Share

9. Tak Sengaja Membentak

"Asha, hey. Ada apa?"

Asha langsung berkedip ketika ia mendapatkan guncangan di tubuhnya. Ia menoleh dan langsung mendapati wajah Luke yang sedikit khawatir.

"Ada apa, hm? Kenapa kau melamun di sini?" tanya Luke dengan lembut.

Asha berdehem, berusaha menetralkan nada suaranya lalu menggeleng pelan. "Luke, tiba-tiba aku sedikit tidak enak badan. Jika kau masih ada urusan dengan rekan-rekan kerjamu, kau lanjutkan saja. Aku akan pulang sendiri."

"Apa? Kau sakit, hah." Luke langsung mendaratkan tangannya ke dahi sang istri. Wajahnya semakin menyirat kekhawatiran. "Jika tadi kau memang tidak enak badan. Kenapa kau memaksa untuk pergi?"

Asha hanya menerbitkan senyum tipis. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing, nanti setelah pulang aku akan meminta Bibi buatkan teh jahe hangat untukku. Kau jangan khawatir."

"Baiklah, ayo kita pulang," ucap Luke yang hendak menarik pergelangan tangan Asha.

"Hey, tapi acaranya baru saja dimulai. Rekan kerjamu pasti membutuhkanmu di sini." Asha menghentikan tarikan Luke.

"Tapi kau lebih membutuhkanku. Aku tidak ingin mengambil resiko dengan membiarkanmu pulang sendiri, ayo." Luke kembali menarik tubuh Asha.

Kini, mereka telah melesat di jalanan yang gelap. Asha hanya diam seraya memandang ke arah luar jendela. Memorinya terus berputar ke percakapan dengan Ilona tadi.

"Asha, apa perlu kita ke rumah sakit dulu sebelum pulang?" tanya Luke memecahkan keheningan.

Asha menggeleng, wanita itu bahkan bergeming dari posisinya. Membuat Luke semakin khawatir.

"Kau yakin?"

"Aku hanya ingin pulang, Luke," jawab Asha sedikit pelan. Lelaki itu hanya menghembus napas panjang melihat istrinya yang tidak bersemangat seperti tadi.

Luke kembali pokus menyetir dan membiarkan Asha dengan posisinya. Mungkin wanita itu butuh istirahat sejenak.

"Apa dulu Kak Ilona mencintaimu, Luke?"

Dalam keheningan itu tiba-tiba Asha bersuara yang menyebabkan Luke seketika mengerem mendadak. Membuat kepala Asha hampir saja terbentur kaca mobil.

"Maaf, kau tidak apa-apa, hah?" Luke meraih wajah Asha, memastikan bahwa di sana tidak ada luka memar.

"Luke, sekarang Kak Ilona masih mencintaimu," lirih Asha.

Luke yang sedari tadi terus memperhatikan dahi Asha, tiba-tiba memaku dan pandangannya turun ke netra yang kini terlihat begitu sayu.

"Tapi, aku mencintaimu Asha. Sekarang aku hanya menganggap Ilona sebagai ipar dari Kakakmu. Lagi pula itu sudah berlalu, jangan membahasnya lagi." Luke kembali ke kursinya dan menatap lurus ke depan.

"Tadi aku bertemu Kak Ilona. Dia begitu berantakan, wajahnya menyirat kesedihan yang amat dalam."

Luke kembali menoleh. "Semuanya sudah berlalu Asha. Biarkan dia mencari kehidupannya sendiri. Sekarang hidupku hanya dirimu. Aku tidak ingin membahas masalalu di kehidupan sekarang."

"Tapi, Kak Ilona-"

"Asha! aku bilang, jangan membahas yang telah berlalu!" Tanpa sadar Luke berucap dengan nada tinggi diselingi emosi yang membara di dalam dada.

Asha yang mendengar itu, seketika hatinya terasa teriris. Matanya mulai berkaca-kaca. Ini adalah pertama kalinya lelaki itu membentaknya. Dengan bahu bergetar, ia langsung memalingkan wajahnya ke luar jendela.

Sadar telah membuat kesalahan, Luke menarik napas dalam lalu menghembusnya. Berusaha menetralkan emosinya yang memuncak ketika Asha terus membahas tentang Ilona.

Lelaki itu melirik ke arah Asha yang menghadap ke luar jendela. Ia sangat ingin menenangkan bahu yang bergetar itu. Tetapi ia mengurungkan niatnya dan kembali melajukan mobilnya. Di perjalanan pulang selanjutnya, mobil itu benar-benar hening tanpa suara.

***

Di ruangan lain, seorang lelaki yang menggendong wanita berusaha membuka pintu kamar hotel. Setelah terbuka, ia mendorong pintu itu lebih lebar dengan pundaknya. Kemudian berjalan masuk dan membaringkan wanita yang masih sering meracau tak jelas.

Lelaki itu membuka sepatu yang dikenakan wanita itu lalu menyelimutinya hingga ke atas dada. Lelaki itu berhenti, menatap intens wajah yang telah memerah akibat alkohol yang dikonsumsi si wanita. Kedua sudut bibirnya terangkat.

"Kau masih wanita sama yang kukenal saat kuliah dulu. Masih dengan wajah yang manis," gumam sang lelaki seraya menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga.

"Luke kenapa kau begitu tega padaku, tidakkah kau lihat betapa aku mencintaimu," racau Ilona yang membuat sang lelaki mengendurkan senyum.

"Lalu kenapa kau juga tidak bisa melihat bahwa aku begitu mencintaimu, Ilona. Kenapa yang selalu dipikiranmu hanya Luke?"

Lelaki itu begitu kecewa, dengan hembusan panjang ia bangkit dan melangkah pergi. Namun sebelum tubuhnya benar-benar keluar dari kamar. Ilona kembali meracau.

"Sean, si brengsek. Kenapa kau selalu menggangguku, hah? Kenapa kau selalu berada di sekitarku di saat aku dalam mood buruk? Apa kau mencoba untuk menghiburku? Mencoba menjadi pangeran berhati baik." Ilona terkekeh, matanya masih terpejam.

Kalimat itu mampu mengembalikan senyum di bibir Sean. Ia berbalik dan kembali mendekati Ilona. "Aku senang kau menyebut namaku, itu artinya di hatimu ada sedikit aku. Ilona, aku akan terus berada di sampingmu, menjagamu dan berusaha membuatmu bahagia. Meski kau masih mengataiku lelaki brengsek."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status