Deffin tersenyum tipis mendengar perkataan Clarice, ada setitik rasa iba di dalam hatinya setelah mengetahui semua informasi gadis di hadapannya ini dari cerita istrinya, dan sekarang ia puas karena sepertinya pada akhirnya keinginan istrinya untuk membantu dan melindungi gadis ini akan terwujud, meski harus menggunakan cara yang hampir sama dengan kisahnya, yaitu menjerat dengan sebuah tali pernikahan.
"Baiklah, sebaiknya kamu harus menemui istriku sekarang, dialah yang akan memberitahukan alasannya," sahut Deffin cepat, lalu kemudian ia beralih memandang Alvin dengan tatapan tajam.
"Dan Kau, lebih baik pulanglah ke negara asalmu, karena mulai sekarang kami yang akan menjamin keselamatannya." Meski Clarice belum menyetujui rencana pernikahan ini, namun Deffin dengan percaya dirinya menyuruh Alvin pergi, dan entah mengapa ia kurang suka dengan pengawal setia gadis ini.
"Maaf, Tuan. Tapi saya tidak akan pernah pergi dari sisi Nona Clarice, karena ini adalah tugas saya," sahut Alvin lugas.
"Terserah! Tapi saat ini aku melarangmu untuk ikut dengan kami."
"Tidak bisa begitu, Tuan. Meski Anda adalah penguasa di negara ini, tapi saya belum bisa mempercayai keselamatan Nona Clarice di tangan Anda. Begitu banyak orang yang mengincar nyawa Nona, dan saya tidak mau mengambil risiko sedikit saja!" tegas Alvin.
Deffin tersenyum mengejek. "Ternyata bocah ingusan sepertimu meragukan kekuasaanku." Deffin menjentikkan jarinya, tidak lama kemudian masuklah dua pengawal dengan seorang pria yang berada di tengahnya dalam kondisi babak belur, ia diseret dan dihempaskan di lantai tepat di depan kaki Deffin.
Wajah lelaki penuh kesakitan itu semakin meraung merasa sakit tatkala Deffin menginjak punggungnya yang luka dengan penuh penekanan. Clarice sampai dibuat tutup mata melihat adegan menyeramkan ini. Lantai yang awalnya bersih, kini dialiri darah segar yang keluar dari beberapa luka sayatan katana yang diderita lelaki tersebut.
"Kalian tahu siapa dia? Dia adalah orang suruhan wanita itu, hampir saja ia melapor jika orang-orangku tidak segera meringkusnya," ujar Deffin pongah, ia menatap kesal Alvin karena berani meremehkannya.
Clarice dan Alvin tidak langsung percaya, hingga kemudian salah satu pengawal memberikan ponsel milik lelaki itu. Terdapat banyak bukti percakapan lelaki tersebut dengan nenek sihir itu, bahkan ada video pendek yang menampilkan kehebatan Clarice saat menghadapi para pencopet beberapa hari yang lalu, video yang akan menjadi penguat bukti kecurigaan jika Clarice adalah Kiyomizu Ayumi.
Clarice menutup mulutnya yang menganga karena 'tak percaya. Andai saja video itu langsung terkirim, sudah pasti akan banyak orang yang dikirim nenek sihir itu untuk segera menghabisi nyawanya.
Sedangkan Alvin yang sudah melihat bukti tersebut, ia hanya bisa pasrah. "Baiklah, saya akan pulang ke apartemen saya, tolong jaga Nona." Setelah mengatakan itu ia langsung menunduk hormat kepada Deffin, setelah berpamitan dengan Clarice, Alvin langsung meninggalkan tempat tersebut.
"Dia Roy, dan itu Erwin. Ke depannya kamu bisa langsung meminta bantuan mereka jika ada keperluan mendesak," ujar Deffin seraya menunjuk Roy dan Erwin secara bergantian.
Clarice hanya menganggukkan kepalanya sopan, berada di antara singa tua ini sama saja berhadapan dengan malaikat maut, ia tidak punya pilihan lain selain patuh.
***
Sesampainya di rumah mewah milik Deffin, Clarice langsung disambut hangat oleh Azkia. Bahkan Azkia tanpa ragu-ragu memeluk Clarice layaknya mereka sudah memiliki hubungan dekat sejak lama, dan keharmonisan itu juga disaksikan langsung oleh Reynand yang sedang duduk di sofa ruang tamu itu, ia langsung melengos melihat pemandangan seperti itu.
