"Apa-apaan itu tadi? Kamu nggak tau berapa banyak wartawan di depan? Kamu nggak sadar kamu keliatan kayak orang aneh berdiri sendirian di sudut gitu?"
Bahkan sampai setelah mereka berada di aula, Yusuf tak berhenti mengomeli Bella.
"Ya ... sekuritinya nggak bolehin masuk, Pak."
"Ya wajar! Emang itu tugas dia!" sambar Yusuf cepat sambil merogoh sakunya. "Sini hape kamu!" pintanya cepat.
Walau sempat bingung, Bella buru-buru menyerahkan ponsel pintarnya kepada Yusuf, dan beberapa detik kemudian dikembalikan.
"Udah saya save nomor saya di situ. Hubungi kalau penting," kata Yusuf datar. Bella mengangguk sekenanya sambil memasukkan ponsel pintarnya kembali ke dalam tas tangan.
Pandangan Yusuf beredar sebentar menyisir aula sebelum kembali terarah pada Bella, barulah dia sadari penampilan Bella seutuhnya. "Kamu kira ini pesta kawinan apa?" kritiknya sambil mendecakkan lidah lagi.
"Ma-maaf, Pak ... terlalu kasual, ya?" Bella menggaruk tengkuk tak enak hati.
"Ya udahlah, nggak akan ada yang ngeh juga. Toh lumayan manis, kok."
"Heh?"
Mendengar pujian terlontar dari mulut Yusuf, secara tanpa sadar Bella melongok. Yusuf terdiam kaku, belas menatapnya canggung. "Maksud saya bajunya yang manis!" terangnya menekankan maksudnya.
"Iya ... saya tau kok, Pak."
Yusuf membuang muka. "Nggak perlu panggil 'pak', toh saya belum tua-tua banget."
"Jadi ... Amca* ...? (*sebutan untuk laki-laki lebih tua tanpa ikatan darah dalam bahasa turki)."
Pertanyaan polos yang keluar dari mulut Bella membuat Yusuf cengo. "Tau dari mana kamu istilah itu?"
"Akhir-akhir ini teman saya suka nonton drama turki." Bella nyengir lugu.
"Nggak usah, aneh kedengarannya, panggil Yusuf aja."
Bella mengangguk menurut. "Yusuf ..." lirihnya malu-malu.
Yusuf pura-pura tidak mendengar gadis itu menyebutkan namanya. Dia bergegas mengalihkan perhatian dengan mengajak Bella duduk lantaran peragaan busana itu akan segera dimulai. Meski masih sama-sama kikuk dan masih disesaki rasa canggung, Bella merasa selangkah lebih dekat dengan Yusuf. Setidaknya sekarang aura seram pria itu sedikit memudar.
***
Tepuk tangan gemuruh memenuhi aula menutup peragaan busana yang berjalan mulus sampai akhir. Leila berdiri di tengah runway, tampak bersinar dengan buket-buket bunga dipeluk di tangan kiri sedang tangan kanannya terangkat melambai sisi kanan dan kiri. Bella menatapnya lekat penuh kagum, perempuan cantik dan bertalenta seperti Leila memang layak mendapat sorotan tajam. Sekali lagi dia membandingkan Leila dengan dirinya yang dia rasa bukanlah apa-apa.
"Pak ... eh ... Mas Yusuf, bukan, Yusuf," Bella memanggil tergagap. Yusuf yang berdiri di samping meliriknya heran. "Saya ... udah boleh pulang kan sekarang?"
"Pulang? Emang kenapa? Ada janji kamu?" Yusuf bertanya balik.
"Eum ... nggak ada sih, tapi kan acaranya udah selesai kan ini?"
"Masih ada after party."
Bella terperangah, dia sama sekali tidak siap untuk ikut ke dalam pesta, dia hanya akan mempermalukan diri sendiri atau duduk sendirian di pojokan, di tengah-tengah banyaknya orang kaya yang berkumpul dan bercengkeramah.
"Eh ... kalau untuk itu ... saya nggak ikut--"
Belum sempat Bella menyelesaikan kalimatnya, Yusuf sudah lebih dulu menariknya ikut naik ke lantai atas hotel tempat after party diadakan. Berbagai aroma langsung menyambut hidung Bella begitu dia masuk ke dalam ballroom. Tamu-tamu undangan istimewa telah berkumpul di dalam, saling menyapa walau sekadar berbasa-basi, termasuk Yusuf yang dengan mudah dapat berbaur dengan mereka.
