Share

Gara-gara Nasi Berkat

‘Rasanya ada yang kurang,’ batinku. ‘Berkat, iya, nasi berkat atau nasi kotak. Sudah kesepakatan kalau arisan dapetnya nasi berkat, lha ini kok nggak dapet, wah, gimana ini.’

Ibu-ibu komplek membubarkan diri, wajah mereka penuh tanda tanya, mungkin sama halnya denganku.

Aku dan Bu Ais masuk ke mobil, “Monggo ibu-ibu, saya duluan, ya,” sapaku pada ibu-ibu komplek yang kami temui di jalan.

“Mama Ais, kayaknya ada yang kurang, deh,” tanyaku pada Mama Ais. Kami saling memandang dan Mama Ais  mengiyakan.

“Nasi berkat, iya kan?” ucap Mama Ais

Kami tertawa bersamaan, hingga tak terasa sampailah di kediaman Mama Ais. Mama Ais keluar dari mobil. “Makasih ya, Mama Adit,” lanjut Mama Ais sembari melambaikan tangan. Aku melajukan mobil hingga sampai. Setelah ku parkir, aku masuk ke dalam.

Jam lima sore, rupanya anakku sudah pulang. Astaghfirullah, aku lupa tidak menitipkan kunci sama tetangga sehingga anakku tidak bisa masuk rumah.

“Sayang, sudah lama nunggu Mama?” tanyaku pada Adit—putraku.

“Mama kemana, sih, aku nungguin lama, akhirnya main sama Nabil,” jawab putraku cemberut.

“Maafin Mama, ya,” pintaku sembari kupeluk Adit penuh kasih.

“Ma, aku laper,” ucapnya sembari merengut dan memegangi perutnya.

Astaghfirullah, tadi aku tidak masak. Kupikir dapat nasi dari Mama Azzah.

“Gini aja, Nak, Mama kan tidak masak, gimana kalau beli bakso saja, nanti Mama pesenin lewat online.”

Adit mengangguk tanda setuju. Aku membuka aplikasi online untuk memesan bakso. Sambil menunggu aplikasi itu bekerja, aku ke aplikasi WA untuk melihat status di WA dulu.

“Alhamdulillah arisaan berjalan dengan lancar, jajan habis karena enak dan mahal.”

Itu status dari Mama Azzah. ‘Apa-apaan, dasar pelit, mana nasi kotaknya.’

Sebal mlihat status Mama Azzah, akhirnya bikin status di WA.

“Sombongnya selangit, gayanya menggigit, tetapi pelit.”

Itu kubuat story di WA-ku. Kemudiaan aku kirim lagi.

“Kasihan anakku, pulang sekolah kelaparan, emaknya kadung nggak masak dikira dapet nasi kotak.” Lalu kukasih emot nangis dan kukirim di story WA-ku.

Setelah membuat status di story WA aku langsung pesan bakso melalui aplikasi yang tadi sempat kubuka. Sepuluh menit berlalu, pesanan datang, kupersilakan Adit untuk makan.

Kubuka kembali whatshapku dan ada pesan masuk. Dari Khamila, ia membalas sory WA-ku

[Ma, jangan gitu, dong!]

[Kenapa memang?] balasku.

[Malu-maluin] balas Khamila—Mama Azzah.

[Kamu ngerasa?] balasku kesal. Sebenarnya aku masih ingat kejadian saat ia bikin status hoak dengan suamiku.

Tidak dibalas. Makanya jadi orang jangan suka pamer, sok kaya tetapi tidak mampu.

Ting …. Notifikasi WA masuk, kukira dari Khamila, ternyata dari Mama Adam.

[Ma, tahu nggak, seminggu lalu aku ngelihat suami njenengan bareng sama Khamila satu mobil.]

Wah, panas hatiku, apakah kejadian kemarin akan terulang kembali? Kemarin kukira hoaks, tapi jika ini benar maka akan aku buat keributan di komplek.

Jika tak mampu menyaingiku, jangan main samber suami orang, tidak malu apa, sudah bersuami nggodain suami orang.

Aku sudah tidak sabar menunggu kepulangan suami. Biasanya habis Isya ia pulang.

.

.

Seperti yang telah aku perkirakan, setelah Isya, suamiku pulang. Kusambut kedatangannya dengan baik, kubawakan tasnya dan kubukakan sepatu serta kaos kaki. Setelah itu ke kamar dan kubukakan jas serta hemnya.

Itulah aku, mau apalagi? Secara aku tidak kerja, kerjanya melayani suami, mengurusnya sehingga tidak gemuk-gemuk, hahaha.

Suami dan anak kuurus dengan baik sehingga iapun sayang padaku. Pulang kerja ia membawa makanan kesukaanku karena hari ini tidak memasak.

“Ma, ini pesenannya,” ucap Papa sembari memberikan tak kresek berisi pecel lele yang kupesan tadi.

“Makasih, Papa sayang,” ucapku sembari kukecup Pipinya. Iapun tersenyum. “Papa mandi dulu geh, setelah itu kita makan,” lanjutku.

Mas Adnan menuruti perkataanku, iappun masuk kamar dan mandi. Baju sudah kupersiapkan.

