Bab 5 Menantu Yang Tak Diinginkan
"Kiara! Kiara?" Mertuaku memanggil-manggil dari lantai atas.Aku sengaja diam saja.
"Kiara! Kiara! Dimana kamu?" Terus saja Bu Farah berteriak.
Tok tok tok...
Terdengar suara high hellsnya yang khas mendekati pintu dapur. Aku menghela nafas tatkala sosok itu mendekat.
"Ada di sini rupanya? Mengapa tidak menyahut?" Tanyanya dengan sorot mata tajam.
Begitulah tingkah mertuaku ketika Mas Galih tak ada di rumah.
"Aku tidak dengar, Bu." Jawabku santai.
"Tidak dengar bagaimana? Orang ibu memanggil dengan suara keras. Kok ngakunya tidak dengar," Bu Farah menggerutu keras.
Aku menggelengkan kepala. Kebiasaan memang.
"Kiara, ibu mau kasih tahu, hari ini ada beberapa teman ibu yang akan datang. Tolong siapkan hidangan. Oh ya, semua bahan telah ibu belikan. Cek di dalam kulkas bagian bawah. Masak semuanya. Seperti biasa, tolong masakkan yang enak ya! Ibu mau pergi sekarang!"
Selesai bicara, wanita itu melangkah ke depan, tanpa menunggu jawabanku. Pandai sekali mulutnya memerintah.
"Bu, hari ini Kiara kurang enak badan. Maaf ya, Bu. Sepertinya Kiara tidak bisa masak banyak-banyak seperti biasanya." Jawabku cepat sebelum beliau benar-benar menghilang.
Mendengar jawabanku, Bu Farah seketika menghentikan langkahnya. Wajah sangar milik beliau menoleh ke arahku.
"Kamu membantahku, Kiara?" Tanyanya dengan sorot mata tajam.
"Bukan maksud membantah, Bu. Tapi badan Kiara benar-benar sedang tidak enak. rasanya tidak mampu memasak hidangan banyak-banyak untuk teman-teman ibu." Jawabku lagi.
Bu Farah melangkah ke arahku. Wajahnya yang sengaja ia buat seseram mungkin sama sekali tidak membuatku gugup.
Dia pikir akan mudah untuk memerintahkan aku apa saja seperti sebelum-sebelumnya? Menyuruh-nyuruh sesuka hati, dan selalu membebaniku dengan beragam perintah yang sepatutnya hanya pantas diperintahkan kepada seorang pembantu.
Bahkan seorang pembantu pun tidak akan bertahan lama apabila diperlakukan sedemikian rupa. Apalagi aku yang seorang menantu.
Entahlah, sekarang aku merasa muak dengan caranya dalam memperlakukan sku selama ini.
Langkah Bu Farah kian mendekat, aku tetap memasang muka biasa-biasa saja.
Bu Farah berhenti tepat di depanku, kedua matanya menatap tajam,
"Tidak sepantasnya kau menolak perintahku! Kau sadar bagaimana posisimu di rumah ini, Kiara?" Bu Farah menatap seolah-olah aku ini tawanannya.
"Posisi bagaimana maksud Ibu? Bukankah aku seorang menantu di rumah ini?"
"Ha ... ha ... ha ...!" Bu Farah tertawa lebar. Seolah-olah ada hal lucu yang memicu tawanya.
"Kenapa tertawa, Bu?Bukankah perkataanku benar?"
Lagi-lagi Bu Farah mengumbar tawa ketus dengan ucapanku.
"Kiara, kau memang menantu di rumah ini. Tapi yang harus kau ketahui, kamu adalah menantu yang tidak kuinginkan ...!"
Degh ...
Jantung ini berdegup kencang dengan ucapan mertua yang begitu lantang dan lugas. Dengan mimik wajah tanpa merasa bersalah.
"Ma ... maksud Ibu?" Aku terbata.
"Apa telingamu sudah tidak bisa berfungsi lagi? Apa sudah budek? Sekali lagi aku katakan, bahwa kau di rumah ini bukan siapa-siapa. Aku tidak pernah menginginkan menantu dari kalangan keluarga rendahan seperti keluargamu, memalukan dan tidak berpendidikan!"
Jleb ...!
Ada rasa perih menusuk hati mendengar keluargaku turut serta dalam ucapannya yang lebih terdengar seperti penghinaan.
"Bu, tolong jangan bawa-bawa nama keluargaku!" Tanggapku lantang.
