Ketika di sebuah belokan menuju jalan raya, mobil Mas Adnan ada yang menghentikan. Seorang wanita yang sudah tak asing lagi buatku. Khamila, wanita sombong itu, gila, penampilannya memuakkan, udah emak-emak tapi dandanannya kayak ABG.
“Khamila?” Pekikku, “Mas, apakah ia sering menghentikan mobil Papa di sini?” cecarku pada pria yang telah menikahiku selama tujuh tahun itu.
“Iya, dan ia memaksaku, kadang langsung masuk ke mobil.”
Kurang ajar bener.
“Oke, Pa, kita berhenti,” perintahku. Ia tidak akan melihatku dari luar. Akhirnya mobilpun berhenti.
Tiba-tiba Khamila membuka pintu mobil dan ia terkejut ketika mendapatiku berada di mobil.
Aku tersenyum sembari melipat kedua tangan di dada.
“Hay,” sapaku padanya.
“Eh, Mama Adit,” ucapnya sambil salah tingkah menahan malu.
“Mau kemana, Ma” tanyaku.
“Ehm, itu, mau ke mall,” ujarnya.
Mau ke mall atau menggoda suamiku.
“Owh, silakan pesen taxi online saja, ya, atau nanti aku telponkan suamine njenengan,” ejekku.
Ia semakin salah tingkah. Mukanya memerah menahan malu.
“Masku sayang, kita berangkat, yuk,” ajakku pada Mas Adnan. Akhirnya kulanjutkan perjalanan kami. Puas! makanya jangan suka cari gara-gara.
Update status dulu, ah.
“Mau menggoda suami orang? Hoi, sadar diri!”
Begitu isi status di story WA-ku. Kemudian aku kirim lagi, “Untung nggak kuupload muka tu orang.”
Tak lama notifikasi masuk.
[Ada apa, Ma, siapa yang menggoda suami orang.] Tanya Mama Ais membalas statusku.
[Mama Azza.] Balasku. [Tapi tolong jangan bilang-bilang, ya]
[Yang bener?] Balas Mama Ais.
[Iya, bener, tiap hari minta nebeng ke suami, nah, kali ini aku ikut suami ke kantor, eh, dia menghentikan mobil suamiku dan mau nebeng lagi. Melihat ada aku, akhirnya ia malu sendiri, hahaha, tahu nggak, penampilannya sok keganjenan, kayak ABG, eneg aku, tauk]
Kuceritakan kejadian barusan ke Mama Ais.
[Oalah, wah! bahaya, nih, bisa-bisa suaami kita diembat juga.]
[Iya, harus hati-hati.]
Ting …. Notifikasi masuk kembali, dari Mama Rena.
[Kenapa, Ma]
[Nggak apa-apa.] Aku tidak bercerita ke Mama Rena karena dia sohibnya Mama Azzah.
Kulihat kembali story WA-ku, Khamila sudah melihatnya. Aku harap ia mengerti dan kapok.
Kami melanjutkan perjalanan. Mas Adnan mengantarku ke sebuah mall tempat biasa aku membeli perhiasan.
“Mas, aku berhenti di sini, ya, hati-hati di jalan,” pesanku pada Mas Adnan kemudian aku menyalaminya dan ia mencium keningku. “Bye,” pamitku padanya.
Aku berjalan menuju toko perhiasan langganan.
“Eh, tunggu! Siapa dia, seperti kenal,” ucapku lirih. Pandanganku tertuju pada seseorang yang sudah tidak asing. Ia sedang duduk sendiri di sebuah café, sepertinya menunggu seseorang. Di depannya ada secangkir kopi dan beberapa jajan.
Kuhentikan langkahku menuju toko perhiasan dan bersembunyi dibalik pintu cafe. Kebetulan letak toko perhiasan dengan café tersebut berdekatan.
Aku terus mengamatinya, penasaran. Bukankan seharusnya jam segini waktunya pulang?
Tak berapa lama datanglah seorang wanita muda menemuinya. Ia menyalami pria tersebut dan mencium punggung tangannya.
“Maaf ya, Mas, lama menunggu,” ucap wanita muda itu dengan wajah memelas. Dan pria itu mengangguk pelan.
“Nggak apa-apa, sayang,” ucap pria itu yang tak lain adalah Burhan—suami Khamila.
