Paginya, Asha berjalan dari dapur dengan membawa nampan yang di atasnya terdapat secangkir teh madu kesukaan ibu mertua dan cemilan. Ia meletakkannya di atas meja, tepat di depan mertua.
"Bu, ini tehmu," ujar Asha memberitahu.Selina Watson--ibu mertua Asha hanya berdehem dan kembali meletakkan majalah yang sedang ia baca."Sudah ada tanda-tanda?" tanya Selina yang langsung membuat Asha bergeming.Asha tahu maksud dari pertanyaan itu. Ia pun menggeleng ragu yang membuat Selina menghembus napas gusar."Asha, kenapa belum ada tanda-tanda? Kau sudah menikah dengan anakku selama tiga tahun, berapa lama lagi aku harus menunggu. Aku tidak akan mati dengan tenang sebelum memastikan bahwa penerus perusahaan keluarga dilahirkan!" tegas sang mertua, Asha hanya menunduk, mengatup bibirnya rapat-rapat. Ini juga bukan kehendaknya, wanita mana yang tidak menginginkan anak setelah ia menikah?"Bu, kenapa kau terus menekan istriku? Ini adalah masalah kami, jadi jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku," sela Luke yang baru saja turun dari lantai atas, lelaki itu telah rapi dengan seragam kantornya lalu berhenti di samping sang istri.<span;>"Luke, ini juga menjadi masalah Ibu. Jangan sampai perusahaan kita jatuh ke tangan yang bukan darah daging keluarga Watson. Itu adalah titah dari almarhum mediang Kakekmu. Apa kau mengerti?"Luke menghela napas gusar. "Bu, aku tidak akan pernah lupa. Kau bahkan sudah mengatakan itu beribu kali, telingaku ini hampir sakit mendengarnya. Aku adalah suami, jadi aku yang bertanggung jawab atas semua masalah rumah tanggaku. Luke mohon, Mama jangan ikut campur lagi dalam masalah ini. Jangan memberi tekanan pada istriku, Bu," ujar Luke penuh harap.Selina berdecak kesal seraya menatap tajam Asha yang masih menunduk. "Luke sampai kapan pun jika itu menyangkut penerus perusahaan keluarga. Mama tidak akan pernah tinggal diam." Selina langsung beranjak pergi meninggalkan Luke dan Asha."Jangan terlalu memikirkan ucapan Ibu tadi, yah," ucap Luke memutar tubuh Asha menghadapnya.Wanita itu hanya tersenyum tipis seraya memperbaiki letak dasi yang sedikit miring.Luke memandangi wajah istrinya dengan penuh cinta seraya mengelus wajah itu. Kemudian ia menarik pinggang istrinya hingga wajah mereka begitu dekat."Nanti malam berdandalah yang cantik. Aku akan membawamu ke suatu tempat, hm," bisik Luke memberi sensasi hangat di telinga Asha."Jadi, selama ini aku tidak cantik?" tanya Asha seraya memanyunkan bibirnya."Kalau kau tidak cantik, mana bisa aku tertarik padamu lalu menikahimu sedang begitu banyak gadis yang mengantri waktu itu," goda Luke hingga membuatnya mendapatkan pukulan dari sang istri."Menyebalkan!""Eh ...." Luke menahan lengan istrinya yang hendak kembali melayangkan pukulan di dadanya. "Sudah lama aku tidak mendengar kau mengatakan itu. Kau ingat, bagaimana dulu kau sangat membenciku. Kau bahkan tidak absen dalam mengataiku. Menyebalkan, Tuan angkuh, sok tampan," ucap Luke mengingat kenangan dulu lalu terkekeh."Memang benar dan sekarang kau masih seperti dulu. Tidak berubah sama sekali." Asha menghempaskan tangannya dari cengkraman suaminya."Tapi bedanya, sekarang aku sangat mencintaimu," bisik Luke yang membuat Asha sedikit merasa geli.Sedetik kemudian, rasa hangat langsung menjalar ke pipinya. Asha tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak melengkung. Luke langsung menarik pinggang sang istri hingga tubuh mereka saling menempel."Asha, tetaplah bersamaku." Setelah mengucapkan kalimatnya. Luke langsung menyatukan bibir mereka.Dalam beberapa menit mereka tenggelam dalam kehangatan. Para pembantu yang tidak sengaja melihat, langsung senyum-senyum sendiri melihat kemesraan majikan mereka. Layaknya sedang menonton drama china.Dari arah pintu utama, seorang wanita yang