Share

Pedang Yang Berbalik Arah

Sudah beberapa waktu mereka bertarung, Gamya dan adik seperguruan Jiang sedang melihat pertarugan Kencana Emas. Tampak mereka seperti setara dalam pertarungan, tetapi sebenarnya Kencana bisa dengan mudah mengalahkan Jiang hanya dengan beberapa kali tarikan nafas saja. Kencana sedikit terganggu dengan Gamya yang mampu membuatnya jatuh keposisi berlutut kapan saja.

Namun saat ini Gamya hanya melihat dan tidak menunjukkan dirinya ingin ikut campur pertarungan muridnya. Melihat posisi yang menguntungkan itu Jiang berusaha semakin memojokkan Kencana sambil tertawa lantang.  Namun Kencana Emas bahkan belum berpindah dari tempat dia berdiri Kencana sedikit berkelit ketika golok Jiang hampir mengenai wajahnya dan secara bersamaan Kencana melancarkan serangan tapak kearah dada Jiang yang menyebabkan benturan yang cukup kuat, serangan itu membuat Jiang mundur beberapa langkah lalu memuntahkan dara segar.

“Kuakui murid Gamya tidak bisa dianggap remeh, selanjutnya giliranku terimalah…” Kencana Emas berkata sambil tersenyum tipis lalu menyusul Jiang. Kencana Emas mulai mengeluarkan serangan tapak kearah Jiang, serangan tapak itu sangat kuat bahkan setiap serangan yang berhasil di hindari Jiang selalu memberikan luka gores seakan angin bisa melukai tubuhnya.

Kencana Emas mengalihkan pandangannya sesaat kepada Gamya ketika sedang berhadapan dengan Jiang. Kini jarak pertarungan antara Jiang dan gurunya semakin jauh, rupanya Kencana mengetahui jika Gamya masih mempengaruhi gerakkannya. Jarak yang sudah cukup jauh membuat Jiang tidak dapat lagi mengandalkan kemampuan Gamya yang selama ini sedikit mempengaruhi gerak Kencana Emas.

Kencana  Emas yang melihat Jiang mulai ketir hanya tersenyum tipis tanpa melontarkan kata-kata. Kencana menebak jika Jiang hanya mengandalkan kemampuan Gamya dan berusaha mendapatkan kemenangan tanpa perlu bersusah payah. Namun hal itu tidak bisa dikatakan kemenangan jika akan berdampak buruk kepada diri sendiri, kini Jiang harus menelan kenyataan pahit dan harus menyerahkan nyawanya.

“Cih, jika kau tidak ingin mati cepat serahkan Pusaka Langit dan kami akan membiarkan kau tetap hidup…” Jiang tetap tenang sesaat tubuhnya terkena serangan telak beberapa kali didadanya.

“Kuakui murid Gamya memang seorang pendekar hebat tetapi tidak kusangka jika muridnya juga bisa membual.” Kencana sedikit menaikkan alisnya sambil melipat satu tangannya kebelakang.

Mendengar perkataan Kencana Emas dada Jiang memanas bukan hanya marah tetapi serangan Kencana Emas membuat dada Jiang terasa sempit karena serangan tenaga dalam yang tinggi. Jiang mengambil kuda-kuda dan memutar goloknya, dari gerakkan yang jiang lakukan muncul sebuah rantai yang diikuti api menjalar menyelimuti golok tersebut.

Melihat hal itu Kencana Emas menaikkan alisnya sambil menyambut serangan yang datang. Jiang berusaha mati-matian untuk memberikan satu serangan saja kepada Kencana Emas tetapi tidak ada satu seranganpun yang mampu memberikan luka gores terhadapa Kencana “bagaimana dia bisa sekuat ini.” Jiang bergumam sambil menggigit bibirnya.

Kini Jiang sadar jika dirinya tidak mampu mengalahkan Kencana seorang diri, Jiang sedikit menoleh kekanan namun alangkah terkejutnya Jiang mendapati Gamya dan adik seperguruannya sudah cukup jauh. Wajahnya memucat diiringi keringat dingin berjatuhan dari wajah dan sekujur tubuhnya, sebab baru kali ini dia merasakan serangan yang amat berat.

“Kuucapkan selamat tinggal…” Kencana tidak ingin membuang waktu ketika melihat kesempatan. Dengan cepat Kencana mengarahkan jari telunjuknya tepat kearah kening Jiang yang seketika membuat keningnya berlubang, serangan telunjuk Kencana tidak pernah diduga oleh Jiang dan membuatnya harus meregang nyawa.

Disisi lain Gianjoyo yang saat itu pergi mencari sumber suara mendapati Kencana Emas baru saja membunuh Jiang. Gamya dan adik seperguruannya juga melihat, tetapi mereka tidak dapat menolong Jiang. Untuk membalaskan kematian muridnya Gamya berjanji akan memberikan kematian yang menyakitkan terhadap Kencana Emas. Melihat kedatangan Gianjoyo itu Gamya lalu dengan cepat memerintahkan untuk segera menangkap Gianjoyo demi menghilangkan jejak.