Bella yang ditinggal sendiri berpindah ke pojokan ballroom, dekat dengan meja prasmanan tempat dessert tersedia.
"Hai, Bel ..." Suara lembut menyapa dari belakang namun sanggup menyentak Bella yang otomatis berbalik, Tania tersenyum lebar sambil berjalan mendekat.
"Ya ampun, aku kira siapa ..." Bella mengelus dadanya lega.
"Aku kirain kamu nggak bakal datang."
"Pasti datanglah, emang aku punya pilihan lain? Ini aja aku dipaksa ikut ke sini tapi malah ditinggal," keluh Bella.
"Maklumlah ... orang kaya emang gitu, kalau udah ketemu sama sesama orang kaya, kita juga nggak bakal nyambung sama obrolan mereka, kan?"
Bella mengangguk setuju. Seorang pelayan yang membawa nampan berisi dua gelas sampanye kebetulan sedang melintas dan Tania menyetopnya. Satu gelas dia berikan kepada Bella.
"Hah? Buat aku?" Mata Bella membulat.
"Ya iyalah, terus kamu mau diam aja nggak minum? Bisa kering tenggorokan," sahut Tania enteng.
"Nggak ada jus jeruk aja apa? Ini kan ada alkoholnya."
"Dikit doang, nggak bakal bikin mabuk." Tania mengangkat gelasnya ke dekat bibir lalu meneguknya santai sampai habis tak bersisa.
Melihat sikap tenang Tania, Bella pun ikut merasa tertantang. Jika Tania saja tidak menunjukkan reaksi apapun, tentu sampanye itu memang kadar alkoholnya rendah. Ragu-ragu, Bella ikut meneguk sampanye miliknya.
Mereka masih sempat bercakap-cakap sambil mengomentari dekorasi ballroom, sebelum tingkah Bella mulai aneh. Gelas di tangannya nyaris meluncur dari tangannya, untung Tania yang sigap dengan cepat mengambil gelas itu dan menyingkirkannya.
"Bel ...?" panggil Tania heran, sebab Bella sungguh terlihat mulai sempoyongan, wajahnya mulai memerah sedang kakinya mulai kehilangan keseimbangan.
Alih-alih menjawab, Bella justru menyeringai ceria, Tania langsung tahu ada yang salah dengan gadis itu.
"Buset! Emang mulai mabuk, satu gelas sampanye doang ...?" ucap Tania tak bisa percaya, belum pernah dia bertemu orang dengan kadar tolerir alkohol separah Bella.
Yusuf yang mulai menyadari sikap ganjil Bella memutuskan untuk mendekat, meninggalkan Leila dan beberapa tamu lain yang sedang mengobrol. Alhasil hal itu juga menarik minat Leila, dia pun ikut menyusul Yusuf untuk memastikan semua baik-baik saja.
"Dia kenapa?" tanya Yusuf sambil menyentuh pundak Bella yang seolah mau ambruk.
"Kami cuma minum sampanye, Pak," jawab Tania merasa bersalah.
"Kenapa, Suf?" tanya Leila ikut khawatir.
Bella cengengesan sendiri sambil berbalik badan lantas memegang kerah long coat milik Yusuf. Tubuh pria itu menjulang di hadapannya, membuat Bella terlihat kecil, hanya setinggi dadanya saja. Yusuf menatapnya nanar, kagok.
"Dari dekat kayak gini ... kamu ganteng juga," kata Bella terkekeh manja.
"Ya ampun, Bella." Tania menepuk jidatnya, bisa dia pastikan Bella akan menyesal apabila dia tahu perbuatannya sekarang ini.
Yusuf mendecakkan lidah sebal sambil memalingkan muka, tapi tangannya menggenggam erat kedua lengan Bella agar memastikan gadis itu tidak ambruk.
"Aku pulang duluan ya, La. Maaf aku nggak bisa nemani kamu sampe acaranya selesai," pamit Yusuf.
Leila otomatis tidak terima. "Nggak perlu, Suf! Kita bisa panggil taksi buat antar dia pulang. Ya kan? Biar aja dia pulang sendiri."