terpaut dua tahun lebih tua dari Asha mengeram marah. Tangan yang sedang memegang kantong plastik buah tergenggam erat. Tampak matanya telah memerah dan berkaca-kaca."Asha, kenapa kau lagi-lagi mengambil kebahagiaanku? Kenapa semua yang kuinginkan dirampas olehmu!" geramnya dalam hati lalu kemudian langsung berbalik. Meninggalkan rumah besar itu dengan amarah yang memuncak."Ilona, tadi kau bilang ingin ke rumah. Kenapa belum datang?" tanya Selina dari seberang telpon. Ilona menarik napas sedalam-dalamnya, berusaha menyurut emosi di dalam diri. Hatinya begitu panas di pagi hari ia harus melihat hal yang menjijikkan. "Hm, maaf Tante. Tiba-tiba, Ilona ada urusan mendadak di kantor. Mungkin lain kali, Ilona bakal nyempetin buat ke rumah," ucapnya dengan suara normal seperti tidak terjadi apapun. "Yah, padahal tadi Tante berharap banget kamu ke sini. Tante butuh teman ngobrol, nih." Alis Ilona tertaut mendengar keluhan dari seberang. "Butuh teman ngobrol? Bukankah Asha ada untuk nemenin Tante ngobrol?" "Jangan membahas adikmu itu, dia yang bikin mood Tante buruk. Menyebalkan sekali," gerutu Selina. Kedua sudut bibir Ilona seketika terangkat. Kalimat Selina barusan mampu menyiram hatinya yang tadi terasa panas. "Dulu Tante berharap banget yang nikah sama Luke adalah kamu buk
"Apa aku menganggu waktumu?" tanyanya seraya menutup pintu dan berjalan mendekati meja. Luke menoleh, ia langsung menutup berkas di hadapannya lalu menepinya di sudut meja. "Ada keperluan apa kau datang ke kantorku? Apa ada masalah?" tanya Luke sedikit tidak nyaman. Sebelum menjawab, Ilona langsung meletakkan tas kecil itu ke atas meja dan mengeluarkan sebuah kotak makan. "Apa aku harus menemuimu disaat aku ada masalah? Ini sudah waktunya makan siang, jadi aku membawa makanan kesukaanmu," ucap Ilona. "Kau tidak perlu repot-repot membawanya ke sini. Istriku telah menyiapkan semuanya." Luke membawa tas kecil lain ke hadapan Ilona. Membuat wanita itu menggertak geram. "Hm, karena Kakak ipar telah repot membawanya ke sini. Jadi, aku akan tetap menerima kebaikanmu ini. Aku akan menyuruh Dery memakannya nanti. Terima kasih." Luke sengaja memanggil Ilona dengan sebutan kakak ipar, sekedar ingin menegaskan b
Mobil putih mewah itu kini melesat di jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Asha hanya menatap keluar jendela tanpa membuka suara. Pikirannya dipenuhi oleh peringatan ibu mertuanya tadi, tentang melahirkan seorang anak. Ia menghela napas gusar, mengingat keberuntungan belum memihak padanya. Sudah puluhan test pack yang ia gunakan, tetapi semuanya menampilkan sesuatu yang sama. Sama-sama mengecewakan. Ia terjingkat kaget saat sesuatu menjalar di punggung tangannya, Asha menoleh dan mendapati sang suami sedang tersenyum ke arahnya. Lelaki itu semakin menggenggam erat tangan istrinya. Meski tidak tahu apa yang sedang Asha pikirkan, ia hanya tidak ingin melihat Asha murung. "Apa ada masalah?" tanya Luke dengan lembut. Asha berdehem kemudian menggeleng, satu tangannya terangkat, memegang tangan Luke yang kini berada di atas punggung tangannya. "Tidak ada. Aku hanya penasaran kemana kau akan membawaku?" Asha mengalihkan pembi
"Ini untukku?" "Tentu saja. Aku akan membantumu memasangkannya." Luke berdiri dan berjalan ke arah Asha kemudian memasangkan kalung itu ke leher jenjang istrinya. Asha menunduk dan memegang manik mutiara itu. "Kau suka?" Lagi-lagi Asha hanya mengangguk senang. Akhirnya Luke kembali bisa membuat Asha melupakan kegusarannya. "Kau tau. Sengaja aku memesan manik dengan bentuk hati. Manik itu mewakilkan hatiku. Asha aku benar-benar telah memberikan seluruh hatiku padamu." Asha bergeming, tangannya terus mengusap lembut manik itu. Lalu ia memegang tangan suaminya. "Dan aku akan menjaga hatimu dengan baik. Terima kasih Luke atas semua cintamu." Luke mengeluarkan semua oksigennya lalu membalas pegangan itu. "Asha ingatlah, tidak peduli apapun yang akan terjadi. Kita akan tetap bersama. Melewatinya bersama, hm." Asha hanya mengangguk. Bersamaan dengan itu, petasan kembang api menyala b
