Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Dari pagi ublek-uthek di dapur mempersiapkan sarapan. Meski suamiku bergaji besar , tetapi kami tidak memiliki pembantu. Memang aku yang menginginkan dengan alasan agar aku bisa gerak dan tidak mager dan juga uangnya bisa aku gunakan untuk yang lain.
Waktunya rebahan sambil nunggu Dhuhur, lagi pula mau apa lagi? nyuci, memasak, menjemur pakaian, menggosok, menyapu, mengepel, semuanya sudah.
“Capek,” gumamku.
Aku menuju ke ruang tengah, ruang khusus untuk keluarga dan tiduran di kasur yang memang telah tersedia. Sembari tiduran kubuka-buka medsos.
Ada status menarik dari Mama Azzah-- tetangga sebelah. Ratu sosmed kalau kami menyebutnya. Aku dan dia satu komplek, tetapi beda blok. Rumahku di cluster depan, tentu saja cluster termahal sedangkan dia cluster biasa.
Kami ada grup WA emak-emak komplek dan mengadakan arisan RT sebulan sekali.
“Alhamdulillah ya, Pi, akhirnya kesampean juga beli baru.” Begitu isi statusnya sembari menyertakan foto mobil baru Avanza.
Aku terbelalak melihat statusnya.
“Uh, pamer!” ucapku. Aku tahu dia itu panas karena Mama Izam juga barusaja beli mobil baru.
Kulihat banyak sekali yang respon dan memberikan emot love. Pasti bangga sekali dia.
Banyak pula yang komentar, “Alhamdulillah ya, mbak, moga nular, Aamiin.” Itu Komentar Mama Ais tetangga depan rumah.
Adapula yang komen, “Boleh, dong, nyobain.” itu Komentar Mama Mira.
Lalu aku? Ogah!
Bukannya aku iri, aku hanya sebal sama dia. Setiap hari ada saja yang di posting. Ketika di jalan, ketika makan, ketika liburan, ketika baru beli baju dan lain-lain, semua-muanya di posting. Kurag kerjaan.
Sepertinya orang itu ingin membuatku panas. Kali ini aku juga mau bikin postingan biar dia makin panas.
Aku keluar rumah dan mengambil gambar mobil milikku merk honda jazz yang terparkir di garansi.
Ku upload gambar mobil tersebut di f******k lalu kuberi caption, “Alhamdulillah Papa punya akupun punya.”
Tak berapa lama kulihat di story WA, dia bikin status, “Pamer!.” Akupun tertawa puas. Aku tahu bahwa dia membalas statusku di F******k dan membuat story di WA.
Begitulah kami. Aku tidak ingin bersaing dengannya hanya saja dia itu sangat menyebalkan, apa-apa di posting, dikiranya haya dia saja yang bisa, huft.
Setelah melihat-lihat status di f******k, aku beralih ke WA. Kembali aku melihat statusnya Mamah Azzah.
Dia memposting foto mesra dengan suami dengan memberi caption, “Makasih sayang atas hadiah tas ini. Tas keren oleh-oleh dari Bandung.”
Setelah itu dia memposting tas pemberian suaminya. Melihat tas tersebut, aku tertawa, “Ya elah, tas kek gitu aja di pamerin. Tuh tas branded gue banyak di lemari,” gumamku.
Huh, memangnya kamu saja yang punya tas. 'Nih aku posting tas brendedku,' batinku.
Aku mengupload koleksi tas yang ada di lemari dengan caption, “Tas, tas, tas, bukan KW, ini asli branded, siapa mau?”
Setelah ku upload, banyak sekali yang nge-like, aku yakin dia melihat postinganku. Puas!
Begitulah keisenganku di waktu luang, paling seneng kalau bikin Mama Azzah panas.
Setelah itu aku tidak pernah melihat postinganya baik di F******k maupun story WA. Bagiku itu lebih baik dari pada kesel dan sebel melihatnya.
Tiing ….
