Clarice langsung pergi ke depan ketika Alvin sudah berada di depan gerbang panti asuhan, dengan memberikan alasan menginap di rumah temannya, ibu panti tidak akan khawatir, karena Clarice sudah biasa meminta izin untuk tidur di rumah Bella, yaitu teman kerjanya di toko bunga.
Setelah Clarice masuk ke dalam taksi. "Bagaimana bisa kamu sampai demam seperti ini? Kita harus pergi ke dokter sekarang," ujar Alvin setelah menempelkan telapak tangannya di kening Clarice yang terasa panas."Tidak perlu, minum obat demam biasanya juga pasti akan sembuh. Kita ke apartemen saja sekarang, aku hanya butuh tempat yang nyaman untuk istirahat." Clarice langsung mencari sandaran yang nyaman untuk merebahkan tubuhnya yang terasa sakit semua.Alvin tentu langsung menurut, ia melajukan taksinya menuju apartemennya. Meski didera rasa penasaran, mengapa Clarice bisa sampai sakit seperti ini? Namun, Alvin masih bisa menahannya, melihat wajah pucat Clarice, Alvin tidak tega untuk"Ah, Ibu. Itu tidak perlu, biar Alvin saja, dia yang sudah biasa merawatku jika aku sakit," sahut Clarice."Itu kan dulu, sekarang berbeda. Sekarang sudah ada Reynand di sini, dia yang harus merawatmu," ujar Azkia seraya menarik tangan Reynand mendekat ke arah ranjang.Reynand terlihat menggerutu. Namun, ia tidak bisa menepis tangan ibunya."Alvin, tolong berikan mangkuknya kepada Reynand, biar Reynand yang menyuapi Clarice."Dengan terpaksa Alvin menyerahkan mangkuk itu kepada Reynand. Sedangkan Reynand tampak acuh tak acuh menerimanya.Selera makan Clarice mendadak hilang seiring dengan tangan Reynand yang mendekatkan sendok ke mulut Clarice. Bubur yang tadinya lembut berubah bagaikan batu kerikil yang sulit ditelan karena melihat wajah masam Reynand. Semua ini hanya menambah penderitaan Clarice di kala sakit."Sudah," ujar Clarice seraya mengangkat tangannya menolak bubur yang akan disendokkan Reynand."Kenapa sudah?
Hari ini taman di samping rumah mewah milik Deffin Wirata telah disulap menjadi tempat yang indah untuk acara pernikahan Reynand dan Clarice. Meski terbilang sederhana. Namun, dekorasi yang dipesan jauh dari kata biasa saja, bahkan bukan hanya keluarga besar saja yang akan menjadi saksi pernikahan mereka, Deffin juga mengundang beberapa rekan bisnis yang terbilang cukup dekat dengannya."Apakah ini bisa disebut pernikahan yang sederhana?" gumam Clarice yang memandang keadaan di luar dari jendela kamarnya.Semalam Clarice menginap di rumah Reynand, sopir keluarga Wirata menjemputnya setelah ia pulang bekerja, karena acaranya diadakan pada pagi hari, Azkia khawatir jika Clarice akan terlambat jika ia tetap tidur di panti asuhan, karena jarak panti ke rumah Wirata lumayan jauh.Tiba-tiba seseorang membuka pintu yang berada di belakangnya. "Sayang, sudah selesai?" tanya Azkia dengan kepala yang menyembul dari balik pintu."Sudah," sahut Clarice seraya
Sebuah gedung apartemen menjulang tinggi berdiri dengan angkuhnya seperti sang pemiliknya yang berada di depan Clarice. Setelah menyelesaikan semua rangkaian acara pernikahan mereka berdua, kini Reynand membawa Clarice pulang ke penthouse nya.Di dalam lift khusus untuk menuju lantai tempat tinggalnya, Reynand tampak sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Clarice yang berada di belakangnya, ia benar-benar menganggap Clarice sebagai orang asing yang akan menumpang tinggal di dalam rumahnya."Ini kartu akses milikmu." Tanpa perlu menoleh, Reynand langsung melemparkannya ke arah belakang dan langsung ditangkap oleh Clarice dengan gelagapan.Clarice yang merasa kesal, memandang tajam punggung tegap Reynand. "Tidak bisakah kamu memberikannya dengan cara yang baik?" protes Clarice."Sudah, jangan bawel! Seharusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena jika tidak menikah denganku, kamu tidak akan pernah bisa merasakan tinggal di tempat yang nyaman sep
Clarice sekali lagi mematut dirinya di depan kaca, memastikan bahwa penampilannya cukup baik seperti biasanya. Setelah puas, ia meraih tas punggung kecilnya yang berada di atas nakas, lalu langsung memakainya.Saat melewati ruang tamu, ia tidak melihat jika Reynand sedang duduk di sofa menunggunya. "Hei, mau ke mana kamu?" tanya Reynand seraya berdiri menghampiri Clarice."Kerja.""Siapa yang memperbolehkanmu berangkat bekerja?" Sorot mata Reynand yang tajam serta alis tebalnya yang menukik laksana sebuah pedang yang siap untuk menebas leher Clarice, membuat Clarice sedikit ketakutan dengan tatapan Reynand."Aku. Memangnya kenapa kalau aku berangkat bekerja? Lagi pula kita sudah sepakat untuk tidak ikut campur urusan masing-masing, jadi jangan bilang kalau kamu akan melarangku bekerja," balas Clarice berani."Siapa yang melarangmu bekerja? Aku tidak melarangmu. Tapi, sebelum kamu berangkat bekerja, kamu harus menyelesaikan pekerjaanmu yan
