Share

BAB : 10

"Kalian berdua masih mau lanjut?" tanya Arland membubarkan adegan aneh dua sejoli itu.

"Aku siap siap dulu," ujar Karel langsung berlalu dari hadapan Ziel dengan langkah cepat. Takut pada Ziel dan takut telat juga untuk berangkat sekolah.

Sementara Ziel, melihat reaksi Karel malah membuatnya tersenyum di sudut bibrinya. Kenapa dia jadi secanggung itu? Apa karena memikirkan perkataan dan sikapnya semalam? Begitu besarkah pengaruh kejadian semalam pada dia?

"Papa nggak ke rumah sakit?" tanya Ziel mendapati papanya masih dengan pakaian rumahan.

"Hari ini Papa sama Mama mau ke rumah Kakek nenek kamu," jawab Arland.

Dahi Kiran berkerut pertanda bingung dengan alasan yang dikatakan suaminya. "Kok nemuin Mama sama Papa, sih. Kita, kan mau ke ..." Seketika Kiran menyadari sesuatu saat mendapatkan tatapan menohok dari suaminya. Kemudian sedikit tertawa. "Hmm ... oiya. Mama sama Papa hari ini mau ketemu sama kakek nenek kamu, Zi."

Ziel menatap ke arah orang tuanya bergantian. Tak perlu mendapatkan penjelasan lagi. Setidaknya saat keduanya memberikan alasan, terdapat keragu-raguan hingga alasan keduanya tak sinkron sama sekali.

Beberapa saat kemudian, Karel datang dengan seragam sekolah yang sudah rapi di badannya. Tak seperti penampakan tadi lagi, yang masih berantakan habis mandi.

"Sepatumu, gadis," komentar Ziel saat Karel malah belum mengenakan sepatu sekolahnya.

"Aku mau makan dulu, Kak. Lapar. Semalam kamu nggak memberiku makan, kan?" Memutar bola matanya jengah pada Ziel yang duduk di kursi di sebelahnya.

Kiran tertawa melihat putranya justru sekarang yang mendapat omelan Karel. Ya, jarang jarang Ziel jadi bahan utama kekesalan gadis ini.

"Kenapa nggak bilang padaku kalau kamu belum makan. Jadi, bukan salahku jika kamu kelaparan," respon Ziel santai, yang sibuk dengan ponsel di tangannya karena sudah selesai sarapan.

Karel meletakkan sendok dan garpunya di piring. Kemudian menatap fokus ke arah Ziel sambil bersidekap dada.

"Kak Ziel, bukannya apa yang kita rasakan nggak harus diungkapkan dulu biar semua orang tahu. Semalam aku kelaparan, tapi kamu nggak peka sekali akan rasa laparku. Masa iya aku harus koar koar dulu padamu untuk minta makan. Dasar! Nggak peka," gerutunya.

Padahal tadinya ia hanya meledek Karel, tapi kenapa gadis ini malah terlalu serius menanggapi perkataannya. Apa dia sedang berencana membalikkan kata kata yang ia ucapkan semalam?

"Kamu membalasku?" tanya Ziel.

"Siapa yang membalas. Aku kan hanya mengatakan apa yang kamu ajarkan padaku. Kenapa sekarang ..."

"Heii heii heii," lerai Kiran menghentikan aksi keduanya. "Ya ampun ... kalian berdua pagi ini kenapa, sih, hem? Mama liat ada aja yang jadi bahan untuk dipermasalahkan. Apa ada yang terjadi, hingga berniat bertengkar terus?'

Ziel diam dan kembali fokus pada ponselnya dan Karel juga kembali fokus pada sarapannya. Keduanya seolah tak berniat menjawab pertanyaan yang ditanyakan Kiran.

Alhasil, sepasang suami istri itu hanya bisa saling lempar pandang pertanda bingung.

"Papa sama Mama pergi dulu, ya. Kamu antar Karel sekolah," ujar Arland pada Ziel.

"Loh, Om sama Tante mau kemana?"

"Mau ke rumah Kakek neneknya Ziel," jawab Kiran.

Karel beranjak dari kursinya, kemudian menghampiri Kiran dan Arland. Menyambar dan mencium punggung tangan keduanya, begitupun dengan Ziel.