Notifikasi WA masuk ke ponsel, ketika kulihat, ternyata dari Mama Mira.
[Mama Adit, hari ini lihat statusnya Mama Izzah, nggak?]
[Sudah beberapa bulan ini aku nggak lihat, kayaknya di blokir] balasku.
[Duh, heboh se kampung, lho] balas Mama Mira.
Ada berita apa, sih, kok aku ketinggalan jaman.
[Berita apa, Mah] balasku penasaran.
Tak lama Mamah Mira mengirim screenshoot yang berisi status Mama Azzah.
Aku kaget dan tak percaya dengan isi statusnya.
Isi satusnya yaitu, “Sebentar lagi aku akan memiliki apa yang menjadi milikmu.”
Wuih, status macam apa ini. Lama aku tidak mengikutinya, benar-benar ketinggalan berita.
Ok, nanti aku stalking menggunakan akun Mas Adnan--suamiku.
Seperti biasa setelah habis Isya Mas Adnan pulang dari kantor.
Semua telah kupersiapkan, dari air panas untuk mandi, makan malam serta minuman kesukaan Mas Adnan.
Setelah Mas Adnan bersih dan rapi, kupersilakan untuk makan.
“Mas, makan, yuk,” ajakku mesra. Itulah aku, manja dan kemayu. Gak masalah, to, sama suami sendiri, haha.
“Aku udah kenyang, tadi makan malam sama teman kantor,” balasnya.
“Aku mau istirahat saja, capek banget.” Sembari melangkah menuju ranjang lalu merebahkan diri, sepertinya memang sangat capek Kesempatanku untuk pinjam ponselnya.
Mas Adnan itu pelor (nempel molor, artinya jika sudah kena bantal, langsung tidur.)
Pertama kubuka pesan di aplikasi WA.
“Astaghfirullah,” pekikku, hampir saja copot jantungku.
Aku membaca di aplikasi WA suamiku ada pesan masuk. Memang tanpa nama, tetapi aku sangat mengenal nomor tersebut. Ini sebulan lalu.
[Assalaamualaikum, Mas Adnan? Ini aku, Khamila, Mamahnya Azzah.]
[Ya, ada apa, Bu] jawab suamiku.
[Kebetulan saya sedang berada di jalan Kartini No. 10, sepertinya dekat dengan kantor njenengan, bolehkan saya ikut nebeng pulang? Kebetulan Papahnya Azzah sedang keluar kota]
[Iya, Bu] balas suamiku.
Mendidih kepalaku membaca pesan dari dia.
Hari berikutnya.
[Maturnuwun sudah membolehkan ku ikut pulang, maturnuwun juga traktiran baksonya]
Wah, kurang ajar sekali, kenapa Papa nggak ngajak-ngajak?
[Iya] balas Papa.
Hari berikutnya dan hampir tiap hari nebeng sama suamiku, maunya apa?
Lalu aku stalking ke akun F*-nya melalui akun Papa.
Ini sebulan lalu.
“Bahagia bersamanya.” Begitu statusnya dengan caption foto saat di mobil. Semakin geram aku sama dia.
Status berikutnya.
“Makasih traktiran baksonya.” Captionnya foto bakso rudal kesukaanku.
‘Cukup! Cukup! Sudah semua ini, aku harus segera mengakhiri.’
Ting …. Notifikasi pesan masuk di ponsel Papah.
[Maturnuwun uangnya, Mas, ini terlalu banyak] Pesan dari Khamila.
What! Ini keterlaluan! Aku harus bangunin Papah.
“Pa ….”
Eh, tunggu. Aku harus atur strategi untuk memberi pelajaran pada wanita ulat itu. Aku juga mau memberi pelajaran Pada papa. Berani sekali dia berbuat ini padaku.
Lau bagaimana caranya, ya, wanita itu sangat pinter. Aku berfikir keras. Aku berdiri dan mondar-mandir ke sana-ke mari.
