Share

Penggoda

Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!

Melihat status Mama Azzah di f******k, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.

“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”

Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.

Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.

‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’

Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.

“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku jemput Adit lalu belanja bulanan dan nanti pulangnya ikut Papa. Bawa mobil sendiri males.

Jam tiga sore dengan menggunakan ojek online aku ke sekolahan Adit untuk menjemputnya, setelah itu aku belanja ke supermarket. Kuhubungi Mas Adnan agar menjemputku di Supermarket jam lima sore.

Setelah berputar-putar mencari barang kebutuhan, aku dan Adit menuju ke cafe untuk istirahat dan jajan karena Adit minta dibelikan es krim.

“Ma, lihat, ada Mama Azzah,” ucap Adit sembari menunjuk kearah Khamila yang sedang duduk di kursi yang tersedia di supermarket.

“Iya, Dit, mata kamu jeli juga, ya, hehe,” balasku.

Mau apa dia, apakah janjian sama seseorang? Kenapa dia selalu membayang-bayangi hidupku, sih.

Tadi pagi saat aku ke toko emas, tidak sengaja ketemu dengannya. Nah, ini pas aku belanja, ketemu dia lagi.

Kulihat jam menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit. Coba ku telpon papa ah, mengingatkan. Kucari nomer telpon Papa lalu kutekan.

“Assalaamualaikum, Pa,” sapaku.

“Waalaikumsalam salam, iya, Ma.”

“Pa, aku sama Adit nunggu di café Aldan dekat supermarket, ya.”

“Astaghfirullah, iya, hampir lupa. Baiklah, Papa otewe.”

Setelah itu telpon kumatikan.

Kulihat Khamila juga bolak-balik melihat jam, sebenarnya dia janjian sama siapa, sih, jangan-jangan dia mau nebeng sama Mas Adnan. Huuh, geram. Namun aku tidak boleh suudzon, tapi jika memang ia mau nebeng Mas Adnan, wah kebangetan!

Jam lima lima belas menit, kulihat mobil Mas Adnan parkir di depan supermarket. Kemudian ia menuju ke café Aldan tempatku minum dan beli jajan.

Melihat Mas Adnan, Khamila langsung menemuinya dan entah apa yang ia bicarakan. Aku sama Adit langsung menemui Papa dan Khamila yang sedang ngobrol. Kulihat Khamila kaget melihat kehadiran kami.

“Eh, ada Bu Khamila, sedang belanja?” sapaku. Sebenarnya aku sudah tahu dari tadi, tetapi pura-pura tidak tahu.

Khamila salah tingkah.

“Oh iya, Ma, tadi Bu Khamila chat Papa katanya mau nebeng pulang dari belanja,” sahut Mas Adnan. Darahku mendidih, geram, sebal. Ngapain sih nebeng sama Mas Adnan, tidak tahu malu. Untungnya aku juga belanja, jadi ketahauan.

“Owh, gitu? Lha Pak Burhan kemana, ya? Kenapa tidak minta dijemput sama dia?” ucapku sebal. Kulipat kedua tanganku.

“Pak Burhan sift dua, berangkat jam tiga sore,” ucap Mas Adnan.

“I … iya, Mama Adit,” balas Khamila malu dan gugup.

“Mama Azzah, njenengan kalau di f******k atau di W*, berani bikin status pamer dan sombong, tapi kok pekerjaannya ngedeketin suami orang, sih. Apa nggak malu?”

Aku emosi.

“Ma, kalau emosi jangan di sini,” cegah Mas Adnan.

“Mas, harusnya Mas nolak kalau Khamila minta nebeng.”

Aku semakin ngegas, tak peduli meski di tempat umum.

“Dengerin Dania, Khamila ikut nebeng karena suaminya sift dua,” balas Papa sembari memeluk dan menenangkanku agar aku bisa lebih menahan diri.

“Khamila, kalau suamimu sift dua, harusnya kamu belanja pada saat suamimu belum berangkat, jangan jadikan alasan suami sift dua lalu untuk nebeng suami orang. Awas, nanti aku viralkan kamu ke emak-emak komplek,” ujarku ketus.

