Share

Chapter 6

Mereka, Abimanyu  dan Dhilla sedang dalam perjalanan ke rumah Dhilla sekarang. Abimanyu harus ke perusahaan orang tuanya, untuk menyelesaikan sesuatu. Laki-laki tampan itu, sungguh ingin sekali merajut mulut sekretarisnya, lebih tepatnya sekretaris Papanya yang tidak tahu malu mengganggu kegiatannya dengan Fadhilla.

Suasana di dalam mobil hening. Abimanyu yang kesal dengan sekretaris papanya dan juga Dhilla yang dirundung malu karena kejadian tadi. Ditambah saat ini, ia memilih menghindari bertatapan dengan Abimanyu.

Saat ini, Dhilla menemukan sisi lain Abimanyu yang membuat mata dan hatinya tidak tahan menatap laki-laki itu.  Kemeja putih yang dilipat sampai lengan dipadukan dengan celana slimfit bahan, membuat sosok Abimanyu semakin tampan dan berkharisma. Usianya yang baru 18 tahun, tertepis sudah oleh penampilan Abimanyu saat ini.

Abimanyu berdehem, memecah kesunyian yang merengkuh keduanya, “Kamu mau ikut aku ke kantor?” tawar Abimanyu dengan canggung. Ia sungguh belum ingin berpisah dengan gadis ayunya.

Dhilla menoleh ke samping sejenak untuk melihat Abimanyu yang sudah menatapnya. Dhilla langsung menggeleng, “Nggak, aku langsung pulang aja.” Tolaknya segera berpaling menghadap depan.

Melihat wajah Abimanyu, Dhilla jadi teringat apa yang dilakukan laki-laki itu padanya tadi.  Pipinya kembali merona dan terasa panas mengingat perbuatan gila Abimanyu itu. Kepalanya menggeleng pelan berusaha melupakan kejadian panas itu.

Mobil yang dikendarai Abimanyu berjalan pelan menyusuri jalan komplek rumah dinas dimana Dhilla tinggal. Sengaja memang, Abimanyu memelankan mobilnya karena  tidak ingin segera berpisah dengan gadisnya. Terlebih ini weekend, dan ia akan bertemu lagi dengan Dhilla pada hari senin.

“Dhilla…”Panggil Abimanyu seraya tangan kirinya menggenggam tangan kanan Dhilla. Dhilla tersentak kaget, sentuhan tangan Abimanyu ditangannya kembali mengalirkan gelayar aneh. Meskipun tidak sedahsyat tadi, tapi tetap saja ia jadi merinding, “Nanti malam, aku main ke rumahmu ya.” Ujar Abimanyu yang langsung mendapat gelengan keras dari Dhilla.

“Jangan.” Tolak Dhilla masih menggelengkan kepala, “Papaku bakal marah kalau ada cowok main kerumah. Apa lagi sampai tau kalau aku punya pacar, bisa-bisa aku nggak dikasih uang saku satu tahun.” Mohon Dhilla.

Abimanyu terkekeh melihat wajah Dhilla yang memelas. Tangan yang semula menggenggam jemari lentik milik Dhilla , kini beralih mengacak rambut Dhilla gemas, “Nggak usah pasang muka mau mati gitu.” Candanya yang membuat Dhilla mengerucutkan bibirnya kesal, “Kamu lupa, dulu keluarga kita akrab? Terlebih mama kita.” Sambungnya

“Tapi….”

“Udah ya Fadhilla. Pokoknya entar  malam, aku ke rumah kamu. Dan, nggak ada penolakan.” Kata Abimanyu final.

Dhilla menghela napas kasar seraya menghentakkan kakinya kesal. Begitulah Abimanyu dengan sejuta keras kepala dan sifat pemaksanya.

Tanpa menyapa, Dhilla hendak keluar. Namun, tentu saja tidak bisa karena mobil Bugatti itu dikunci oleh empunya. Dhilla berbalik menghadap Abimanyu dan menatap laki-laki yang sedang tertawa kecil itu tajam, “Buka.” Pinta Dhilla.

Abimanyu tersenyum,  “Kamu melupakan sesuatu, sayang.” Ujar Abimanyu dengan jari telunjuk yang menunjuk bibirnya.

Dhilla memutar bola mata jengah, “Buka atau nanti malam nggak usah main ke rumah.” Ancam Dhilla, dan tentu saja seenyum dibibir Abimanyu luntur.

Dengan berat hati, Abimanyu membuka kunci pintu dan membiarkan Dhilla keluar membawa sejuta senyum kemenangan. Tidak ada rasa kesal atau marah saat Dhilla keluar mobil begitu saja. Ia tahu, sejujurnya gadis ayu itu sedang menahan  malu akan kejadian tadi di apartemennya. Ah, sepertinya ia harus memberi hukuman pada gadisnya nanti.