"Duduklah, kamu pasti masih merasa tegang dengan kejadian tadi," seloroh Azkia dengan maksud setengah menyindir, meski dirinya sedikit kecewa dengan pilihan Clarice yang berniat kabur, namun ia tidak marah, justru Azkia semakin merasa cocok dengan calon menantunya tersebut, ia melihat sosok Clarice seperti melihat dirinya sendiri di usia mudanya, yaitu penuh kenekatan dan tentunya pintar bersandiwara.
Clarice hanya tersenyum kikuk, ia sedikit melirik Reynand yang memandang acuh tak acuh padanya, dalam hati Clarice bergumam, "Aku sudah berusaha untuk menggagalkan rencana pernikahan ini, dan setidaknya aku pun juga sudah membuktikan bahwa aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini, selanjutnya terserah kau mau berpikir apa? Tuan arogan!"
"Emm, Ibu. Bolehkah saya tahu, apa alasan Anda sebenarnya memilih saya untuk dijadikan sebagai calon menantu kalian?" tanya Clarice tanpa perlu basa-basi lagi, ia ingin segera mendengarnya dan membuat sebuah keputusan.
"Tidak ada, aku benar-benar ingin menjadikan kamu sebagai menantu kami, tapi kenapa kamu berniat menolaknya? Apakah keluarga kami tidak cukup baik untuk memiliki menantu seperti kamu, hingga akhirnya kamu memilih kabur dari kami?" kilah Azkia dengan suara dibuat sesedih mungkin, Deffin yang tahu Azkia hanya mendramatisir keadaan, ia hanya merengkuh Azkia untuk menenangkannya, lalu kemudian ia memberikan tatapan peringatan untuk Clarice.
Clarice dibuat takut dengan sorot mata Deffin. "Kalau begini sama saja artinya aku harus tetap setuju dengan rencana pernikahan ini, jangankan untuk menolak, untuk mendengar jawaban yang kuinginkan saja aku tidak bisa mendapatkannya," batin Clarice.
"Tapi-" Clarice yang berniat mengungkapkan ketidakpuasannya, kata-katanya langsung dipotong oleh Reynand.
"Sudah cukup! Tinggal menikah saja, apa susahnya? Lagi pula seharusnya kamu yang beruntung bisa menikah denganku, jadi jangan bertingkah sok jual mahal!" ujar Reynand kesal. "Dasar gadis bodoh! Tidak tahukah kamu dengan arti tatapan ayahku itu? Dia bahkan bisa menghabisimu sekarang juga, jadi lebih baik sekarang kita menuruti kata-kata mereka saja," lanjut Reynand dalam hati.
Clarice mendelik mendengar ucapan Reynand, bisa-bisanya dia mengatakannya dengan semudah itu, dan bagaimana bisa Reynand terlihat sudah pasrah tanpa melakukan penolakan lagi, apakah dia akhirnya juga menyetujui rencana pernikahan ini? Dan apakah dia sama sekali tidak keberatan menikah dengannya? Padahal begitu banyak wanita cantik yang ingin bersanding dengannya, apalagi dengan Erlena yang terlihat sangat serasi untuk dijadikan sebagai istrinya.
Sedangkan Azkia yang mendengar tanggapan Reynand, ia bersorak gembira dalam hati. "Lihatlah, Reynand sudah setuju untuk menikah denganmu, jadi kamu juga tidak ada alasan lagi untuk menolaknya. Dan kamu tidak perlu khawatir kalau kalian belum saling mencintai, karena cinta akan datang sendiri seiring berjalannya waktu."
"Dan pernikahan kalian akan dilaksanakan pada bulan depan," sambung Deffin tiba-tiba.
Kali ini bukan hanya Clarice yang terkejut, namun Reynand juga. "Ayah, kenapa secepat itu?" tanya Reynand dengan nada sedikit protes.
"Kami tidak perlu menjawabnya, semua sudah kami atur, kalian tinggal menjalankan saja, dan tanpa ada bantahan lagi!"
"Tapi, Ayah. Bisakah acaranya dilakukan secara sederhana saja? Saya mohon ...." pinta Clarice seraya mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Meski sekarang nyawanya sudah terbilang sedikit aman, namun dia tidak mungkin membongkar identitasnya secepat ini.
Sejenak Deffin dan Azkia saling pandang, melihat Azkia menganggukkan kepalanya. Deffin mengatakan, "Baiklah." Lalu Deffin beralih memandang Reynand. "Reynand, nanti kamu antar Clarice pulang, dan pastikan kali ini ia sampai di panti asuhan, awas jika sampai kejadian tadi terulang kembali!" peringatan dari Deffin.