“Ja … jangan, Mama Adit,” balas Khamila.

“Tadi pagi kamu bikin status kalau suamimu itu sayang sama kamu, mana buktinya? Suami belanja saja nebeng suami orang!” Aku semakin bertambah emosi.

“Papa, ayo pulang! Bu Khamila, nanti aku pesankan ojek online dan aku yang bayarin!”

Aku naik ke mobil dan duduk di depan, Adit di belakang sopir.

“Jalan, Pa!”

Aku terdiam di dalam mobil menahan sebal dan kesal bin jengkel. Rasanya ingin kuremas-remas mulut wanita itu, beraninya hanya di medsos, main belakang.

Maksudnya apa coba, chatting suami orang minta nebeng.

“Pa! sudah kukatakan kalau Khamila mau nebeng, mbokya jangan dibolehin, sih!”

Masih dengan perasaan kesal.

“Iya, iya! Mungkin kalau tadi Mama nggak telpon, papa pasti lupa, tadi istrinya Pak Burhan itu chat Papa pas jam duaan, tapi nggak Papa balas, kok.”

“Coba lihat hape Papa.” Kuambil hape Papa yang berada di saku jas lalu kubuka-buka chat w******p.

Selama ini Mas Adnan membebaskanku untuk membuka-buka chattingannya, inbox dan f******k. Ia jarang online, bahkan bisa dibilang tidak pernah main sosmed. Kadang aku yang memakainya untuk ngepoin orang.

Pertama kubuka w******p, benar saja, banyak sekali chatingan dari Si Khamila itu, untung nggak di buka sama Papa.

[Mas, boleh saya nebeng besok pagi? Saya mau beli kue untuk arisan.]

Ini chat beberapa hari lalu, tetapi tidak dibalas oleh Papa. Kata tetangga, ia menghentikan Papa di jalan.

[Mas, besok pagi aku mau ke mall, ada janjian sama teman.]

Ini pasti tadi pagi pas ketahuan aku.

[Mas, nanti sore jam lima aku mau ikut pulang, ya, aku belanja di supermarket.]

Ini barusan. Dasar! Khamila, dari dulu kamu tidak berubah setelah kamu merebut Burhan dariku, lalu kamu ingin mencari perhatian Mas Adnanku?

Burhan—suami Khamila adalah tunanganku dahulu. Hubunganku dengan Burhan sangat dekat, dengan keluarga besarpun demikian. Setelah lulus kuliah, kami sama-sama bekerja di perusahaan yang begerak di bidang industri textil. Bagian kami berbeda. Burhan bagian engineering dan aku akunting, sementara Khamila bagian staff lapangan. Secara jabatan, Khamila masih di bawahku.

Karena aku dan Burhan sudah sama-sama mapan, akhirnya kami bersepakat untuk menikah.

Namun Khamila datang dan mengacaukan hubungan kami. Setiap hari dengan berbagai alasan, ia selalu nebeng Burhan. Kebetulan aku sama Burhan jarang pulang bersama karena Burhan sering lembur dan aku tidak pernah lembur.

Hal ini dimanfaatkan oleh wanita tak tahu malu itu. Suatu hari ketika Burhan pulang malam, Khamila mengajaknya untuk mampir ke kost-kostan. Entah syetan apa yang merasuki, akhirnya terjadilah hubungan yang tidak diinginkan.

Saat itu Burhan tidak jujur padaku. ketika pernikahan kami tinggal menghitung hari, Khamila datang dan meminta pertanggung jawaban pada Burhan bahwa ia hamil.

Burhan tidak percaya kalau Khamila hamil, lalu Khamila menunjukkan test pack yang bergaris dua. Ketika itu hancurlah hatiku, hancur-sehancurnya. Ingin rasanya aku bunuh diri, tetapi aku masih ingat ada Allah.

Butuh waktu lama untuk bisa menyadarkanku waktu itu. Aku mengundurkan diri dari perusahaan lalu ikut bude ke luar propinsi. Di sanapun aku masih kepikiran Burhan—lelaki yang sangat aku cintai.