"Nanti pulang sekolah Ziel yang jemput, ya. Atau nggak Tante minta supir saja yang jemput kamu."

"Nanti aku minta antar sama teman saja, Tante. Soalnya ada pelajaran tambahan. Mungkin agar sore aku pulangnya," jelas Karel pada Kiran sembari kembali duduk di kursinya, melanjutkan sarapan yang masih belum selesai.

Suami istri itu sudah pergi, sekarang tinggal Karel yang sedang menikmati sarapannya dan Ziel yang masih fokus pada ponselnya.

Di saat yang bersamaan, ponsel milik Karel berdering. Terlihat nama Puja di layar datar itu.

"Hallo," jawabnya.

"Lo hari ini masuk sekolah, kan?"

"Iyalah, masuk. Gue takut kena bacok kalau libur lagi," balasnya sedikit memberikan lirikan pada Ziel yang ada di sampingnya.

Lihatlah, baru juga bicara seperti itu ... lirikan lebih tajam langsung menyerangnya.

"Nanti di gerbang sekolah pasti lo bakalan disamperin sama seseorang," ujar Puja menambahkan.

Karel meletakkan sendoknya saat selesai sarapan, kemudian memberi kode pada Ziel untuk mengambilkannya minum dan meneguk beberapa tegukan.

"Siapa yang nyariin gue?" tanyanya mulai fokus pada pembicaraan dengan Puja.

"Kak Rafa."

Mendengar nama Rafa disebut, Karel malah mengarahkan pandangannya pada Ziel.

"Lo serius, Ja?" Sedikit memelankan volume suaranya dan mengindari pandangan Ziel yang menatapnya curiga.

"Lah iya. Ngapain juga gue bohong."

"Cepetan, Karel. Aku tunggu di mobil," ujar Ziel yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.

Masih fokus pada percakapan dengan Puja di telepon, tapi semua itu seketika buyar saat kaget mendapat perlakukan Ziel padanya.

"Takut telat," ujar Ziel yang sedang berjongkok dihadapan gadis itu sambil membantu mengenakan sepatunya.

Haruskah ia kembali dibuat jantungan oleh sikap tak biasa Ziel? Tidak, ini sudah beberapa kali terjadi. Hanya saja kenapa semenjak semalam hatinya malah jadi aneh saat sikap Ziel terlalu manis padanya.

Karel langsung saja menutup percakapan dengan Puja begitu saja.

"Kakak ngapain?"

"Kamu kelamaan ngobrol, kita bisa terlambat," ujarnya masih sibuk memasangkan sepatu di kaki gadis yang posisinya duduk di kursi.

Sesaat kemudian, Ziel mendongakkan kepalanya menatap gadis yang memberikan tatapan fokus padanya.

"Ini masih pagi, berniat membuat fokusku jadi buyar karena tatapanmu itu?"

Sontak Karel tersentak dari lamunannya akan perkataan Ziel. Langsung beranjak dari posisi duduknya, tapi karena tak hati hati ia malah tersandung oleh kakinya sendiri dan jatuh menimpa Ziel yang posisinya masih berjongkok dihadapannya.

Keduanya jatuh di lantai, dengan posisi Karel yang berada di atas Ziel. Yap, posisi yang benar benar tak nyaman. Untung saja, tangannya bisa menahan pada kedua sisi, kalau tidak ... sesuatu yang tak disangka itu bakalan terjadi lagi.

Kedua pandangan saling beradu, seakan menelisik ke dalam manik mata masing masing. Karel tersadar, berniat langsung bangkit dari posisinya. Hanya saja niatnya tak sesuai dengan harapan, ketika Ziel malah melakukan hal sebaliknya.

"Lepasin, Kak," pintanya karena Ziel malah menahan tengkuknya, hingga tak bisa lepas. Tak sampai di situ, Ziel menariknya hingga ia akhirnya benar benar jatuh. Tadi masih bisa tertahan, tapi sekarang justru dia menariknya.

Lagi, untuk kedua kalinya Ziel melakukan hal itu padanya. Hal yang bahkan tak pernah ia duga akan pernah terjadi antara dirinya dan cowok ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status