Setelah puas seharian pergi bersama Alvin, Clarice baru saja pulang ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam. Sesampainya di penthouse, lampu ruang tamu sudah mati, mengira Reynand pergi ke luar, Clarice memilih masuk ke dalam kamarnya sendiri.Namun, Clarice dibuat terkejut ketika melihat pintu lemari pakaian miliknya terbuka lebar, bahkan isinya kosong tak bersisa."Di mana semua pakaianku?" Memeriksa seluruh tempat yang kemungkinan besar dijadikan tempat menyembunyikan pakaiannya oleh Reynand.Namun, hasilnya nihil, bahkan di dalam kamar mandi pun tidak ada. Sedikit panik, Clarice bergegas keluar, pasalnya ia baru saja mendapatkan periode bulanannya, bisa risih jika sekarang ia tidak langsung mengganti celana beserta dalamannya, apalagi saat ini ia tinggal bersama seorang lelaki yang sialnya berstatus sebagai suaminya.Tepat saat membuka pintu, suara Reynand mengejutkannya. "Dari mana saja kamu?" tanya Reynand dengan suara yang tidak bersah
Suara ketukan pintu yang cukup keras, telah membangunkan Clarice dari mimpi indahnya. Mendengar suara Reynand memanggil namanya, Clarice bukannya segera beranjak, namun ia malah menarik selimut hingga menutupi kepalanya."Clarice ...." teriak Reynand. "Hei, cepat bangun wanita pemalas," lanjut Reynand kesal karena Clarice tidak kunjung membuka pintunya.Sedangkan Clarice tetap bergeming, hari ini ia terpaksa bolos kerja lagi dan tidak akan keluar kamar, sebab ia sangat malu jika ketahuan memakai celananya Reynand, karena baju dan celana miliknya yang dicucinya semalam belumlah kering."Hei, apakah kau tuli? Haruskah aku mendobrak pintu ini?" Rasa kesal Reynand sudah sampai pada puncaknya, sebab ia sudah sangat kelaparan dan Clarice malah menguji kesabarannya.Mendengar Reynand akan mendobrak pintu kamarnya, Clarice dengan kesal menyibakkan selimutnya, lalu dengan terpaksa ia beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu tersebut.Ceklek..."Apa?" tanya Clarice malas, ia han
Reynand memandang tajam Alvin yang berada di hadapannya. Sedangkan Alvin ia tampak berdiri dengan santai seraya menenteng dua paper bag yang berbeda ukuran."Kenapa kamu datang ke sini?" Reynand mengulang pertanyaannya sebab ia belum mendapatkan jawaban dari Alvin."Mengantarkan pesanan Clarice," sahut Alvin seraya mengangkat kedua paper bag tersebut."Kalau begitu sini, biar aku yang berikan kepada dia." Reynand hampir merebut paper bag tersebut. Namun, Alvin dengan cepat menepis tangan Reynand."Tidak perlu, aku bisa memberikannya langsung kepadanya. Lagi pula ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengannya.""Apa yang ingin kamu bicarakan dengannya?" tanya Reynand menyelidik. Seperti biasa, penyakit penasarannya tidak bisa dikontrol jika itu tentang Clarice, sebab menurut Reynand, Clarice tidak hanya gadis yang aneh, tapi juga sangat misterius."Bukan urusanmu," sahut Alvin, lalu tanpa permisi ia langsung menerobos masuk ke dalam penthouse Reynand.Sedangkan Reynand ia hendak menyus
Di sebuah ruang rapat, semua tampak tegang tatkala diminta melaporkan hasil kinerja bulan ini. Deffin sebagai owner Wirata Group, dia tampak masih gagah duduk di kursi kebesarannya, walaupun usianya sudah tidak muda lagi, aura ketegasan dan wibawanya seolah tak pernah surut dari wajahnya yang masih terlihat tampan.Di samping kanannya, duduklah sang CEO yang juga anak semata wayangnya, Reynand Wirata. Satu persatu orang sudah memberikan hasil laporannya, lalu pembahasan dan perencanaan untuk selanjutnya pun masih bergulir.Namun, saat Reynand dimintai pendapat oleh ayahnya, ruangan itu hanya hening, karena jiwa Reynand tidak berada dalam rapat tersebut."Reynand." Deffin memanggil hingga ke tiga kalinya. Namun, sang anak menoleh pun tidak, ia hanya menatap laptopnya dengan pandangan kosong.Brian yang berada di samping Reynand, kakinya segera menyenggol kaki Reynand, sebelum Deffin marah, ia harus segera menyadarkan Reynand dari lamunannya."Ada apa, Paman?" tanya Reynand bingung. Lal