‘Astaghfirullah, apakah Pak Burhan selingkuh? Waduh, kasian juga dengan Mama Azzah,' aku membatin.
Aku masih bersembunyi dibalik pintu café. Rasanya tidak percaya dengan apa yang aku lihat. ‘Benarkah ini? Lalu apakah Khamila mengetahui perselingkuhan suaminya? Ah, mungkin sebaiknya aku foto.’
Kuambil beberapa gambar mereka berdua.
Setelah itu aku menuju toko perhiasan dan memilih beberapa perhiasan yang cocok. Namun aku tidak konsentrasi karena memikirkan kejadian yang nyata dan barusaja aku lihat.
‘Wah, kalau aku viralkan pasti bakalan ramai, tapi tunggu, ini bisa jadi senjataku untuk melawan Khamila.
Setelah memilah-milih perhisaan, ternyata tidak ada yang menarik. Akhirnya aku membeli emas batangan.
Aku keluar dari toko emas, kulirik café tempat pertemuan Burhan dan wanita itu, ternyata mereka masih ada. Mereka berpegangan tangan, entah apa yang mereka bicarakan.
Apa mungkin ini yang menyebabkan Khamila sering curhat pada Mas Adnan? Ehm, bisa jadi.
Tak lama wanita itu keluar, sementara Burhan masih di café tersebut.
Selang beberapa menit, Khamila datang. Aku terperanjat.
“Astaghfirullah! I—itu Khamila, bukan?” pekikku kemudian kututup mulutku takut terdengar oleh mereka.
Yang bener aja Si Burhan, bertemu dengan dua wanita di satu tempat meski waktunya berbeda?
Khamila tampak gembira, apa yang dikatakan Burhan padanya? dasar lelaki kurang ajar!
‘Eh, Si Khamila pake acara foto-foto segala, sih, pasti mau bikin status.’
Tak lama Burhan memberikan sesuatu ke Khamila, sebuah cincin.
Hari ini aku mengetahui sesuatu yang mengejutkan.
Setelah mendapatkan yang aku inginkan, akhirnya aku pulang menggunakan taxi on-line. Pikiranku masih tak menentu, aku belum bisa mencerna kejadian tadi.
Siapakah perempuan yang bersama Pak Burhan itu?
Setelah sekitar lima belas menit, sampailah aku di rumah.
Sesampainya di rumah, aku langsung duduk di sofa ruang tamu. Kubuka ponselku dan kulihat status WA. Benar saja, dasar wanita pamer!
“Makasih sayangku atas hadiah cincin ini.” Itu status Khamila sembari caption foto berdua dengan Burhan—suaminya. Iapun memperlihatkan foto cincinnya.
“Makasih sayangku atas hadiah cincin ini.” Itu status Khamila sembari caption foto berdua dengan Burhan—suaminya. Iapun memperlihatkan foto cincinnya.
Membaca status Mama Azzah, aku hanya tersenyum kecut. Kasihan!
Setelah ini aku kirim WA ke Mama Ais.
[Ma, ada berita baru.]
[Berita apa lagi, Ma.] Balas Mama Ais.
[Sini, nanti aku ceritakan.]
[Ok] Setelah beberapa menit, terdengar suara motor. Setelah kulihat dari balik kaca, ternyata Mama Ais yang datang.
Suara bel berbunyi segera kubuka pintu.
“Masuk, Ma,” sapaku.
Mama Ais masuk dan kami duduk di teras. Sambil minum teh hangat serta beberapa snack, kami mengobrol dengan serius tetapi santai.
Aku membuka pembicaraan. Pertama aku menceritakan kejadian pagi tadi ketika Mama Azzah mau nebeng mobil Mas Adnan.
Kemudian kejadian saat di Mall sembari kutunjukkan foto saat Burhan bersama wanita muda itu. Sesaat setelah kepergian wanita muda itu pergi, dataanglah Khamila. Makanya ia bikin status di story WA, “Kamu sudah lihat, kan?”
Mama Ais bengong dan tak percaya dengan apa yang aku ceritakan.
“Benarkah itu, Ma? Astaghfirullah, nggak nyangka ya, Ma?” ujar Mama Ais menggelengkan kepalanya.
“Iya, nggak nyangka,” balasku. “Eh, Ma, tapi jangan bilang-bilang yang lain, ya!”