"Baik, Ayah." sahut Reynand lemah, ia menghembuskan napas lelah, karena pada akhirnya ia akan menikah dengan gadis aneh, yang entah datang dari planet mana?
***
Sesuai dengan perintah Deffin, Reynand harus mengantarkan Clarice hingga sampai panti asuhan, meski ia sangat malas, Reynand tentu tidak bisa melanggar perintah ayahnya, nyalinya tidak cukup besar untuk menentang seorang Deffin Wirata."Kita mau ke mana?" tanya Clarice saat mobil tidak melaju ke arah panti asuhan."Cafe," sahut Reynand singkat, ia sama sekali tidak mempedulikan raut wajah Clarice yang kebingungan."Untuk apa?""Kita harus membicarakan perjanjian pra nikah." Reynand sejenak melirik Clarice yang terkejut mendengar perkataannya."Apakah kita akan melakukan pernikahan kontrak secara diam-diam?" tanya Clarice antusias, ia sering mendengar tentang pernikahan seperti itu, dan ia tidak menyangka akan mengalami kejadian ini di dalam hidupnya. Namun, ia sangat bahagia jika pernikahannya ini hanya akan menjadi pernikahan kontrak."Dasar bodoh! Kamu kira
Tidak tahu apa yang direncanakan ibunya Reynand, yang jelas saat ini Clarice harus bisa datang ke acara pesta perpisahan tersebut, dan yang lebih menyebalkan lagi, Clarice dilarang berangkat bersama Alvin. Namun bukan Clarice jika ia tidak mencoba menentang larangan tersebut, ia akan tetap diantar oleh Alvin."Kamu yakin datang ke pesta dengan pakaian seperti itu?" tanya Alvin yang melihat penampilan Clarice terlihat seperti biasanya.Hanya mengenakan celana panjang dengan model wide leg pants , dan juga blouse bewarna pastel. Namun, tampak manis dikenakan Clarice.Sejenak Clarice melihat penampilannya sendiri. "Bagus kalau aku nanti langsung diusir," sahut Clarice acuh tak acuh, ia memang tidak berniat datang ke acara ini.Alvin terkekeh geli, lalu ia langsung melajukan taksinya dengan kecepatan sedang. "Jam berapa acaranya selesai?""Kamu jemput saja jam sembilan.""Baiklah, maaf ya ... tidak bisa menemanimu," ujar Alvin menyesal, ia
Clarice berjalan terburu-buru meninggalkan area restoran, ia tidak mempedulikan tatapan penasaran orang-orang yang berpapasan dengannya. Dari rambut hingga ujung kaki semua terlihat basah, bahkan air terlihat masih menetes membasahi setiap jalan yang ditapakinya.Semilir angin malam hanya menambah penderitaannya, Clarice semakin memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan. Sejenak Clarice menghentikan langkahnya, ia berniat memberhentikan taksi agar bisa pulang ke panti, ponselnya telah rusak, ia tidak bisa menghubungi Alvin untuk meminta pertolongan.Tidak lama kemudian ada sebuah mobil yang berhenti di depannya, sebuah mobil sport mewah yang sangat dikenalinya. Clarice membuang muka saat orang yang di dalam mobil membuka pintu untuknya."Hei ... ayo, cepat naik!" seru Reynand seraya menatap Clarice dengan tidak sabaran.Clarice bergeming, ia mengabaikan perkataan Reynand, kepalanya tetap setia menoleh ke kanan untuk mencari sebuah taksi yang koso
Clarice langsung pergi ke depan ketika Alvin sudah berada di depan gerbang panti asuhan, dengan memberikan alasan menginap di rumah temannya, ibu panti tidak akan khawatir, karena Clarice sudah biasa meminta izin untuk tidur di rumah Bella, yaitu teman kerjanya di toko bunga.Setelah Clarice masuk ke dalam taksi. "Bagaimana bisa kamu sampai demam seperti ini? Kita harus pergi ke dokter sekarang," ujar Alvin setelah menempelkan telapak tangannya di kening Clarice yang terasa panas."Tidak perlu, minum obat demam biasanya juga pasti akan sembuh. Kita ke apartemen saja sekarang, aku hanya butuh tempat yang nyaman untuk istirahat." Clarice langsung mencari sandaran yang nyaman untuk merebahkan tubuhnya yang terasa sakit semua.Alvin tentu langsung menurut, ia melajukan taksinya menuju apartemennya. Meski didera rasa penasaran, mengapa Clarice bisa sampai sakit seperti ini? Namun, Alvin masih bisa menahannya, melihat wajah pucat Clarice, Alvin tidak tega untuk
"Ah, Ibu. Itu tidak perlu, biar Alvin saja, dia yang sudah biasa merawatku jika aku sakit," sahut Clarice."Itu kan dulu, sekarang berbeda. Sekarang sudah ada Reynand di sini, dia yang harus merawatmu," ujar Azkia seraya menarik tangan Reynand mendekat ke arah ranjang.Reynand terlihat menggerutu. Namun, ia tidak bisa menepis tangan ibunya."Alvin, tolong berikan mangkuknya kepada Reynand, biar Reynand yang menyuapi Clarice."Dengan terpaksa Alvin menyerahkan mangkuk itu kepada Reynand. Sedangkan Reynand tampak acuh tak acuh menerimanya.Selera makan Clarice mendadak hilang seiring dengan tangan Reynand yang mendekatkan sendok ke mulut Clarice. Bubur yang tadinya lembut berubah bagaikan batu kerikil yang sulit ditelan karena melihat wajah masam Reynand. Semua ini hanya menambah penderitaan Clarice di kala sakit."Sudah," ujar Clarice seraya mengangkat tangannya menolak bubur yang akan disendokkan Reynand."Kenapa sudah?
