"Ilona, tadi kau bilang ingin ke rumah. Kenapa belum datang?" tanya Selina dari seberang telpon.
Ilona menarik napas sedalam-dalamnya, berusaha menyurut emosi di dalam diri. Hatinya begitu panas di pagi hari ia harus melihat hal yang menjijikkan."Hm, maaf Tante. Tiba-tiba, Ilona ada urusan mendadak di kantor. Mungkin lain kali, Ilona bakal nyempetin buat ke rumah," ucapnya dengan suara normal seperti tidak terjadi apapun."Yah, padahal tadi Tante berharap banget kamu ke sini. Tante butuh teman ngobrol, nih."Alis Ilona tertaut mendengar keluhan dari seberang. "Butuh teman ngobrol? Bukankah Asha ada untuk nemenin Tante ngobrol?""Jangan membahas adikmu itu, dia yang bikin mood Tante buruk. Menyebalkan sekali," gerutu Selina.Kedua sudut bibir Ilona seketika terangkat. Kalimat Selina barusan mampu menyiram hatinya yang tadi terasa panas."Dulu Tante berharap banget yang nikah sama Luke adalah kamu bukan Asha. Tante gak tau kenapa Luke sukanya sama Asha dibanding kamu, padahal dulu kalian sering banget jalan bareng pas waktu kuliah," terang Selina lagi.Ilona dan Luke adalah teman yang lumayan dekat pas waktu kuliah dulu. Mereka sering jalan bareng dan mengerjakan tugas kuliah bersama. Saat itulah Ilona mulai menyukai sosok tampan Luke. Baginya, Luke adalah pria yang berbeda dari sekian banyaknya pria yang ia kenal.Namun, cintanya tidak berbalas. Luke menolak Ilona dengan alasan telah mempunyai wanita pujaan. Kecemburuan Ilona semakin memuncak kala ia tahu bahwa wanita pujaan Luke adalah adiknya--Asha. Sejak saat itu hubungan kakak-beradik itu mulai merentangkan jarak."Yah, mau gimana lagi Tante. Semuanya udah terjadi. Oh yah, kalau gitu Ilona tutup dulu yah. Ilona masih ada kerjaan. Bye Tante."Ilona langsung menutup telpon. Tatapannya seketika menajam seiring seringaiannya semakin lebar. Ia langsung memasuki taxi yang baru saja ia hentikan."Ke perusahaan Watson Group, Pak," ucap Ilona memberitahu alamat tujuan.***Seorang wanita berada di kamar mandi dengan benda panjang berwarna putih di tangannya. Ia memejamkan mata, ini adalah test pack yang kesekian kalinya. Ia berharap keajaiban datang dan benda ditangannya itu bisa memberi ia dua garis biru.Perlahan ia mulai membuka kelopak matanya seiring terus melafazkan doa dalam hati.Criiing!Kelopak matanya terangkat sempurna, untuk hitungan tiga detik, Asha bergeming dengan otak terus mencerna apa yang ia lihat di bawah sana.Untuk kesekian kalinya pula ia menghela napas panjang dengan kedua pundaknya ikut menurun lemah. Tangannya yang memegang test pack yang menampilkan satu garis biru itu pun ia letakkan ke atas wastafel bersama test pack lainnya yang juga menampilkan satu garis.Asha menatap dirinya di pantulan cermin, kekecewaan masih menemaninya setelah tiga tahun lamanya. Kapan harapannya segera datang?Di tengah kemurungannya, ponselnya membunyikan notifikasi yang ternyata pesan dari sang suami.@Luke_Watson(Honey, jangan lupa untuk berdandan dengan cantik. Aku akan memberi suprise besar malam ini.)Pesan itu berakhir dengan emoticon love dan satu pesan kembali masuk, sebuah stiker Luke yang sedang melakukan kiss bye. Membuat Asha seketika melengkungkan bibir tanpa sengaja.Suaminya itu selalu bisa mengembalikan senyumannya yang sempat memudar. Asha menarik napas dalam lalu kembali menatap dirinya di cermin. Ia mengulas senyum lebar dan memastikan bahwa malam ini, ia tidak akan mengecewakan Luke.Di jalanan kota yang padat, sebuah taxi menepi tepat di depan gedung yang tingginya hampir mencapai langit. Seorang wanita keluar dari taxi itu dengan menenteng sebuah tas kecil yang di dalamnya terdapat kotak makanan.Ia terus berjalan dan memasuki lobi menuju meja resepsionis. Dengan senyuman yang terus melengkung indah, ia berkata."Aku teman dekatnya Tuan Luke Watson dan ingin bertemu dengannya.""Baik, Nona. Silahkan, Tuan Luke berada di ruangannya," ucap sang resepsionis ramah.Tanpa mengucapkan terima kasih, Ilona melangkah dengan anggun memasuki lift. Hatinya berdebar tidak sabar ingin segera bertemu dengan lelaki pujaan.Pintu lift terbuka, wanita berambut pendek itu langsung melangkah keluar menuju ruangan sang direktur. Tanpa memudarkan senyuman lebarnya, ia mulai mengetuk pintu. Beberapa saat, terdengar dari dalam yang memerintahkannya untuk masuk.