Sembari menunggu Mas Adnan, ku foto pecel lele dan kuupload ke f******k Mas Adnan. Kebetulan aku tahu paswordnya.

“Suami sayang istri rejeki pasti melimpah.”

Kuupload pula di story WA dengan caption, “Makasih Mas, sudah membelikan pesenanku,” sembari aku kasih emot love.

Ting ….

Notifikasi masuk di inbox Mas Adnan, Khamila Mama Azzah. Sial, wanita itu inbox suamiku.

[Ehem, andaikan suamiku sepertimu, Mas, aku pasti bahagia]

Begitu isi inboxnya. Wah, ia curhat.

[Sudahlah, dia itu jodohmu, jadi terima apa adanya]

Kubalas seperti itu di inbox Mas Adnan.

[Tapi, Mas]

Asem, maunya apa dia, curhat sama suami orang.

[Dia jodohmu]

Balasku.

[Aku mau seperti kamu.]

Kurang ajar, dia menggoda suamiku.

Inbox dari Khamila aku screenshoot lalu kukirim ke WA-ku setelah itu kuhapus, keburu Mas Adnan datang. Dan hape aku letakkan kembali ke meja.

Apakah ia sering inbokan dengan suamiku?

Mas Adnan datang, ugh, memang ia sangat tampan. Tak salah aku menikah dengannya.

“Makan, yuk, Pa. Adit sayang, sini makan!”

Kita makan bersama, setelah itu Adit ke kamar untuk belajar, sedang aku masih di meja makan bersama Mas Adnan.

“Mas, Minggu kemarin apa si Khamila nebeng Mas lagi?” tanyaku hati-hati takut kesinggung.

“Iya,” jawabnya santai. Panas hatiku.

“Mas, kenapa, sih, masih dilayani?” tanyaku ngegas.

“Orang dia bilang mau nebeng, kenapa enggak. Kan kasihan, katanya suaminya pulang jam tujuh habis sift malem.”

Darahku semakin mendidih, rupanya dia mulai menggoda-goda suamiku, awas saja, akan kuviralkan di medsos.

“Tadi pagi juga nebeng, katanya mau ambil kue buat acara arisan,” lanjut Mas Adnan.

“Mas, seharusnya jangan mau, nanti ada fitnah,” ucapku masih dengan nada kesal.

“Aku nggak enak mau nolak.”

“Pokoknya besok-besok harus di tolak.”

Setelah itu aku ke kamar dengan perasaan kesal. Aku harus bikin ia jera, besok pagi aku mau ikut Mas Adnan ke kantor, kalau ia mau nebeng, tak akan aku biarkan.

Tak làma Mas Adnan menyusul dan memelukku.

“Apakah kamu cemburu?”

“Pasti!” ucapku ngegas.

“Syukurlah, berarti kamu mencintaiku,” ucap Mas Adnan masih memelukku.

“Memang selama ini kamu pikir aku nggak mencintaimu?” ucapku.

“Tapi kan nggak seperti ini, ah, sudahlah, mendingan kita ibadah saja, yuk.”

Mendengar rayuan Mas Adnan, akhirnya hatikupun luluh. Malam ini, kami menghabiskan malam untuk ibadah yang tidak boleh dilakukan oleh pasangan yang belum halal. Ha ha ha ….

.

.

Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi untuk keramas karena semalam kami melakukan ibadah. Semua telah kupersiapkan termasuk untuk sarapan.

Setelah Adit—putraku naik jemputan ke sekolah, tibalah giliran Mas Adnan bersiap ke kantor. Akupun telah bersiap untuk ikut. Kali ini aku mau ke mall karena kemarin dapet arisan. Aku mau beli perhiasan.

“Kamu mau ikut aku?” tanya Mas Adnan.

“Iya, Mas, mau beli emas, kemarin dapet arisan,” jawabku.

“Owh, pantesan sudah rapi,” balasnya. Ia memperhatikan penampilanku yang modis. Pakai celana pas/celana pensil dan dipadukan denga tunik serta jilbab pasmina.

“Jangan terlalu cantik, nanti dikiranya masih gadis,” ledek suamiku. Aku tersipu, memang dia suka memujiku, itulah yang aku suka darinya.

“Yuk berangkat,” ajaknya.

Mas Adnan mengeluarkan mobil dari garasinya. Sebenarnya aku bisa berangkat sendiri karena aku punya mobil, tapi kali ini aku ingin melihat bagaimana reaksi Khamila ketika tahu kalau aku ikut suami.

Setelah mobil keluar, kukunci semua pintu termasuk pintu pagar. Aku masuk ke mobil dan duduk bersebelahan dengan suami.

Mobil pajero sport warna putih meluncur ke jalanan komplek. Banyak orang lalu lalang dan juga para penghuni perumahan keluar, mungkin berangkat kerja, seperti halnya suamiku.

Ketika di sebuah belokan menuju jalan raya, mobil Mas Adnan ada yang menghentikan. Seorang wanita yang sudah tak asing lagi buatku. Khamila, wanita sombong itu, gila, penampilannya memuakkan, udah emak-emak tapi dandanannya kayak ABG.

Uhuy, bersambung ya readers ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status