Hari ini taman di samping rumah mewah milik Deffin Wirata telah disulap menjadi tempat yang indah untuk acara pernikahan Reynand dan Clarice. Meski terbilang sederhana. Namun, dekorasi yang dipesan jauh dari kata biasa saja, bahkan bukan hanya keluarga besar saja yang akan menjadi saksi pernikahan mereka, Deffin juga mengundang beberapa rekan bisnis yang terbilang cukup dekat dengannya."Apakah ini bisa disebut pernikahan yang sederhana?" gumam Clarice yang memandang keadaan di luar dari jendela kamarnya.Semalam Clarice menginap di rumah Reynand, sopir keluarga Wirata menjemputnya setelah ia pulang bekerja, karena acaranya diadakan pada pagi hari, Azkia khawatir jika Clarice akan terlambat jika ia tetap tidur di panti asuhan, karena jarak panti ke rumah Wirata lumayan jauh.Tiba-tiba seseorang membuka pintu yang berada di belakangnya. "Sayang, sudah selesai?" tanya Azkia dengan kepala yang menyembul dari balik pintu."Sudah," sahut Clarice seraya
Sebuah gedung apartemen menjulang tinggi berdiri dengan angkuhnya seperti sang pemiliknya yang berada di depan Clarice. Setelah menyelesaikan semua rangkaian acara pernikahan mereka berdua, kini Reynand membawa Clarice pulang ke penthouse nya.Di dalam lift khusus untuk menuju lantai tempat tinggalnya, Reynand tampak sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Clarice yang berada di belakangnya, ia benar-benar menganggap Clarice sebagai orang asing yang akan menumpang tinggal di dalam rumahnya."Ini kartu akses milikmu." Tanpa perlu menoleh, Reynand langsung melemparkannya ke arah belakang dan langsung ditangkap oleh Clarice dengan gelagapan.Clarice yang merasa kesal, memandang tajam punggung tegap Reynand. "Tidak bisakah kamu memberikannya dengan cara yang baik?" protes Clarice."Sudah, jangan bawel! Seharusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena jika tidak menikah denganku, kamu tidak akan pernah bisa merasakan tinggal di tempat yang nyaman sep
Clarice sekali lagi mematut dirinya di depan kaca, memastikan bahwa penampilannya cukup baik seperti biasanya. Setelah puas, ia meraih tas punggung kecilnya yang berada di atas nakas, lalu langsung memakainya.Saat melewati ruang tamu, ia tidak melihat jika Reynand sedang duduk di sofa menunggunya. "Hei, mau ke mana kamu?" tanya Reynand seraya berdiri menghampiri Clarice."Kerja.""Siapa yang memperbolehkanmu berangkat bekerja?" Sorot mata Reynand yang tajam serta alis tebalnya yang menukik laksana sebuah pedang yang siap untuk menebas leher Clarice, membuat Clarice sedikit ketakutan dengan tatapan Reynand."Aku. Memangnya kenapa kalau aku berangkat bekerja? Lagi pula kita sudah sepakat untuk tidak ikut campur urusan masing-masing, jadi jangan bilang kalau kamu akan melarangku bekerja," balas Clarice berani."Siapa yang melarangmu bekerja? Aku tidak melarangmu. Tapi, sebelum kamu berangkat bekerja, kamu harus menyelesaikan pekerjaanmu yan