"Mengapa memangnya? Kau tak suka? Kau malu dengan keadaan? Makanya, kamu introspeksi diri, sadar dirimu siapa? Pantas apa tidak memasuki keluarga Galih? Salah siapa dulu ngotot ingin dinikahi sama Galih? Padahal kau tahu, aku telah mempunyai Celine untuk Galih, anakku. Tentu Celine bukan wanita rendahan seperti kamu! Dia jauh lebih berkelas, berasal dari keluarga bermartabat. Bukan dari kolong jembatan sepertimu ...!"
Astaga ...!
Darahku mendidih.Bu Farah, Anda tidak tahu berasal dari mana aku sebenarnya!
Bab 6 Jangan Mengeruk Uang Anakku! "Tolong, jangan hina keluargaku! Mereka tidak bersalah dalam hal ini, Bu!" "Aku tidak menyalahkan, kok. Cuma mengatakan kenyataan. Mengapa kau harus tersinggung? Makanya, nyadar! Masih untung anak saya mau memungutmu menjadi istrinya. Dengan begitu kamu bisa tinggal di rumah sebesar ini. Bisa berbaur dengan keluarga Galih yang jauh beda kualitasnya di banding sama keluargamu. Seharusmya kau tahu diri tugasmu di rumah ini apa? Bukan untuk bermanja-manja, ataupun bersenang-senang. Bukan cuma untuk memanfaatkan uang anakku saja!" Bu Farah berucap dengan kesombongan bak anaknya pengusaha besar. Benar-benar keterlaluan tuh mulut. Mulut judesnya tidak ketulungan. Dalam situasi ini, aku teringat pada Papa. 'Maafkan Kiara, Pa. Dulu tidak mendengar nasehatmu.
Bab 7 Ibu pikir aku cuma bisa bertahan hidup dari uang Galih? "Huuh ... sombong sekali kau! Kau kira kau akan hidup tanpa uang Galih? Dari mana kau bisa mengisi perutmu kalau bukan dari hasil jerih payah anakku? Jangan sombong kamu!" Bentak Bu Farah. Sedangkan mata Bu Farah mendelik-delik mengiringi gerak bibirnya yang dengan pongahnya berbicara. "Bu, ibu pikir aku cuma akan bisa bertahan hidup dari uang Galih? Uang yang cuma ia kasih lima ratus ribu setiap bulan itu? Lima ratus ribu itu justru tidak lebih besar dari gaji seorang pembantu, Bu!" Ucapku tidak kalah sengitnya. Bosan rasanya selama ini selalu mengalah, selalu menuruti kehendak mereka, tapi ujung-ujungnya tetap saja aku tidak dihargai. Nampaklah rona masam wajah Bu Farah kian menjadi. "Kau pikir standar hidupmu lebih baik
Bab 8 Berikan Uang Itu Sama Ibumu! Aku Tidak Membutuhkannya! "Dek, hari ini Mas Gajian. Ini jatah buat Adek," Mas Galih menyodorkan lima lembar uang berwarna merah ke hadapanku. Fyuuuuh... Aku menghela nafas. "Mas, kasih ajah sama Ibu," ujarku. "Apa? Kamu nggak mau terima?" Mas Galih menyipitkan mata. "Bukan tidak mau menerima, tapi memang seperti kata Ibu, Ibu yang lebih berhak menyimpan dan mengolah uangmu. Ya sudah. Serahkan saja sama ibu semuanya, Mas. Tanggung juga ngasih ibu sembilan juta lima ratus ribu. Genapin ajah jadi sepuluh juta. Pas kan gajimu segitu." Jawabku santai. "Dek, kenapa bicara begitu? Apa Adek tidak suka apabila gajiku dipegang sama ibu? Dek, mohon mengerti, Mas menyerahkan sebagian besar gajiku untuk ibu, itu karena beliau yang bisa mengatur dan mengh
Bab 9 Istrimu Hanyalah Beban Bagimu, Galih! "Galih, istrimu itu sudah keterlaluan. Dia sungguh-sungguh telah menjadi pembangkang sekarang," ujar Bu Farah dengan muka bersungut kesal. "Maksudnya bagaimana ya Bu?" Galih bertanya. "Maksud ibu, istrimu sudah berani melawan ibu dengan ucapan yang kasar. Menolak permintaan ibu, padahal kau tahu ibu cuma meminta tolong padanya untuk memasak. Lihat di dapur, bahan-bahan makanan yang sudah ibu beli masih berada utuh di dalam kulkas tanpa tersentuh olehnya," ucap Bu Farah berapi-api. Fyuuh... Galih menghirup udara perlahan. Hatinya semakin bimbang dengan ucapan sang ibu. "Apa benar Kiara bersikap sebegitu buruknya sama ibu?" tandas Galih. "Kamu masih tidak percaya juga? Alangkah b*dohnya kamu! Ramuan apa yang telah Kiara sodo
