Share

Arisan Komplek

Apalagi kemarin bikin status yang melibatkan suamiku. Bikin gara-gara saja sama aku. Awas!

‘Astaga sudah jam satu kurang, aku belum dandan’

Aku bangkit dan menuju ke kamar untuk berganti pakaian.

Kulihat chat di WAG emak-emak komplek, Si Khamila kirim pesan, [Ayo emak-emak, ini sudah ada Mama Rena]

Aku buru-buru ganti pakaian dengan pakaian yang baru kubeli seminggu yang lalu di butik teman.

Gamis motif polos warna peach dengan model klok ditambah kerudung syari dengan bahan wolpeach grade A. Pas di badanku yang memang lansing dan tinggi proporsional.

Kupoles wajahku dengan make up tipis tapi terlihat elegan. Pemakaian eyeliner, eyeshadow, pemerah pipi dan lipstik warna pink. Aku mematut diri di cermin sembari berputar-putar.

“Hemmm, rapi dan cantik,” gumamku.

 Aku senyum-senyum sendiri, biarlah aku memuji diri sendiri, kalau ada Mas Adnan, dia pasti memujiku.

Oh ya, ada yang lupa, aku belum memakai cincin mutiara lombok yang diberikan Mas Adnan pas ulang tahun yang ke dua puluh tujuh kemarin. Kuambil cincin yang ada di lemari dan segera kupakai.

Kok ada yang kurang, ya, oh ya, gelang emasku yang waktu itu aku beli pada saat Mas Adnan dapat tunjangan hari raya.

Kembali aku bercermin serta memantaskan diri. Nice!

Mereka pasti akan terpesona dengan penampilanku. Cantik, modis dan elegan, terutama Khamila, bakalan kebakaran jenggot.

Kring …. Telpon berbunyi, kulihat panggilan masuk dari Mama Ais. Kuangkat segera, “Hallo, Assalaamualaikum,” sapaku.

“Waalaikumsalam salam, udah berangkat apa belum? Udah rame, tuh di rumah Mama Azza, yuk berangkat,” jawab Mama Ais di sebrang.

“Oke, oke, nih bentar lagi keluar, aku udah selesai dandan, kok,” balasku sembari bercermin. Aku tidak ingin ada yang kurang dengan penampilanku.

“Nanti samperin aku, ya,” pinta Mama Ais.

“Ok.”

Setelah menutup telpon dari Mama Ais, aku mengambil kunci mobil serta dompet cantik warna marun yang aku beli online kemudian melangkah keluar.

“Eits, lupa, aku belum bikin status,” ucapku lirih.

Sembari pose di depan mobil Honda Jazz-ku yang berwarna putih, aku mengambil gambar. Cekrek-cekrek-cekrek untuk beberpa kali.

Sengaja di dalam gambar tersebut aku perlihatkan cincin mutiara dan gelang emas serta dompet cantikku.

Setelah itu, aku memposting di story w******p.

“Otewe arisan emak-emak komplek.” Sembari uplaod gambar yang barusaja kuambil di depan mobil Honda Jazz.

Aku membuka pintu pagar dan mobil kukeluarkan. Pintu kututup dan kukunci, lalu masuk kembali ke mobil dan berlalu menuju rumah Mama Ais yang letak rumah tak jauh dari rumahku.

Rumah Mama Azza memang tak terlalu jauh, jaraknya sekitar 500 meter, tetapi aku lebih nyaman menggunakan mobil agar riasanku tidak rusak.

Sampailah aku di rumah Mama Ais, kutekan klakson mobilku agar Mama Ais tahu kalau aku sudah datang.

Tak lama, Mama Ais keluar.

‘Lumayan juga penampilan Mama Ais, sederhana tapi tetap anggun.’ Mama Ais memang tidak terlalu terpengaruh dengan gaya hidup emak-emak sini.

Ia melangkah kearahku kemudian masuk ke mobil dan duduk di kursi depan.

“Masya Allah, cantik sekali Mama Adit, nih,” puji Mama Ais sambil memperhatikan penampilanku. Aku hanya tersenyum karena fokus menjalankan mesin mobil.

“Makasih, Ma, dah yuk berangkat,” ajakku.

Karena memang jaraknya tidak jauh, hanya butuh beberapa menit untuk sampai. Rupanya sudah banyak yang hadir di kediaman Khamila. Mungkin aku dan Mama Adit adalah yang terakhir, padahal hanya terlambat tiga menit.

Hebat sekali memang ibu-ibu komplek, ontime. Penampilan mereka sangat fantastik, masya Allah. Ada yang seperti toko emas berjalan, ada yang dandanannya menor, pakaian mereka juga bagus-bagus, mengalahkan hari raya.

“Eh, Mama Adit,” sapa salah seorang tetangga, “Sini, Ma, duduk didekatku.”

“Iya, Ma, nanti dulu, lagi nyari Mama Azza, kemana dia?” ucapku sambil tersenyum, kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. ‘Cuma satu lantai, kamarnya ada tiga dan dapurnya tidak terlalu luas. Beda dengan rumahku, tapi sombongnya selangit.’