Setahun aku menganggur dan hanya berdiam diri di rumah bude, hingga suatu hari aku dikenalkan oleh Bude, seorang lelaki tampan yang bekerja di perusahaan sebagai Bussines Manager. Ia adalah Mas Adnan—suamiku tercinta.

Menikah dengannya, hidupku sangat berwarna. Ia lelaki yang baik hati dan sangat perhatian, tidak pelit dan dermawan. Namun, ada hal yang aku tidak suka darinya, ia tidak pernah menolak permintaan orang seperti halnya permintaan Khamila yang selalu pingin nebeng padanya.

Aku tak mengerti, kenapa Allah pertemukan kembali aku dengan Burhan di sini, di perumahan ini dan kenapa juga aku harus ketemu dengan Khamila, wanita yang dulu pernah menghancurkan hubunganku dengan Burhan.

Aku juga tidak tahu, mungkin ini sudah jalannya, ternyata Mas Adnan adalah atasan dari Mas Burhan.

Namun Mas Adnan belum tahu kalau Burhan adalah masa lalu aku.

Kini, yang aku tidak mengerti, kenapa Si Khamila seperti ingin mengulang kejadian masa lalu. Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun jika melihat kelakuannya.

Mungkin aku memang harus memberi pelajaran padanya agar menyesal.

“Ma, kok melamun,” tegur Mas Adnan.

“Ehm, enggak, kok,” balasku sembari tersenyum padanya.

Setelah tadi membaca chat di w******p, aku membuka aplikasi f******k. Beberapa hari lalu aku mengirim status di akun f******k Mas Adnan. Wah, banyak sekali yang komen dan kasih reaksi.

Asem, Si Khamila kasih reaksi love.

Oh iya, kemarin Si Khamila sempat inbox di akun Mas Adnan, coba kubuka inbox akun facebooknya Mas Adnan, ah.

[Mas, enak ya, Mbak Dania dapet suami kayak Mas.]

Ini status pas habis acara arisan. Sama Mas Adnan belum di buka.

[Mas Burhan itu sangat pelit dan perhitungan, dia tidak romantis.]

Ih, curhat tentang suaminya kok sama suami orang. Lagipula siapa suruh kamu merebut Burhan dariku, giliran sekarang nyesel.

Aku tahu, berarti status-status dia di f******k maupun di w******p adalah palsu.

[Maaf ya, Mas, mengganggu.]

Jelas mengganggu banget. Baiklah, akan kubalas chat-chat dari kamu.

“Seius amat, sih,” tanya Mas Adnan yang sedang menyetir meski sesekali memandang kearahku.

“Hehe,” jawabku.

“Sepertinya sudah tidak kesal,” balas Mas Adnan.

“Kesel sih iya, tapi masak iya harus berlarut-larut,” ungkapku.

Karena aku punya cara untuk mengobati rasa kesalku ini yakni dengan membalas inboxnya dia, haha.

[Bu Burhan.] Biarlah kusebut itu saja namanya.

[Dania Ivanka Putri Ariani mendapatkanku itu merupakan takdir dari Allah SWT dan sudah tercatat ribuan tahun lalu sebelum bumi tercipta. Jika menurut Bu Burhan itu merupakan keberuntungannya, maka saya ucapkan Alhamdulillah.]

Itu balasan chat yang pertama tadi.

[Pak Burhan tidak romantis? Romantis itu seperti apa, sih! Romantis itu tidak hanya mengumbar kata, memuji atau berpuisi. Perbuatan romantis itu banyak macamnya, misal: tiba-tiba Pak Burhan membelikan makana kesukaan, itu namanya romantis.

Jika Pak Burhan pelit, itu bukan ranah saya, maaf.]

Itu balasan chat kedua.

[Mohon maaf, tolong jangan sering chat saya karena istri saya kurang suka.]

Itu balasan chat yang terakhir.

Chat dibaca olehnya, wah cepat sekali. Berarti ia selalu online. Namun chat dariku menggunakan akun Mas Adnan belum dibalas. Aku yakin tidak akan dibalas.

Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.

======

Nantikan Part 7-nya yah, berikan komentar terbaiknya. Komentar gregetnya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status