. Aku juga dah kangen ikan bakar Mang Ujang. Mungkin minggu bisa kita keluar," ucapku.

Wajah itu berpaling ke arahku. Kami dulu sangat akrab, aku menganggapnya seperti kakak sendiri. Walau pada kenyataannya aku mulai sadar dia memiliki rasa padaku. 

"Berarti kita bawa pasukan?" tanyanya kemudian, aku tertawa mendengar istilah pasukan.

"Iyalah mas," jawabku.

"Baiklah, apa sekalian saja lamaran?" goda Mas Byan seperti biasa.

"Ish, apaan sih," ucapku manyun. "Mas dah malam, aku pulang dulu," pamitku.

"Ya udah, hati-hati. Semoga semua akan baik-baik saja."

Aku mengangguk, kulihat ke arah lain. Mas Dipta sudah tak ada di sana. Aku beranjak dan berjalan keluar kafe, ada rasa lega tapi tetap saja masih ada rasa tegang dalam hatiku. Bagaimana besok respon Friska akan kebenaran ini.

Mobil kulajukan pelan, mama memintaku mampir ke toko buah. Sebuah toko buah yang tak jauh dari rumah menjadi pilihan. Setelah memarkir mobil, gegas aku turun. Kembali membuka pesan dari mama di ponselku, apel, pepaya dan beberapa buah lainnya. 

Aku melangkah menuju troly yang berjajar di sisi kanan pintu masuk. Menariknya satu dan mulai memasukkan pesana yang mama minta. Sedikit terkesiap saat seseorang menjajarkan langkahnya denganku.

"Mas, ngapain di sini, ngikutin aku?" tanyaku.

"Iya," jawabnya.

Dia tak banyak berubah tetap egois dan keras kepala. Aku menghela nafasku, mencoba mengatur rasa yang bergejolak dalam dada ini. 

"Mas maunya apa sih?" tanyaku kesal.

"Kamu," jawabnya, kali ini dia menatapku.

"Aku nggak mau," jawabku membuang pandangan ke sisi lain.

"Beri kesempatan satu kali lagi, mas akan menebus semua kesalahan yang sudah mas lakukan padamu," ucap Mas Dipta. Beruntung sekitar tak terlalu banyak pengunjung. Aku tak menghiraukannya, kusudahi belanjaku walau belum semua terbeli, dan menuju ke kasir.

Mas Dipta masih mengikutiku, lembaran uang berwarna merah dia keluarkan sebelum kasir selesai menghitung.

"Dua ratus tiga puluh tiga ribu rupiah," ucap mbak kasir yang terlihat bingung saat aku menyodorkan debit card dan Mas Dipta menyodorkan tiga lembar uang berwarna merah.

"Maaf, mesin edc kami sedang rusak, saya terima uang cash nya saja ya," ucap mbak kasir, mengambil uang dari tangan Mas Dipta. Aku sedang tidak membawa uang tunai, tak mungkin aku cancel belanja, nggak enak sama mbaknya.

"Terima kasih, selamat datang kembali," ucap mbak kasir ramah. 

Mas Dipta membawa kantong plastik berwarna putih yang berisi beberapa kilo buah itu. Aku beranjak keluar tanpa kata, berjalan menuju mobilku.

"Buahmu," ucapnya saat aku membuka pintu mobilku.

"Mas bawa saja," jawabku. Dia tak mendengarku, memasukkan belanjaanku di jok belakang tanpa kata. Akupun tak menghiraukan nya, langsung masuk ke mobilku.

Kutarik nafasku dalam saat mobilku mulai melaju keluar area parkiran tempat tersebut. Kepalaku mendadak sakit sekali, apa pria itu sudah benar-benar gila. Masalahku sepertinya bertambah dengan kegilaan Mas Dipta.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
Cobalah buka hati Kayana.. ngapain memelihara cinta buat Dipta dgn alasan trauma menjalin cinta sm laki2 yg lain.. Dipta akan berhenti mengejarmu klo kamu sdh ada calon.. hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status