‘Mana Khamila, pingin lihat penampilannya.’ Kucari-cari dia tapi tidak kutemukan. Mungkin sibuk di dapur.

Akhirnya aku duduk bersama ibu-ibu yang lain sembari mengobrol ngalor-ngidul dan sesekali membuka WA.

Kulihat story WA-ku, hehe sudah ada 18 orang yang melihat.

Ups, rumpanya Mama Azza juga bikin status tak lama setelah aku bikin.

“Sudah siap, nih, aku tunggu ya emak-emak.” Begitu statusnya sembari mengupload gambar dia dengan dandanan yang begitu norak menurutku.

Make up tebal, menggunakan eyeshadow dan celak serta alis dengan warna coklat tebal. Pemerah pipi warna pink dan lipstik pink tebal melebihi dandananku.

‘Astaga, kalau seperti ini dandanannya, pasti Mas Adnan bilang kayak ondel-ondel, ha ha ha.’

“Assalaamualaikum ibu-ibu semua.” Aku dikagetkan dengan suara salam. Mungkin karena sedang asyik melihat story WA pertemananku.

Reflek aku menjawab, “Waalaikum salam warahmatullahi wa barokatuh.” Berbarengan dengan ibu-ibu yang lain. Ketika aku melihat sumber suara, ternyata itu Si Khamila.

Aku terbelalak dengan penampilannya, sama persis seperti yang dia upload di story WA. “Astaghfirullah,” ucapku lirih. Hampir tawaku meledak.

Maksud hati ingin tampil cantik, tetapi malah over.

“Terimakasih atas kedatangaannya, silakan nikmati hidangan yang kami sajikan. Maaf hanya seperti ini, tidak seperti kalau di rumah Bu Dania (namaku disebut) kalau di sana pasti enak-enak,” kata Khamila sembari memandang kearahku dan tersenyum manis.

Sangat berbeda ketika saling sindir di medsos.

Aku kaget, dia menyebut namaku. Aku hanya tersenyum.

‘Ngapain nyebut-nyebut namaku, hemmm.’

“Kita mulai acaranya, ya,” sambungnya lagi.

Acara akan dimulai. Hari ini giliran Mama Rena sebagai pembawa acara.

Akhirnya acarapun di mulai dengan pembawa acara Mama Rena dan aku kembali melihat-lihat story WA. Tak luput dari pandangan, selalu aku lihat status Mama Azza. Dia mengirim status acara arisan ini termasuk di situ ada gambarku.

‘Wah, ada aku juga di statusnya, tapi kok captionnya gak enakin, sih.’

“Arisan emak-emak komplek yang super kece, modis dan stylish mengalahkan acara hari raya.”

‘Asem tenan, bukankah yang over make up itu dia sendiri?’

“Mama Adit, ini jajannya,” ucap Mama Ais mengagetkanku yang tengah asyik melihat status Khamila. Ia menyodorkan kue sosis isi ayam. Yakni sejenis kue seperti risoles tetapi lebih empuk dan lembut dengan isi ayam suir.

“Owh iya, makasih,” balasku sembari mengambil satu dan langsung kumakan, “Hemmm, enak ya, Ma,” ucapku pada Mama Ais yang nama aslinya adalah Yani sembari mengunyah kue tersebut.

“Coba kue yang itu, Ma, kayaknya enak,” pintaku pada Mama Ais sembari menunjuk kearah kue yang bentuknya seperti bubur. Tersaji rapi dalam cup berbungkus aluminium.

“Oh itu?” tunjuk Mama Ais. Aku mengangguk, “ini namanya kue lumpur,” sambungnya.

Aku mengambil satu dan memakannya, “Hemmm enak juga.”

“Bagaimana ibu-ibu, enak bukan kuenya? Silakan dinikmati.”

Aku kaget karena tiba-tiba terdengar suara Mama Azzah bicara, oalah rupanya dia sambutan sebagai tuan rumah.

“Terimakasih atas kehadiran ibu-ibu semua dengan adanya acara ini, semoga silaturahmi kita semakin erat terjalin,” sambungnya dengan gaya kemayu.

Kami semua mengangguk. Tibalah saatnya pengocokan arisan. Pengocokan arisan dilakukan oleh pembawa acara.

“Selamat kepada Ibu Dania,” ucap Mama Rena—pembawa acara.

“Alhamdulilla, akhirnya dapet juga.”

 Lumayan lima juta, bisa buat beli emas.

“Arisan bulan depan di kediaman Mama Adit, ya,” ucap Mama Rena.

Setalah acara lain-lain, akhirnya acara ditutup. Aku dan Mama Ais undur diri.

‘Rasanya ada yang kurang,' batinku. ‘Berkat, iya, nasi berkat atau nasi kotak. Sudah kesepakatan kalau arisan dapetnya nasi berkat, lha ini kok nggak dapet, wah, gimana ini.’.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status