Ilona membuka daun pintu, hatinya berdesir hangat saat melihat lelaki pujaannya terlihat begitu berkharisma ketika sedang pokus dengan pekerjaannya."Apa aku menganggu waktumu?" tanyanya seraya menutup pintu dan berjalan mendekati meja."Apa aku menganggu waktumu?" tanyanya seraya menutup pintu dan berjalan mendekati meja. Luke menoleh, ia langsung menutup berkas di hadapannya lalu menepinya di sudut meja. "Ada keperluan apa kau datang ke kantorku? Apa ada masalah?" tanya Luke sedikit tidak nyaman. Sebelum menjawab, Ilona langsung meletakkan tas kecil itu ke atas meja dan mengeluarkan sebuah kotak makan. "Apa aku harus menemuimu disaat aku ada masalah? Ini sudah waktunya makan siang, jadi aku membawa makanan kesukaanmu," ucap Ilona. "Kau tidak perlu repot-repot membawanya ke sini. Istriku telah menyiapkan semuanya." Luke membawa tas kecil lain ke hadapan Ilona. Membuat wanita itu menggertak geram. "Hm, karena Kakak ipar telah repot membawanya ke sini. Jadi, aku akan tetap menerima kebaikanmu ini. Aku akan menyuruh Dery memakannya nanti. Terima kasih." Luke sengaja memanggil Ilona dengan sebutan kakak ipar, sekedar ingin menegaskan b
Mobil putih mewah itu kini melesat di jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Asha hanya menatap keluar jendela tanpa membuka suara. Pikirannya dipenuhi oleh peringatan ibu mertuanya tadi, tentang melahirkan seorang anak. Ia menghela napas gusar, mengingat keberuntungan belum memihak padanya. Sudah puluhan test pack yang ia gunakan, tetapi semuanya menampilkan sesuatu yang sama. Sama-sama mengecewakan. Ia terjingkat kaget saat sesuatu menjalar di punggung tangannya, Asha menoleh dan mendapati sang suami sedang tersenyum ke arahnya. Lelaki itu semakin menggenggam erat tangan istrinya. Meski tidak tahu apa yang sedang Asha pikirkan, ia hanya tidak ingin melihat Asha murung. "Apa ada masalah?" tanya Luke dengan lembut. Asha berdehem kemudian menggeleng, satu tangannya terangkat, memegang tangan Luke yang kini berada di atas punggung tangannya. "Tidak ada. Aku hanya penasaran kemana kau akan membawaku?" Asha mengalihkan pembi
"Ini untukku?" "Tentu saja. Aku akan membantumu memasangkannya." Luke berdiri dan berjalan ke arah Asha kemudian memasangkan kalung itu ke leher jenjang istrinya. Asha menunduk dan memegang manik mutiara itu. "Kau suka?" Lagi-lagi Asha hanya mengangguk senang. Akhirnya Luke kembali bisa membuat Asha melupakan kegusarannya. "Kau tau. Sengaja aku memesan manik dengan bentuk hati. Manik itu mewakilkan hatiku. Asha aku benar-benar telah memberikan seluruh hatiku padamu." Asha bergeming, tangannya terus mengusap lembut manik itu. Lalu ia memegang tangan suaminya. "Dan aku akan menjaga hatimu dengan baik. Terima kasih Luke atas semua cintamu." Luke mengeluarkan semua oksigennya lalu membalas pegangan itu. "Asha ingatlah, tidak peduli apapun yang akan terjadi. Kita akan tetap bersama. Melewatinya bersama, hm." Asha hanya mengangguk. Bersamaan dengan itu, petasan kembang api menyala b
"Kenapa istriku ini berdandan begitu cantik?" ucap Luke seraya memeluk Asha dari belakang. Ia menatap ke seluruh penampilan istrinya dari pantulan cermin. Asha hanya tersenyum simpul lalu kembali melanjutkan memakai anting-anting di telinga kanannya. Setelah itu beralih memegang tangan suaminya yang berada di pinggangnya. "Kau cemburu?" Luke hanya mengangguk lemah dengan terus memanyunkan bibirnya. "Aku tidak rela kecantikan istriku ini dipertonton begitu saja di depan orang banyak." Asha berbalik setelah menaikkan kedua sudut bibirnya dan membiarkan tangannya terkalung manja di leher jenjang sang suami. Wanita itu menatap intens bola mata di hadapannya. "Mereka hanya bisa melihat, sedang kau adalah pemilik semua yang ada padaku. Benarkan?" "Kau menghiburku?" "Tentu saja tidak. Ini memang kenyataannya, kan? Bahwa aku adalah milikmu. Luke Watson," bisik Asha di dekat telinga suaminya.