Aku harus menanyakan ke Papa, meski aku tahu Papa tidak akan mengaku.
Aku membuka F******k Papa. Kali ini aku mau bikin status panas dulu biar Khamila membaca.
“Bulan madu kedua, asyeek.”
Itulah status yang aku kirim di akun Papa sambil kuberi gambar saat kami berlibur di Puncak.
Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!Melihat status Mama Azzah di facebook, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.Sampai rumah pas Maghrib, kemudian kami beberes. Kusiapkan keperluan Mas Adnan untuk ke Masjid.Adzan berkumandang, “Adit, ke Masjid sana, sama Papa!” perintahku. Adit yang sedang mainan hape milik Papanya dengan malas segera beranjak. Mas Adnan dan Adit ke Masjid bersamaan.Kulihat sebentar story WA sebelum mengambil air wudhu.“Bersyukur dengan apa yang telah Allah anugerahkan.”Begitu isi statusnya Khamila. Tumben bener, jangan-jangan lagi ada masalah dengan Burhan. Ah, bodo amat.Setelah ini aku wudhu dan bersiap untuk sholat.Setelah sholat, tilawah bareng dengan Mas Adnan dan juga Adit.Ya Allah, bersyukur sekali mendapat suami seperti Mas Adnan. Kalau dipikir, hadirnya Khamila ada hikmahnya juga. Mungkin jika tida
“Oke, nih aku kirim ke kalian.”Nggak kerasa acara sudah mau selesai. Karena keasyikan ngobrol sampai kami tidak mengikuti acara.“Yuk kita makan-makan,” ajak Atika.“Aku ada suami, kalau mau makan-makan, sekalian ma suamiku,” ucapku.“Boleh, tuh, sekalian biar aku kenal sama suamimu.”Aku meninggalkan acara, kutelpon Mas Adnan untuk mengetahui posisinya sekarang dimana. Sementara Burhan masih mengekor. Ya Ampun, tuh orang ngapain ngekorin kita, nggak ada teman apa?Tiba-tiba aku dikagetkan dengan hadirnya wanita muda yang waktu itu aku lihat saat di Mall.Wanita tersebut menghampiri Burhan, sementara itu Burhan salah tingkah.Aku penasaran, lalu kutemui Burhan.“Mas, jangan bilang kalau dia selingkuhanmu, yah,” ucapku pada Burhan.“Siapa dia, Mas,” tanya wanita muda yang kutaksir usianya dua puluh tiga tahunan.
Aku harus bicara sama Burhan agar istrinya tidak terus-terusan meneror keluargaku atau mendekati suamiku. Dulu menghancurkan hubunganku dengan Burhan, sekarang mendekati suamiku, maunya apa, sih.Tanpa sepengetahuan Mas Adnan, aku chat Burhan. Kebetulan aku tahu nomernya dari hape Mas Adnan.[Assalamualaikum, aku Dania, bisakah kita bicara? Balas GPL]Itu chat yang aku kirim ke Burhan.[Walaikum salam, Hy Dania, untukmu apa sih yang nggak bisa? Kapan?]Semprul, nggak nyadar apa kalau istrinya dah dua.[Hari ini, kamu sift berapa?][Aku sift dua. Oke, nanti ketemu di café dekat Supermarket, gimana? Jam 14.00 sebelum aku berangkat kerja.][Oke.]Setelah Duhur aku bersiap menuju café yang telah kita sepakati. Aku meluncur menggunakan mobil jazzku.Seperempat jam sebelum jam dua, aku telah siap di café. Aku memesan minuman kesuakaanku--jus alpukat.Jam dua kurang lima menit, kulihat dari ke
