Share

Labirin Pemburu

Satu sejam berlalu sejak kepergian Dirga, Senja kini mulai bersiap ke luar dari kamar. Ini adalah waktu yang pas untuk melarikan diri.

Senja sudah merencanakan semua ini sejak lama. Dengan mengamati kegiatan para bodyguard di tempat post jaga, Senja menemukan satu celah kecil.

Ada satu lorong yang ketika tengah malam selalu sepi dari penjagaan.

Itu adalah lorong di dekat gudang tak terpakai. Sebuah tempat rahasia yang entah berujung ke mana. Namun, Senja percaya bahwa lorong gelap itu adalah jalan menuju ke luar Mansion.

Entah kenapa, para bodyguard selalu tidak berani berjaga di lorong yang minim pencahayaan itu. Mereka bilang ada hantu.

Yang benar saja. Memang ada hantu di zaman milenial ini?

Akan tetapi, tingkah pengecut mereka memberikan celah untuk Senja melarikan diri.

Senja harus cepat sebelum Dirga pulang. Saatnya bertaruh nasib.

Dengan mengendap-endap penuh perhitungan, Senja membuka pintu dan mulai menjelajahi lorong dengan pencahayaan temaram. Senja terus berjalan lurus ke depan. Namun, lorong yang dilaluinya seperti tidak memiliki ujung. 

"Sial! Sebenarnya tempat apa ini?" 

Senja mengumpat dengan iris mata menjelajahi sekitar. Sampai netra ocean blue-nya menangkap sebuah pintu berwarna coklat tua. Alis Senja memincing curiga.

"Itukah jalan keluarnya?" 

Memilih untuk tidak ambil pusing, Senja membuka pintu itu dengan harapan kuat akan kebebasan. Namun, apa yang yang menyambutnya di dalam ruangan itu membuat tubuh Senja bergetar hebat.

"Aa---apaan ini?" 

Suara Senja terbata-bata ketika melihat tiga pintu berbeda di setiap sudut. Bahkan terdapat tanda X yang dilukis seperti darah. Tegukan saliva kasar bergema, Senja semakin bergetar takut. Namun, ia memberanikan diri membuka salah satu pintu sesuai dengan instingnya. Dan ....

Lagi, Senja disambut dengan pemandangan ruang kosong, tak lupa tiga pintu yang beraksen sama seperti di ruang pertama. Kali ini ia membuka pintu yang ada di tembok sebelah kanan. Namun, lagi-lagi pemandangan serupa didapatnya. 

Senja yang geram membuka pintu dengan sembarangan. Sampai 30 menit berlalu, namun ia belum juga menemukan jalan keluar. Padahal sudah lebih dari 20 pintu yang Senja buka.

Senja mengatur napas lelah. "Brengsek! Ini seperti labirin," umpatnya kasar. 

Senja yang mulai putus asa berniat untuk kembali ke Mansion. Namun, dirinya terhenti kala teringat sesuatu.

"Sial! Tadi aku lewat mana?!" 

Senja mulai panik. Tubuhnya berkeringat dingin saat memanding empat pintu di tempatnya berdiri.

"Bodoh! Aku lupa menandai jalan kembali." 

Senja meruntuk, mencengkram gemas rambut coklatnya sendiri. Apalagi ketika melihat semua pintu itu tertutup rapat. 

Benar!

Setelah membuka pintu, Senja langsung menutupnya kembali. Ketakutan akan dipergoki oleh Dirga membuat Senja bertindak hati-hati. 

Senja tidak ingin memancing kecurigaan. Akan tetapi, siapa sangka sikap waspadanya itu membuat ia tersesat. "Sekarang aku harus apa?"

Dan tangis pun jatuh membasahi bumi.

Lagi, Senja berhasil mengacaukan hidupnya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Dirga saat menemukannya nanti. Tubuh Senja bergetar hebat.

Tuhan ....

Senja hanya ingin hidup bebas.

***

"Tolongggggg ...."

Senja tersentak. Wajahnya yang semula tersembunyi dilipatan lutut menengadah mencari sumber suara.

"Apa itu tadi?" tanya Senja bangkit berdiri. "Aku tidak salah dengarkan? Ada suara minta tolong!" 

Senja melangkahkan kaki menuju salah satu pintu dan suara itu semakin terdengar jelas.

"Hiks ... Hiks ... tolong ... hiks ... lepas---saya."

Semakin menajamkan indera pendengaran, kali ini Senja membuka pintu yang ada di sisi tembok bagian depan dan ia tidak lagi berakhir di ruang Labirin, melainkan berakhir di lorong temaram.

"Akhh ... Kumohon, Tuan! Berikan aku kesempatan untuk BERMAIN sekali lagi."

Suara tadi terdengar semakin jelas, Senja melangkah lebih dekat dan terlihatlah seluit lima pria mengelilingi satu wanita. Senja memincingkan mata, berusaha melihat lebih jelas pada kumpulan anak manusia itu.