"Kenapa istriku ini berdandan begitu cantik?" ucap Luke seraya memeluk Asha dari belakang. Ia menatap ke seluruh penampilan istrinya dari pantulan cermin. Asha hanya tersenyum simpul lalu kembali melanjutkan memakai anting-anting di telinga kanannya. Setelah itu beralih memegang tangan suaminya yang berada di pinggangnya. "Kau cemburu?" Luke hanya mengangguk lemah dengan terus memanyunkan bibirnya. "Aku tidak rela kecantikan istriku ini dipertonton begitu saja di depan orang banyak." Asha berbalik setelah menaikkan kedua sudut bibirnya dan membiarkan tangannya terkalung manja di leher jenjang sang suami. Wanita itu menatap intens bola mata di hadapannya. "Mereka hanya bisa melihat, sedang kau adalah pemilik semua yang ada padaku. Benarkan?" "Kau menghiburku?" "Tentu saja tidak. Ini memang kenyataannya, kan? Bahwa aku adalah milikmu. Luke Watson," bisik Asha di dekat telinga suaminya.
Ilona langsung menghempaskan jeratan di lengannya. "Karena aku membencimu!"Asha terkejut. "Membenciku? Kenapa? Apa salahku hingga Kakak bisa membenciku?"Ilona menyunggingkan senyum miring seraya melipatkan kedua tangannya. "Salahmu? Banyak Asha, terlalu banyak hingga tidak sanggup mengatakannya satu per satu. Yang pasti kau adalah orang yang mengambil semua kebahagiaanku."Asha hanya diam dengan kerutan tebal di dahinya. Ia tidak mengerti dengan kalimat Ilona barusan."Sejak kecil, kau selalu mendapatkan perhatian lebih dari Ayah dan Ibu. Merebut piala fashion show waktu SMA yang seharusnya milikku. Dan yang lebih penting adalah kau merebut lelakiku!"Asha mendongak, menatap lekat ke arah mata Ilona yang telah memerah. "Lelaki?" tanyanya dengan bingung.Ilona tertawa renyah lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Hatinya te
"Asha, hey. Ada apa?" Asha langsung berkedip ketika ia mendapatkan guncangan di tubuhnya. Ia menoleh dan langsung mendapati wajah Luke yang sedikit khawatir. "Ada apa, hm? Kenapa kau melamun di sini?" tanya Luke dengan lembut. Asha berdehem, berusaha menetralkan nada suaranya lalu menggeleng pelan. "Luke, tiba-tiba aku sedikit tidak enak badan. Jika kau masih ada urusan dengan rekan-rekan kerjamu, kau lanjutkan saja. Aku akan pulang sendiri." "Apa? Kau sakit, hah." Luke langsung mendaratkan tangannya ke dahi sang istri. Wajahnya semakin menyirat kekhawatiran. "Jika tadi kau memang tidak enak badan. Kenapa kau memaksa untuk pergi?" Asha hanya menerbitkan senyum tipis. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing, nanti setelah pulang aku akan meminta Bibi buatkan teh jahe hangat untukku. Kau jangan khawatir." "Baiklah, ayo kita pulang," ucap Luke yang hendak menarik pergelangan tangan Asha. "Hey, tapi acarany
Menjelang siang hari, Asha berjalan ke balkon utama. Tidak sengaja ia melihat ke halaman depan rumah, tampak seorang wanita berambut pendek dengan beberapa paper bag di tangannya."Kak Ilona," batin Asha.Ibu mertuanya datang dari dalam, tampak begitu hangat ketika menyambut kedatangan Ilona. Setelah itu, Selina langsung mengajak Ilona duduk di kursi halaman depan."Asha!" teriak Selina yang langsung membuat Asha beranjak turun dari balkon ke lantai bawah."Iya, Bu," sahut Asha setelah sampai di halaman depan."Sha, Bi Weni lagi belanja ke pasar. Jadi, tolong kamu bikinin minum untuk Ilona, yah. Jarang-jarang Kakakmu datang ke rumah setelah Luke menikah," ucap Selina tampak begitu senang dengan kedatangan Ilona.Asha mengangguk, sebelum ia masuk ke dalam. Asha sempat melirik ke arah Ilona, raut wanita yang ditatap masih sam