Gianjoyo menyadari jika posisinya dalam bahaya, melihat orang yang sedang mengejarnya Gianjoyo berlari tanpa menoleh kebelakang. Disisi lain Kencana Emas yang melihat kesempatan itu segera melarikan diri masuk kedalam lebatnya hutan.

“Buka pintu, ini aku Gianjoyo cepat buka pintu!” pekik Gianjoyo, Kirana yang mendengar sedikit lega suaminya kembali akan tetapi pirasat buruk mulai mengisi hatinya. Kirana segera memeluk suaminya, tetapi Gianjoyo tidak memberikan expresi apapun melainkan wajahnya begitu pucat dan berkeringat dingin.

“Ki..kita harus cepat pergi dari sini. aku baru saja melihat Kencana Emas bertarung dengan kelompok aliran hitam, salah satu dari mereka mengejarku” ucap Gianjoyo terbata.

Lengkukup yang saat itu berada diruang tamu rumahnya mendengar jelas perkataan Gianjoyo yang telihat sangat ketakutan. Tetapi belum sempat mereka meninggalkan rumah, tiba-tiba pintu terpental menghantam salah satu meja, dari luar tampak seseorang sedang memegang golok. Kirana dengan cepat menarik Lengkukup untuk bersembunyi kedalam kamar dan meninggalkan Gianjoyo sendiri.“Oh, sepertinya aku akan makan enak malam ini.” Ucap orang itu yang tidak lain Xue adik seperguruan Jiang yang beberapa waktu lalu tewas ditangan Kencana Emas.

Gianjoyo berharap tidak akan terjadi apa-apa, dan dapat bernegosiasi dengannya tetapi orang itu sedikitpun tidak tersenyum. Xue melangkah masuk kedalam rumah Gianjoyo tanpa rasa bersalah sedikitpun, sedangkan Gianjoyo hanya bisa mematung karena ketakutan. Gianjoyo merasakan kekuatan yang sangat mengerikan didalam tubuh orang itu, tampak dirinya menjulurkan lidahnya yang cukup panjang, dari situ tampak giginya yang runcing.

Melihat Gianjoyo yang sudah ketakutan Xue semakin beringas, tubuh besarnya menghempas hempas seolah sedang kerasukan. Xue menghancurkan semua yang dia lihat membuat Gianjoyo semakin merasa takut. “Ampun, aku mohon jangan…” Gianjoyo berkata sambil memelas, sungguh tindakan yang tidak patut bagi seorang pendekar.

“Apakah pantas seorang Gianjoyo melakukan hal serendah itu?”

Gianjoyo berpendapat akan lebih baik mengalah untuk sebuah kemenangan tetapi sayangnya Xue berada ditingkat yang berbeda. Dirinya memang murid yang jarang bertarung tetapi soal kekuatan Xue jauh lebih unggul daripada Jiang kakak seperguruannya.

Dilain sisi Lengkukup tidak menyembunyikan ketakutannya dia berusaha memekik, tapi Kirana dengan cepat langsung menutup mulut anaknya dengan kedua tangan. Dalam dekapan ibunya Lengkukup menangis sejadi-jadinya, tapi suaranya tidak bisa keluar hanya butiran air mata yang membasahi wajah kecil Lengkukup.

“Keluar kalian semua, cepat!” Xue berteriak yang membuat ketakutan Kirana semakin menjadi.

Tentu teriakkan Xue itu menyulut api yang sejak tadi sudah membara. Bagi seorang ayah keselamatan keluarganya adalah hal utama, tidak peduli jika dirinya akan mati untuk melindungi mereka. Gianjoyo berniat mati bersama orang itu jika tidak bisa membunuhnya. “Hentikan! Kau manusia Iblis, Selangkah lagi kau maju aku akan membunuhmu.”

Xue seolah tidak mendengar perkataan Gianjoyo, dirinya menyadari tindakan yang Gianjoyo lakukan hanya untuk pengalihan semata. Xue lalu menuju kamar tempat Kirana bersembunyi tanpa perduli Gianjoyo berusaha menahannya.

Gianjoyo tidak memiliki pilihan lain kecuali bertarung hidup dan mati, dirinya mengambil sebilah pedang yang tergantung disalah satu dinding rumahnya dan langsung menghunuskan pedang itu tepat kearah Xue. Tetapi Xue sedikitpun tidak bergeming ketika pedang Gianjoyo menembus bagian dada tepat kearah jantungnya.

Namun serangan Gianjoyo berbalik arah, pedang yang menembus jantung Xue tiba-tiba menembus jantungnya sendiri. Dalam keadaan panik Gianjoyo berusaha menarik pedangnya tetapi Xue justru mendekatkan diri kepada Gianjoyo yang membuat Gianjoyo semakin kesakitan.  

“Siapakah orang ini? Batin Gianjoyo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status