"Ini untukku?"
"Tentu saja. Aku akan membantumu memasangkannya."Luke berdiri dan berjalan ke arah Asha kemudian memasangkan kalung itu ke leher jenjang istrinya. Asha menunduk dan memegang manik mutiara itu."Kau suka?"Lagi-lagi Asha hanya mengangguk senang. Akhirnya Luke kembali bisa membuat Asha melupakan kegusarannya."Kau tau. Sengaja aku memesan manik dengan bentuk hati. Manik itu mewakilkan hatiku. Asha aku benar-benar telah memberikan seluruh hatiku padamu."Asha bergeming, tangannya terus mengusap lembut manik itu. Lalu ia memegang tangan suaminya."Dan aku akan menjaga hatimu dengan baik. Terima kasih Luke atas semua cintamu."Luke mengeluarkan semua oksigennya lalu membalas pegangan itu. "Asha ingatlah, tidak peduli apapun yang akan terjadi. Kita akan tetap bersama. Melewatinya bersama, hm."Asha hanya mengangguk. Bersamaan dengan itu, petasan kembang api menyala bebas di langit yang gelap. Semakin membuat pemandangan di sana terlihat begitu menakjubkan."Ini termasuk rencanamu?" tanya Asha. Luke hanya mengangguk pelan.Asha tersenyum lebar seraya bangkit dari duduknya. Wanita itu tidak berkedip melihat letupan halus yang menghasilkan kembang api di atas sana. Tiba-tiba letupan itu membentuk tulisan yang semakin membuat Asha melebarkan senyumannya.'Aku mencintaimu, Asha.'Luke juga bangkit dan berjalan mendekati sang istri. Memeluknya dari belakang dan mencari posisi nyaman di atas bahunya."Luke, kau menyiapkannya dengan perfect. Ini luar biasa.""Jika itu berkaitan dengan istriku, maka semuanya harus terlihat sempurna."Luke memutar tubuh istrinya hingga mereka saling berhadapan. Perlahan lelaki itu mencondongkan wajahnya hingga deruh napas mereka saling beradu hangat.Cup.Asha memejamkan matanya, menikmati sensasi hangat yang diberikan Luke melalui bibirnya. Perlahan, ia melingkarkan tangannya ke leher Luke agar kecupan itu semakin dalam.***"Terima kasih, Dok. Saya permisi."Usai mengambil hasil pemeriksaan kesuburan. Asha melangkah keluar dari ruangan, berjalan menyusuri koridor dengan perasaan berdebar. Ia belum berani membuka amplop putih itu. Entah kenapa rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya.Karena terlalu berkabut dengan pikiran, hingga tidak sengaja ia menabrak bahu seseorang. Kertas amplop yang ia pegang ikut terlepas mendarat ke lantai. Anehnya amplop yang tergeletak di lantai itu ada dua."Maaf, maaf. Aku tidak sengaja," ucap Asha seraya membungkuk untuk mengambil amplop putih di dekat kakinya. Mengira jika itu adalah miliknya.Hal yang sama juga dilakukan oleh wanita yang tadi tidak sengaja ia tabrak. Wanita itu juga meraih amplop putih yang ada di dekat kakinya."Aku juga minta maaf. Aku tidak melihatmu tadi," ucap wanita itu dengan senyum tipisnya. Asha hanya tersenyum mengangguk.Setelah itu, Asha kembali berjalan. Menuruni anak tangga kemudian keluar dari rumah sakit. Di dalam taxi, Asha terus memandang amplop putih di tangannya itu. Belum siap untuk melihat hasil dari pemeriksaan hari ini.Bagaimana jika hasilnya nanti tidak sesuai yang ia harapkan?"Kenapa istriku ini berdandan begitu cantik?" ucap Luke seraya memeluk Asha dari belakang. Ia menatap ke seluruh penampilan istrinya dari pantulan cermin. Asha hanya tersenyum simpul lalu kembali melanjutkan memakai anting-anting di telinga kanannya. Setelah itu beralih memegang tangan suaminya yang berada di pinggangnya. "Kau cemburu?" Luke hanya mengangguk lemah dengan terus memanyunkan bibirnya. "Aku tidak rela kecantikan istriku ini dipertonton begitu saja di depan orang banyak." Asha berbalik setelah menaikkan kedua sudut bibirnya dan membiarkan tangannya terkalung manja di leher jenjang sang suami. Wanita itu menatap intens bola mata di hadapannya. "Mereka hanya bisa melihat, sedang kau adalah pemilik semua yang ada padaku. Benarkan?" "Kau menghiburku?" "Tentu saja tidak. Ini memang kenyataannya, kan? Bahwa aku adalah milikmu. Luke Watson," bisik Asha di dekat telinga suaminya.