“Enggak, Ma, cukup kita saja yang tahu kecuali Khamila sudah benar-benar kebangetan,” ucap Mbak Yani—Mama Ais.
“Hooh,” balasku. Setelah itu Mama Ais pulang karena mau memasak. Akupun mengerjakan pekerjaanku yang masih tertunda karena tadi pagi aku tinggal pergi.
‘Lama-lama capek juga ngerjain rumah segede ini sendirian. Mungkin aku memang harus nyari asisten rumah tangga,' pikirku. ‘Aku mau minta sama Mas Adnan untuk cari pembantu, ah.’
Setelah kepergian Mama Ais, akupun mengerjakan pekerjaanku. Mencuci piring bekas sarapan tadi pagi, menyapu lantai dan mengepelnya sembari menyalakan mesin cuci. Setelah beres mengepel, aku lanjutkan mencuci pakaian yang tadi sudah kugiling.
“Capek!” ungkapku. Aku istirahat sebentar di meja makan dan membuka f******k.
Coba aku kepoin statusnya Si Khamila itu. Untung blokirannya sudah di buka.
“Suami yang baik adalah yang membahagiakan istri. Makasih cincinnya ya, sayang.”
Dengan caption foto dia saat di café.
Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!
Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Dari pagi ublek-uthek di dapur mempersiapkan sarapan. Meski suamiku bergaji besar , tetapi kami tidak memiliki pembantu. Memang aku yang menginginkan dengan alasan agar aku bisa gerak dan tidak mager dan juga uangnya bisa aku gunakan untuk yang lain.Waktunya rebahan sambil nunggu Dhuhur, lagi pula mau apa lagi? nyuci, memasak, menjemur pakaian, menggosok, menyapu, mengepel, semuanya sudah.“Capek,” gumamku.Aku menuju ke ruang tengah, ruang khusus untuk keluarga dan tiduran di kasur yang memang telah tersedia. Sembari tiduran kubuka-buka medsos.Ada status menarik dari Mama Azzah-- tetangga sebelah. Ratu sosmed kalau kami menyebutnya. Aku dan dia satu komplek, tetapi beda blok. Rumahku di cluster depan, tentu saja cluster termahal sedangkan dia cluster biasa.Kami ada grup WA emak-
Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!Melihat status Mama Azzah di facebook, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.Sampai rumah pas Maghrib, kemudian kami beberes. Kusiapkan keperluan Mas Adnan untuk ke Masjid.Adzan berkumandang, “Adit, ke Masjid sana, sama Papa!” perintahku. Adit yang sedang mainan hape milik Papanya dengan malas segera beranjak. Mas Adnan dan Adit ke Masjid bersamaan.Kulihat sebentar story WA sebelum mengambil air wudhu.“Bersyukur dengan apa yang telah Allah anugerahkan.”Begitu isi statusnya Khamila. Tumben bener, jangan-jangan lagi ada masalah dengan Burhan. Ah, bodo amat.Setelah ini aku wudhu dan bersiap untuk sholat.Setelah sholat, tilawah bareng dengan Mas Adnan dan juga Adit.Ya Allah, bersyukur sekali mendapat suami seperti Mas Adnan. Kalau dipikir, hadirnya Khamila ada hikmahnya juga. Mungkin jika tida
“Oke, nih aku kirim ke kalian.”Nggak kerasa acara sudah mau selesai. Karena keasyikan ngobrol sampai kami tidak mengikuti acara.“Yuk kita makan-makan,” ajak Atika.“Aku ada suami, kalau mau makan-makan, sekalian ma suamiku,” ucapku.“Boleh, tuh, sekalian biar aku kenal sama suamimu.”Aku meninggalkan acara, kutelpon Mas Adnan untuk mengetahui posisinya sekarang dimana. Sementara Burhan masih mengekor. Ya Ampun, tuh orang ngapain ngekorin kita, nggak ada teman apa?Tiba-tiba aku dikagetkan dengan hadirnya wanita muda yang waktu itu aku lihat saat di Mall.Wanita tersebut menghampiri Burhan, sementara itu Burhan salah tingkah.Aku penasaran, lalu kutemui Burhan.“Mas, jangan bilang kalau dia selingkuhanmu, yah,” ucapku pada Burhan.“Siapa dia, Mas,” tanya wanita muda yang kutaksir usianya dua puluh tiga tahunan.