Ilona langsung menghempaskan jeratan di lengannya. "Karena aku membencimu!"Asha terkejut. "Membenciku? Kenapa? Apa salahku hingga Kakak bisa membenciku?"Ilona menyunggingkan senyum miring seraya melipatkan kedua tangannya. "Salahmu? Banyak Asha, terlalu banyak hingga tidak sanggup mengatakannya satu per satu. Yang pasti kau adalah orang yang mengambil semua kebahagiaanku."Asha hanya diam dengan kerutan tebal di dahinya. Ia tidak mengerti dengan kalimat Ilona barusan."Sejak kecil, kau selalu mendapatkan perhatian lebih dari Ayah dan Ibu. Merebut piala fashion show waktu SMA yang seharusnya milikku. Dan yang lebih penting adalah kau merebut lelakiku!"Asha mendongak, menatap lekat ke arah mata Ilona yang telah memerah. "Lelaki?" tanyanya dengan bingung.Ilona tertawa renyah lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Hatinya te
"Asha, hey. Ada apa?" Asha langsung berkedip ketika ia mendapatkan guncangan di tubuhnya. Ia menoleh dan langsung mendapati wajah Luke yang sedikit khawatir. "Ada apa, hm? Kenapa kau melamun di sini?" tanya Luke dengan lembut. Asha berdehem, berusaha menetralkan nada suaranya lalu menggeleng pelan. "Luke, tiba-tiba aku sedikit tidak enak badan. Jika kau masih ada urusan dengan rekan-rekan kerjamu, kau lanjutkan saja. Aku akan pulang sendiri." "Apa? Kau sakit, hah." Luke langsung mendaratkan tangannya ke dahi sang istri. Wajahnya semakin menyirat kekhawatiran. "Jika tadi kau memang tidak enak badan. Kenapa kau memaksa untuk pergi?" Asha hanya menerbitkan senyum tipis. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing, nanti setelah pulang aku akan meminta Bibi buatkan teh jahe hangat untukku. Kau jangan khawatir." "Baiklah, ayo kita pulang," ucap Luke yang hendak menarik pergelangan tangan Asha. "Hey, tapi acarany
Menjelang siang hari, Asha berjalan ke balkon utama. Tidak sengaja ia melihat ke halaman depan rumah, tampak seorang wanita berambut pendek dengan beberapa paper bag di tangannya."Kak Ilona," batin Asha.Ibu mertuanya datang dari dalam, tampak begitu hangat ketika menyambut kedatangan Ilona. Setelah itu, Selina langsung mengajak Ilona duduk di kursi halaman depan."Asha!" teriak Selina yang langsung membuat Asha beranjak turun dari balkon ke lantai bawah."Iya, Bu," sahut Asha setelah sampai di halaman depan."Sha, Bi Weni lagi belanja ke pasar. Jadi, tolong kamu bikinin minum untuk Ilona, yah. Jarang-jarang Kakakmu datang ke rumah setelah Luke menikah," ucap Selina tampak begitu senang dengan kedatangan Ilona.Asha mengangguk, sebelum ia masuk ke dalam. Asha sempat melirik ke arah Ilona, raut wanita yang ditatap masih sam
Sekali lagi Asha menarik napas sedalam-dalamnya kemudian berkata dengan suara netral. "Ceraikan aku dan nikahilah Kakakku."Seketika pelukan itu mengendur bersamaan dengan wajah Luke yang membeku. "Kau bercanda?" tanya Luke dengan nada tak percaya.Lelaki itu langsung membalikkan tubuh sang istri menghadapnya. Terlihat wajah putih itu sedikit memerah. "Apa yang kau katakan? Kau sadar dengan perkataanmu barusan, hah?" Luke menguncang-nguncang tubuh Asha yang tidak berdaya.Wanita itu langsung mendongak, menatap dengan berani kedua manik suaminya. Di bawah sana tangannya tergenggam erat, berusaha menguatkan diri untuk mengeluarkan suara."Aku tidak bercanda dan aku sadar dengan ucapanku tadi, Luke. Jadi, kumohon ceraikan aku.""Tidak!" sergah Luke dengan cepat. Kedua matanya telah memerah akibat menahan amarah."Asha, apa kar