Di dalam rumah, Dhilla mengerutkan dahi saat melihat sebuah koper berdiri di ruang keluarga. Di sana, papanya sudah berpakaian rapi sedang duduk di sofa.

Dhilla berjalan menghampiri Papanya yang sepertinya belum menyadari kedatangannya, “Papa mau kemana?” Tanya Dhilla.

Fikri yang mendengar suara putrinya, segera menoleh dan tersenyum kala mendapati Dhilla berjalan mendekat, “Kamu sudah pulang, Dhill?” Tanya Fikri yang berdiri dari duduknya.

“Iya. Papa mau kemana? Kok bawa koper?” Tanya Dhilla.

Fikri tersenyum, lalu mendorong tubuh Dhilla pelan menuju kamar putrinya itu, “Tanya-tanyanya nanti aja, sekarang kamu buruan siap-siap.” Titah Fikri yang membuat Dhilla  semakin bingung.

Siap-siap? Dhilla mengerutkan dahi, seingatnya pagi tadi tidak ada pembicaraan apa pun, “Memangnya mau kemana sih, Pa?” Tanya Dhilla yang segera melepaskan tas ranselnya.

Dengan sigap Fikri mengambil tas putrinya dan meletakan di meja belajar, “Ada kunjungan wisata dari kantor Papa, ke Malang.” Pria paruh baya itu membuka almari pakaian hendak memilihkan baju untuk Dhilla, “Teman-teman Papa pergi mengajak anggota keluarga. Akbar dan Abida juga ikut, jadi kamu juga harus ikut dong sayang.” Jelas Fikri.

Dhilla menghela napas, ia mengamati Papanya yang sedang memilihkan pakaian untuknya. Papanya memang seperti itu, meskipun galak tapi selalu perhatian dengan anak-anaknya, “Papa..” Panggil  Dhilla yang menghentikan kegiatan Fikri memilih baju untuknya, “Maaf, sepertinya Dhilla nggak bisa ikut.” Ujar Dhilla lemah. Sebenarnya ia ingin sekali ikut, tapi ia ingat hari senin ada latihan ujian dan tentu saja ia harus mempersiapkan dengan baik.

Fikri meletakkan kembali pakaian Dhilla yang sudah dipilihnya lalu menghampiri Dhilla yang duduk di ranjang, “Kenapa? Kalau kamu nggak ikut, nanti dirumah sendiri.”

“Hari senin aku latihan ujian, Pa.” Balas Dhilla, “Takutnya aku kecapean dan nggak bisa ikut latihan ujuan.” Jelasnya pada sang Papa, “Lagian aku kan juga harus belajar, Pa.” Imbuhnya.

Untuk sejenak Fikri hanya terdiam, ia nampak berfikir. Hingga akhirnya ia memutuskan  untuk membicarakannya dengan sang istri  terlebih dahulu. Bagaimana pun, meninggalkana putriya sendiri bukan pilihan yang tepat, mengingat mereka baru saja pindah ke tempat itu, “Ya udah, Papa bilang ke Mama dulu.” Kata Fikri mengusap kepala putrinya lembut, “Kamu yakin, nggak papa di rumah sendiri?” Tanya Fikri memastikan.

Dhilla mengangguk mantap, “ Iya Pa. Nanti aku bisa minta tolong Sabrina buat nemenin.” Ujarnya meyakinkan Papanya. Fikri mengangguk, lalu tersenyum sebelum meninggalkan Dhilla.

--

Papa dan Mama Dhilla akhirnya meninggalkan sendiri putri sulungnya itu di rumah. Dan sekarang jam 7 malam, Dhilla sedang mengerjakan soal-soal latihan ujian. Fokusnya tiba-tiba saja terganggu karena bel rumanya berbunyi.

Dengan malas, Dhilla bangkit dari kursi belajarnya lalu melangkah keluar kamar. Segera ia berlari menuju pintu depan untuk melihat siapa yang datang dari door viewer.

Abimanyu. Jantung Dhilla langsung berdegup kencang. Ia baru ingat kalau malam ini, Abimanyu akan datang kerumahnya. Dari door viewer Dhilla bisa melihat Abimanyu berdiri tegak. Dia sangat tampan, begitulah penilaian Dhilla saat melihat Abimanyu mengenakan jaket denim dengan dalaman tshirt putih.

Bel kedua kembali berbunyi, menyadarkan Dhilla yang khusyuk melihat Abimanyu dari lubang  kaca kecil dipintu. Setelah merapikan piyama yang dipakainya, segera ia membuka pintu rumahnya untuk Abimanyu.

“Hei…” Sapa Abimanyu saat Dhilla muncul setelah pintu terbuka, “Rumah kamu kok sepi banget.” Tanyanya ketika tidak mendengar suara siapa-siapa dari dalam rumah.

“Lagi pada ke Malang.”  Jawab Dhilla, melangkah masuk diikuti oleh Abimanyu dibelakangnya.