Ilona langsung menghempaskan jeratan di lengannya. "Karena aku membencimu!"Asha terkejut. "Membenciku? Kenapa? Apa salahku hingga Kakak bisa membenciku?"Ilona menyunggingkan senyum miring seraya melipatkan kedua tangannya. "Salahmu? Banyak Asha, terlalu banyak hingga tidak sanggup mengatakannya satu per satu. Yang pasti kau adalah orang yang mengambil semua kebahagiaanku."Asha hanya diam dengan kerutan tebal di dahinya. Ia tidak mengerti dengan kalimat Ilona barusan."Sejak kecil, kau selalu mendapatkan perhatian lebih dari Ayah dan Ibu. Merebut piala fashion show waktu SMA yang seharusnya milikku. Dan yang lebih penting adalah kau merebut lelakiku!"Asha mendongak, menatap lekat ke arah mata Ilona yang telah memerah. "Lelaki?" tanyanya dengan bingung.Ilona tertawa renyah lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Hatinya te
"Asha, hey. Ada apa?" Asha langsung berkedip ketika ia mendapatkan guncangan di tubuhnya. Ia menoleh dan langsung mendapati wajah Luke yang sedikit khawatir. "Ada apa, hm? Kenapa kau melamun di sini?" tanya Luke dengan lembut. Asha berdehem, berusaha menetralkan nada suaranya lalu menggeleng pelan. "Luke, tiba-tiba aku sedikit tidak enak badan. Jika kau masih ada urusan dengan rekan-rekan kerjamu, kau lanjutkan saja. Aku akan pulang sendiri." "Apa? Kau sakit, hah." Luke langsung mendaratkan tangannya ke dahi sang istri. Wajahnya semakin menyirat kekhawatiran. "Jika tadi kau memang tidak enak badan. Kenapa kau memaksa untuk pergi?" Asha hanya menerbitkan senyum tipis. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing, nanti setelah pulang aku akan meminta Bibi buatkan teh jahe hangat untukku. Kau jangan khawatir." "Baiklah, ayo kita pulang," ucap Luke yang hendak menarik pergelangan tangan Asha. "Hey, tapi acarany
Menjelang siang hari, Asha berjalan ke balkon utama. Tidak sengaja ia melihat ke halaman depan rumah, tampak seorang wanita berambut pendek dengan beberapa paper bag di tangannya."Kak Ilona," batin Asha.Ibu mertuanya datang dari dalam, tampak begitu hangat ketika menyambut kedatangan Ilona. Setelah itu, Selina langsung mengajak Ilona duduk di kursi halaman depan."Asha!" teriak Selina yang langsung membuat Asha beranjak turun dari balkon ke lantai bawah."Iya, Bu," sahut Asha setelah sampai di halaman depan."Sha, Bi Weni lagi belanja ke pasar. Jadi, tolong kamu bikinin minum untuk Ilona, yah. Jarang-jarang Kakakmu datang ke rumah setelah Luke menikah," ucap Selina tampak begitu senang dengan kedatangan Ilona.Asha mengangguk, sebelum ia masuk ke dalam. Asha sempat melirik ke arah Ilona, raut wanita yang ditatap masih sam
Sekali lagi Asha menarik napas sedalam-dalamnya kemudian berkata dengan suara netral. "Ceraikan aku dan nikahilah Kakakku."Seketika pelukan itu mengendur bersamaan dengan wajah Luke yang membeku. "Kau bercanda?" tanya Luke dengan nada tak percaya.Lelaki itu langsung membalikkan tubuh sang istri menghadapnya. Terlihat wajah putih itu sedikit memerah. "Apa yang kau katakan? Kau sadar dengan perkataanmu barusan, hah?" Luke menguncang-nguncang tubuh Asha yang tidak berdaya.Wanita itu langsung mendongak, menatap dengan berani kedua manik suaminya. Di bawah sana tangannya tergenggam erat, berusaha menguatkan diri untuk mengeluarkan suara."Aku tidak bercanda dan aku sadar dengan ucapanku tadi, Luke. Jadi, kumohon ceraikan aku.""Tidak!" sergah Luke dengan cepat. Kedua matanya telah memerah akibat menahan amarah."Asha, apa kar