Bab 10 Dia Wanita Yang Akan Menggantikan Posisimu Aku baru saja selesai mandi ketika kudengar suara deru mobil masuk ke halaman. Tapi itu bukan deru mobil mertua ataupun mobil Mas Galih. Soalnya aku kenal betul suara mobil mereka. Kusibak tirai jendela, melihat siapa yang datang. Oh ternyata Bu Farah dan seorang wanita cantik dan menawan. Siapa dia? Ah peduli amat kucoba untuk masa bodoh. Benar saja, sebentar kemudian, suara high heel mereka beradu dengan lantai marmer menimbulkan bunyi khas yang kian mendekat memasuki rumah. "Kiara, tolong buatkan minuman. Ini ibu ada tamu istimewa!" Terdengar suara Bu Farah memberikan perintah seperti biasanya. "Kiara, tolong cepat ya, tidak pakai lama. Ibu tak suka perempuan yang suka bersikap lambat. Jangan lupa juga hidangkan makanan diatas m
Bab 11 Aku Tidak Mau Lagi Ditindas! "Kalau Ibu merasa Celine tidak pantas mengerjakan pekerjaan dapur termasuk dalam menghidangkan makanan, berarti ibu yang harus melayaninya, bukan aku," imbuhku cepat. Berusaha aku melapangkan dada dengan kenyataan yang dibuat oleh Bu Farah. Nyata-nyata beliaulah yang memperkeruh rumah tangga kami. Mengotori rumah tangga anaknya sendiri dengan menghadirkan orang ketiga. Dengan kekuatan hati yang telah ku bangun, aku siap dengan kenyataan. Baiklah, Bu Farah. Ternyata memang ini yang kau inginkan. "Bu, silakan ibu ingin menjodohkan Mas Galih sama Celine. Aku tidak masalah. Tapi satu yang juga harus ibu tahu, aku bukan pembantu dan tidak mau diperlakukan seperti pembantu. Oleh karena itu Ibu jangan pernah memerintahku sesuka hati seperti selama ini," tandaku tegas dan lugas. &nbs
Bab 12 Menikah Lagi, Tak Perlu Izin Istri! "Galih, ibu ingin bicara sama kamu!" Bu parah mendekati Galih. "Kiara, bisa kamu menyingkir dulu aku ingin bicara empat mata sama Galih!" Bu Farah memberi isyarat tangan kepada Kiara yang tengah duduk di sebelah galih untuk segera pergi. "Kalau kalian yang ingin bicara, berarti kalian yang harus menyingkir, bukan aku." Jawab Kiara ketus. "Kiara...?" Galih mengernyitkan dahi dengan keketusan sikap Kiara. "Kenapa Mas? Ada yang salah?" timpalku. "Coba kalau bicara itu baik-baik, apalagi sama ibu," "Iya aku tahu, tapi ibumu dulu yang bicara tak sopan apa salahnya aku membalas." Ucapku seraya menyeruput teh panas. "Sudahlah tidak usah pedulikan dia, Galih. Dia memang pembangkang. sekarang, ayo ikuti ibu. Ada hal penting yang in
Bab 13 Lihatlah, betapa borosnya Istrimu!" "Iya Bu. Perkataan ibu memang tidak ada salahnya. Tapi aku masih punya nurani. Rasanya tidak pantas aku menikahi wanita lain di tengah kehamilan istri sahku." Jawab Galih lagi. Megan dan ibunya semakin kesal saja dengan jawaban Galih yang masih saja berusaha untuk menyinggung masalah nurani. "Kau selalu saja bicara soal nurani, coba kau pikir, apakah istrimu punya nurani? Tidak, Nak. Ibu rasa istrimu itu adalah wanita yang tidak punya sopan santun. Lihatlah tingkahnya! Sekarang dia malah ingin bertingkah bak seorang bos di rumah ini. Wanita seperti seperti itu yang ingin kau ukur dengan nurani? Sangat tidak pantas," ucap Bu Farah mulai geram. "Ucapan ibu benar, Galih. Jujur ya, aku saja muak mendengarmu bicara mengait-ngaitkan Kiara dengan hati nuranimu. Kiara itu wanita yang tidak memikirkan masa depan. Buat apa kamu te