Aku harus bicara sama Burhan agar istrinya tidak terus-terusan meneror keluargaku atau mendekati suamiku. Dulu menghancurkan hubunganku dengan Burhan, sekarang mendekati suamiku, maunya apa, sih.Tanpa sepengetahuan Mas Adnan, aku chat Burhan. Kebetulan aku tahu nomernya dari hape Mas Adnan.[Assalamualaikum, aku Dania, bisakah kita bicara? Balas GPL]Itu chat yang aku kirim ke Burhan.[Walaikum salam, Hy Dania, untukmu apa sih yang nggak bisa? Kapan?]Semprul, nggak nyadar apa kalau istrinya dah dua.[Hari ini, kamu sift berapa?][Aku sift dua. Oke, nanti ketemu di café dekat Supermarket, gimana? Jam 14.00 sebelum aku berangkat kerja.][Oke.]Setelah Duhur aku bersiap menuju café yang telah kita sepakati. Aku meluncur menggunakan mobil jazzku.Seperempat jam sebelum jam dua, aku telah siap di café. Aku memesan minuman kesuakaanku--jus alpukat.Jam dua kurang lima menit, kulihat dari ke
Aku menuju ke ruang keluarga dan menangis.Kubuka benda pipih yang ada di saku celana lalu aku bikin status.“Fitnahmu akan kau sesali suatu hari nanti.” Setelah itu kukirim caption gambarku dengan gambar Anggita, kebetulan kemarin aku sempat berfoto dengannya.Meski Khamila belum tahu siapa wanita itu, setidaknya ini adalah kode buat dia.Aku masih kesal dengan Mas Adnan yang menyalahkanku.Saat aku di ruang keluarga dan menangis, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.“Dania.”Aku menengok sumber suara dan ternyata adalah Mas Adnan. Aku masih kesal dengannya.“Seorang wanita bersuami dilarang janjian sama suami orang apalagi ketemuan. Makanya Papa menasehati Mama seperti itu,” ucap Mas Adnan sembari memandangku.“Lha itu Mas tahu. Selama ini apa yang dilakukan Khamila? Bukankah dia sering chat Papa? Sering nebeng sama Papa? Bahkan akhir-akhir ini dia
“Kenapa, sih, dari dulu selalu saja ingin merebut milikku?”Sekali lagi Khamila diam. “Burhan, urus istrimu! Dalam waktu 1 x 24 jam belum kamu bersihkan nama baikku, akan kuviralkan chatinganmu dengan suamiku agar warga tahu kalau kamu penggoda suami orang!” ancamku.“Huuuuuuu!” Terdengar suara teriakan orang-orang. Astaghfirullahal’adziim, rupanya banyak ibu-ibu menguping pembicaraan kami.“Oala, ternyata Khamila itu tukang fitnah, huuu,” kata seorang wanita yang tadi pagi kutemui di tukang sayur.“Hooh, ternyata kita kemakan sama omongannya, huuu,” kata yang lain menimpali.Sementara aku sedikit puas melampiaskan kekesalanku.“Ibu-ibu, tolong bubar, ya, ini bukan tontonan.”Kuusir ibu-ibu komplek secara halus.Sementara Khamila diam dan menunduk.“Khamila! Kamu keterlaluan,” pekik Burhan. “Selama
“Mah, jangan membicarakan orang! Kalau nggak Papa panggil, pasti ngobrolnya nggak selesai-selesai.”Aku hanya mengernyitkan dahi.Kami jalan-jalan memutari kota Jakarta. Tak lupa, aku bikin status.“Mingguan jalan-jalan bersama keluarga.”Kemudian mampir di restoran seafood. Lalu bikin status lagi.“Aku di sini.” Sembari upload saat kami makan. Ketika kami sedang asyik makan, aku dikejutkan oleh kedatangan Burhan dengan Anggita.“Astaghfirullah, Burhan! Pa lihat! itu Burhan sama Anggita,” ucapku sedikit berteriak karena kaget. Kucolek Papa yang sedang asyik makan. Mas Adnan melihat kearah yang aku tunjuk.“Pa, itu Si Anggita, madunya Khamila,” ucapku. Tunggu, akan kuambil gambarnya.“Ma, jangan dibuat status!” pinta Papa sambil memelototiku. Ia khawatir kalau aku buat status, nanti heboh. “ Biarlah itu urusan keluarganya Bu