Aku menuju ke ruang keluarga dan menangis.Kubuka benda pipih yang ada di saku celana lalu aku bikin status.“Fitnahmu akan kau sesali suatu hari nanti.” Setelah itu kukirim caption gambarku dengan gambar Anggita, kebetulan kemarin aku sempat berfoto dengannya.Meski Khamila belum tahu siapa wanita itu, setidaknya ini adalah kode buat dia.Aku masih kesal dengan Mas Adnan yang menyalahkanku.Saat aku di ruang keluarga dan menangis, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.“Dania.”Aku menengok sumber suara dan ternyata adalah Mas Adnan. Aku masih kesal dengannya.“Seorang wanita bersuami dilarang janjian sama suami orang apalagi ketemuan. Makanya Papa menasehati Mama seperti itu,” ucap Mas Adnan sembari memandangku.“Lha itu Mas tahu. Selama ini apa yang dilakukan Khamila? Bukankah dia sering chat Papa? Sering nebeng sama Papa? Bahkan akhir-akhir ini dia
“Kenapa, sih, dari dulu selalu saja ingin merebut milikku?”Sekali lagi Khamila diam. “Burhan, urus istrimu! Dalam waktu 1 x 24 jam belum kamu bersihkan nama baikku, akan kuviralkan chatinganmu dengan suamiku agar warga tahu kalau kamu penggoda suami orang!” ancamku.“Huuuuuuu!” Terdengar suara teriakan orang-orang. Astaghfirullahal’adziim, rupanya banyak ibu-ibu menguping pembicaraan kami.“Oala, ternyata Khamila itu tukang fitnah, huuu,” kata seorang wanita yang tadi pagi kutemui di tukang sayur.“Hooh, ternyata kita kemakan sama omongannya, huuu,” kata yang lain menimpali.Sementara aku sedikit puas melampiaskan kekesalanku.“Ibu-ibu, tolong bubar, ya, ini bukan tontonan.”Kuusir ibu-ibu komplek secara halus.Sementara Khamila diam dan menunduk.“Khamila! Kamu keterlaluan,” pekik Burhan. “Selama
“Mah, jangan membicarakan orang! Kalau nggak Papa panggil, pasti ngobrolnya nggak selesai-selesai.”Aku hanya mengernyitkan dahi.Kami jalan-jalan memutari kota Jakarta. Tak lupa, aku bikin status.“Mingguan jalan-jalan bersama keluarga.”Kemudian mampir di restoran seafood. Lalu bikin status lagi.“Aku di sini.” Sembari upload saat kami makan. Ketika kami sedang asyik makan, aku dikejutkan oleh kedatangan Burhan dengan Anggita.“Astaghfirullah, Burhan! Pa lihat! itu Burhan sama Anggita,” ucapku sedikit berteriak karena kaget. Kucolek Papa yang sedang asyik makan. Mas Adnan melihat kearah yang aku tunjuk.“Pa, itu Si Anggita, madunya Khamila,” ucapku. Tunggu, akan kuambil gambarnya.“Ma, jangan dibuat status!” pinta Papa sambil memelototiku. Ia khawatir kalau aku buat status, nanti heboh. “ Biarlah itu urusan keluarganya Bu
Aku sama Mas Adnan saling pandang, heran. Sementara Khamila masih menangis dan mengiba minta tolong. Ada apa ini, kenapa Khamila kesini dan menangis. Jangan-jangan modus. “Mama Adit, Mas Adnan, itu, Mas Burhan,” ucap Khamila masih dengan air mata bercucuran. “Ada apa dengan Burhan, Khamila?” tanyaku. Namun aku sudah punya feeling, mungkin perselingkuhannya telah diketahui Khamila. “Mas Burhan, ternyata dia selingkuh.” Tangisan Khamila meledak kembali sampai sesak. “Lihat ini Dania, Mas Adnan.” Khamila menunjukkan foto Burhan bersama Anggita ketika di restoran seafood tadi. Aku tecengang begitupun dengan Mas Adnan, lalu kami saling pandang. “Kamu dapet foto itu darimana?” tanyaku penasaran, padahal saat foto itu diambil, posisiku juga ada di sana. “Ada yang kirim, Mama Adit.” Masih denga