"Dirga?!" 

Senja bergumam tak yakin ketika melihat seluit pria bergaya rambut undercut. Minimnya pencahayaan membuat Senja tak bisa melihat warna rambut suaminya dengan jelas, tetapi ia yakin itu berwarna pirang. 

"Apa yang dia lakukan di sini?" gumam Senja berupa bisikan. Tubuh mungilnya bersembunyi di antara tumpukan rongsokan. 

"Siapa mereka? Apa yang terjadi?" 

Pertanyaan bertubi-tubi memenuhi pikiran wanita berambut kecoklatan itu, kemudian iris mata ocean blue-nya terbelalak ketika Dirga mengarahkan pistol ke dahi seorang gadis yang berlutut di depannya. 

"Akhhh!" 

"Siapa di sana?" 

Senja menutup mulut, meruntuki pekikan kecilnya tadi. Mau bagaimana lagi perbuatan Dirga yang menodongkan pistol membuat ia takut setengah mati.

"Cepat periksa! Ada apa di sana!"

Mendengar perintah Dirga yang bergaung dengan nada penuh amarah, membuat keringat dingin semakin meluncur deras di pelipis Senja. 

Mati sudah ....

Dirga tak akan mengampuninya.

Senja harus pergi dari sini. Akan tetapi, bagaimana dengan gadis yang ada di depan sana?

Dia pasti terbunuh!

Senja menggigit bawah bibirnya. Ketakutan semakin merajalela terlebih ketika mendengar bunyi langkah kaki yang berjalan mendekat. 

Senja takut. 

Apa yang harus ia lakukan? Kabur atau maju ke depan menolong gadis yang dilihatnya?

Peduli setan ....

Senja tidak mengenal gadis yang dilihatnya tadi. Siapa yang tahu dia juga merupakan komplotan dari Dirga. Toh, mereka berakhir di ruang sama. Pokus Senja sekarang adalah menyelamatkan diri. Dengan lutut bergetar hebat, Senja berlari meninggalkan tempat kejadian.

***

Sementara itu, pria yang ditugaskan oleh Dirga untuk mengecek keadaan, berjalan malas menuju ke arah rongsokan di sudut ruangan.

Pria itu bernama Arion Bagaskara, salah satu anak buah yang mengabdi setia pada Dirga. 

Seharusnya malam ini adalah hari kesenangan untuk kelompok mereka. Salah satu 'Kelinci' dalam permainan pmburu akan dieksekusi. Betapa menggairahkannya melihat seorang gadis menangis tak berdaya. Memohon-mohon dan memelas. Tak lupa tubuh terhiasi darah merah yang memanjakan penglihatan.

Cantik ....

Memesona ....

Dan lebih indah saat bunyi 'Bang' memecahkan batok kepala si kelinci. 

Sayangnya kesenangan itu berakhir ketika Dirga mendengar suara pekikan di ujung lorong.

Sungguh indera pendengaran yang tajam. Arion sendiri tidak mendengar apapun. Dan lagi ....

Kenapa dia yang harus memeriksanya?

Mentang-mentang dia paling bontot, jadi babu begitu?!

Akan tetapi, Arion tidak berani menolak perintah Dirga. Ketuanya itu kalau sedang badmood akan sangat menakutkan. 

Dengan menghentakkan kaki kesal, Arion pergi ke arah tumpukan barang bekas yang diduga asal suara. Dan ....

Kosong!

Tidak ada siapapun di sana.

"Bos ... tidak ada apapun di sini!" teriak Arion memberi informasi.

"Cari yang betul, Bodoh! Bos tidak mungkin salah mendengar!" Bukan Dirga yang membalas, melainkan pria berambut panjang yang ada di sampingnya.

"Sudah! Tapi di sini memang tidak ada siapa-siapa," jawab Arion sedikit merajuk. 

"Kalau tidak percaya ... lihat sendiri."

Sayangnya saran Arion hanya ditanggapi dengan dengkusan. Lalu, pria itu beralih menatap Dirga. 

"Mungkin tadi hanya tikus yang lewat, Bos!" kata pria itu pada Dirga yang terdiam sambil tetep menatap lurus ke tempat Arion berdiri.

"Tidak! Aku jelas mendengar suara pekikan wanita tadi."

"Wanita?" ulang Arion mulai berjalan mendekat.

"Mungkinkah salah satu tawanan yang lepas?"

Tidak ada yang menjawab. Mereka saling pandang. Sedangkan sang gadis yang masih berlutut di tanah, diam-diam bersyukur atas gangguan yang terjadi.

"Jay ...."

"Iya, Bos?" jawab si pria yang berdebat dengan Arion.

"Nyalakan CCTV. Aku akan menangkap penyusup itu sendiri," perintah Dirga.

"Akan kupastikan peluru ini menempel di kepalanya," lanjutnya dengan ekspresi dingin.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status