Abimanyu hanya manggut-manggut tidak ingin bertannya lebih lanjut, “Duduk aja.” Perintah Dhilla menujuk kearah sofa, “Kamu mau minum apa?” Tanya Dhilla yang masih berdiri.

“Terserah kamu aja.” Jawab Abimanyu.

Abimanyu pun duduk di sofa. Sedangkan Dhilla bergerak kearah dapur untuk mengambilkan minuman. Selama kepergian Dhilla ke dapur, Abimanyu menelisik rumah yang ditinggali pacarnya itu. Sederhana, jauh jika dibandingkan dengan apartemen apa lagi rumah orang tuaya. Tapi, Abimanyu tidak masalah, yang penting ia sangat mencitai gadis ayu, pacar yang sudah dipacarinya selama 12 tahun itu.

Aneh memang, tapi begitulah hatinya yang sudah berlabuh pada sosok Fadhilla sejak 12 tahun lalu sejak mereka usia 6 tahun. Abimanyu sendiri heran, selama terpisah dari Dhilla, ia tidak sedikit pun tertarik dengan perempuan lain. Padahal banyak perempuan-perempuan yang jauh lebih cantik dan seksi melebihi Dhilla.

“Minum dan cemilan seadanya ya.” Kata Dhilla membuyarkan lamunan Abimanyu.

Hanya teh manis dan beberapa potong kue lapis legit ditambah satu toples cemilan keripik singkong. Dhilla tidak yakin itu cocok buat Abimanyu apa tidak, mengingat Abimanyu yang sudah terlahir sebagai sultan.

“No prob…” Jawab Abimanyu kemudian.

Dhilla duduk disamping Abimanyu setelah menyalakan televisi sebelumnya. Jantungnya mendadak berpacu dengan cepat, panas tubuhnya mendadak menjalar di wajahnya. Dan itu disebabkan oleh bau segar yang menguar dari tubuh laki-laki tampan disampinya. Aroma cologne  yang belum pernah ia cium sebelumnya, menusuk memabukan indra penciumanya yang merambah ke hatinya.

Abimanyu merengkuh tubuh Dhilla, dan membawanya lebih dekat dengannya hingga tidak ada jarak diantara mereka. Tangannya terulur merangkul tubuh Dhilla, entah mengapa Dhilla tidak menolak, justru ia sangat menikmati rasa nyaman yang timbul.

“Maaf ya, aku datang malem-malem gini. Tadi aku udah janji kan buat main, dan nggak tau kenapa aku selalu pengen sama kamu.” Akunya yang semakin membuat pipi Dhilla memanas.

“Kenapa kamu gini?” Tanya Dhilla penasaran.

Abimanyu menaikan kedua alisnya, “Hmmm? Ia belum maksud akan pertanyaan yang terlontar dari Dhilla.

“Alasan kamu deketin aku? Kamu pasti punya alasan kan?” Dhilla memperjelas pertanyaannya.

“Aku suka dan sayang sama kamu” Jawab Abimanyu singkat.

Dhilla memutar matanya jengah mendengar alasan kelasik itu, “Alasan kamu suka aku itu, apa?” Dhilla menjadi sedikit kesal dengan Abimanyu yang tidak pernah memberikan jawaban memuaskan saat ditanya.

Abimanyu berpikir sejenak, “Kamu percaya apa nggak kalau aku bilang jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu?” Akunya, “Bahkan aku udah jatuh cinta sejak kita masih 6 tahun.”

Hampir Dhilla tersedak salivanya sendiri mendengar jawaban itu. Jelas tidak percaya, laki-laki seganteng dan setajir Abimanyu tiba-tiba datang nembak dihari pertamanya ia berada di sekolah baru. Memang Dhilla cantik, tapi jelas kasta mereka beda kalau dibanding dengan Abimanyu.

“Kamu nggak lagi mabuk kan? Lebai banget deh.” Abimanyu tertawa renyah, Dhilla memejamkan matanya saat merasakan Abimanyu mengecup pucuk kepalanya.

Abimanyu mendekap tubuh Dhilla erat. Kepalanya sudah berpindah di atas dada bidang miliik laki-laki tampannya. Rasanya sangat nyaman, “Nggak usah terlalu dipikirkan. Kita masih banyak waktu buat bahas ini.” Kata Abimanyu mengelus punggung Dhilla lembut.

Tubuh Dhilla menegang, seolah ada aliran listrik yang konslet, tubuhnya terasa panas, “Tidur aja kalau ngantuk. Perintah Abimanyu kemudian, “Aku akan temanin kamu malam ini.” Tambahnya, dan Dhilla sama sekali tidak membantah.

Dhilla pun perlahan memejamkan mata, menghirup segar tubuh Abimanyu dalam-dalam. Sangat nyaman, perasaan yang Dhilla rasakan. Jantung yang berdetak beraturan membuat mata Dhilla semakin berat, membuainya kealam mimpi.

Bersambung……..

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jabar
bagus untuk dibaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status