Setelah membuka pintu, sesaat Luke mematung ketika melihat punggung seorang wanita yang tidak asing di matanya. Selang beberapa saat, kedua sudut bibirnya perlahan naik. Dengan gerakan hati-hati, ia mulai menutup pintu kembali dan berjalan tanpa mengeluarkan suara. Wanita itu langsung menggeliat geli saat tangan kekar merayap di pinggangnya. Tetapi, sesaat kemudian. Ia mulai bernapas lega dan membiarkan lelaki itu tetap di posisi nyamannya. "Kau dari mana saja?" tanya Asha yang tetap sibuk mengeluarkan kotak makan dari dalam tas kecil. "Kau sudah lama menunggu?" Alih-alih menjawab, Luke malah melontarkan pertanyaan. Gelengan kepala si wanita sebagai jawabannya. "Aku merindukanmu," ujar Luke tiba-tiba yang berhasil membuat kedua alis wanita tertaut. Asha melihat wajah Luke dengan ekor matanya. Lelaki itu sedang memejamkan mata seraya mengendus-endus membaui. "Belum satu hari kau ke kantor, Luke. Kenapa kau sudah
"Apa! Kau mandul?" teriak Selina di atas keterkejutannya ketika membaca laporan hasil pemeriksaan kesuburan. Selina menggerakkan bola matanya ke arah Asha yang kini tengah menunduk dalam. Rasa panas perlahan menaik diselingi dengan kerutan tebal di dahi ketika tahu bahwa apa yang baru saja dibaca olehnya memanglah benar. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi di dalam keluarga Watson? Seorang menantunya bisa mengalami kemandulan," ujar Selina setelah melemparkan kertas yang telah ia remuk ke sembarang arah. Napasnya menderu hebat, panik memikirkan masalah besar yang baru saja menghampiri. Sedang Asha tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, lidahnya terlalu keluh walau sekedar mengatakan maaf. Belum juga bisa menemukan solusi, Selina mendesah kasar kemudian melemparkan bokongnya ke sofa. Wajahnya masih menyirat kepanikan dan kekhawatiran akan ancaman keluarga Watson yang tidak bisa melahirkan penerus. Beberapa saat kalut dala
Kelopak mata yang masih tertutup itu terus berkedut lantaran cahaya memenuhi sekitaran mata. Perlahan kelopak itu naik hingga wajah yang masih tertidur pulas memenuhi netranya. Lelaki itu mengulas senyum saat matanya telah terbuka sempurna. Luke menggerakkan tangannya untuk memainkan rambut wanitanya dengan mata terus memandang lekat wajah itu. "Kau masih saja terlihat cantik meski tertidur," ucapnya pelan. Namun, siapa sangka. Kalimat itu malah membuat pipi sang wanita spontan memerah. Membuat lelaki itu menyatukan alis, belum sampai tiga detik, lelaki itu kembali mengangkat sudut bibirnya dengan alis telah terpisah. "Kenapa pipi istriku ini tiba-tiba memerah? Apa dia baru saja menguping pembicaraanku dan sedikit malu untuk membuka mata?" gumam Luke yang sebenarnya sedang menguji si wanita. Tidak bisa lagi menahan kepura-puraan, wanita itu menggeliat lalu membenamkan wajahnya ke dalam dada sang suami. Tentu saja mengundang tawa pelan