Yusuf menggeleng, menolak idenya. "Dia mabuk, La. Kita nggak tau apa yang bisa terjadi sama dia. Lagian aku juga nggak tau alamat dia di mana, pokoknya aku bawa dia pergi aja dari sini, supaya nggak bikin kacau, takutnya malah bisa ngerusak pesta kamu." Yusuf kukuh.
Air muka Leila berubah kecewa. "Kenapa sih kamu peduli sama dia? Dia cuma karyawan biasa, dia bahkan bukan teman kamu, kita bisa minta Tania bawa dia ke kamar hotel dulu. Ini pesta aku, Suf. Kita udah lama nggak pesta bareng."
"Maaf ya ..." Hanya itu yang mampu diucapkan Yusuf, kemudian dia merangkul Bella erat-erat, menuntunnya keluar dari ballroom.
Kini Leila yang ditinggal sendiri dalam perasaan kecewa yang teramat sangat, dan cuma Tania yang menyaksikan kejadian mengejutkan itu dalam diam dengan begitu banyak asumsi di kepala.
Bagaimana bisa Yusuf mengorbankan pesta Leila yang penting hanya demi keamanan Bella? Harga diri Leila pasti sedang tercabik-cabik sekarang.
Bella masih terkekeh dengan tubuh sempoyongan ketika Yusuf menyeretnya ke area parkir hotel berbintang tersebut."Ngerepotin aja!" damprat Yusuf sambil menuntun Bella untuk duduk di kursi depan mobilnya.Setelah dia memasangkan sabuk pengaman di tubuh Bella, Yusuf duduk di kursi pengemudi dan mulai menyalakan mesin. Namun tiba-tiba tubuhnya tercekat, "Tunggu ... rumah kamu di mana?"Bella yang tadi masih setengah sadar dalam keadaan agak oleng kini telah sepenuhnya kehilangan kesadaran. Yusuf mendecakkan lidah sebal. "Harus ke mana cewek ini dibawa?" lirihnya memutar otak, untung terbersit satu lokasi.Satu tempat yang diyakinkan Yusuf akan aman untuk Bella, bukan rumah ayahnya tentunya, melainkan studio apartemen milik pribadinya, tempat yang kadang dikunjungi Yusuf apabila dia butuh waktu untuk sendiri.***Sinar mentari yang terik menembus kaca jendela besar, jatuh tepat di atas wajah Bella yang masih tertidur di atas sebuah tempat tidur
Masih terekam jelas di memori Yusuf, peristiwa menyakitkan yang terjadi sekitar dua puluh tahun lalu. Ketika pertama kali dia mengetahui soal wanita lain yang dimiliki oleh ayahnya. Perempuan itu diketahui bekerja di sebuah resort, dia bertemu dengan Pak Abizard saat pria itu sedang berlibur ke Bali. Cinta timbul di antara mereka meski saat itu Pak Abizard jelas telah menikah, bahkan memiliki seorang putera kecil yang belum genap menginjak usia sepuluh.Semua menjadi lebih rumit tatkala wanita ke-dua itu mengaku tengah hamil, dan datang untuk meminta pertanggung jawaban. Ibu Yusuf terguncang detik itu juga, hati istri mana yang tak teriris mengetahui dia bukanlah satu-satunya di hati suaminya.Dengan mata gelap dan tertatih-tatih, suatu malam ibu Yusuf pergi begitu saja, meninggalkan Yusuf tanpa mengucap sepatah kata perpisahan. Sampai Yusuf menginjak usia remaja, hanya sesekali dia datang menjenguk puteranya, tapi setelah Yusuf menginjak usia dua puluh, wanita itu len
"Se-sebetulnya ... Ada urusan apa ya, Pak?" tanya Bella sambil berusaha mengimbangi langkah Yusuf yang cepat.Mampus, jangan-jangan ada kesalahan lagi yang aku buat? Minimal pas jam kerja kek marah-marahnya! Pekik Bella dalam hati.Yusuf membuka pintu ruang kerja lalu menarik Bella masuk. "Saya cuma mau ditemani makan siang, itu aja," jawabnya pendek sambil menutup pintu ruang kerjanya kembali.Mata Bella terbelalak. Nggak salah dengar aku? Apa? Batinnya heran.Di dalam ruangan itu rupanya sudah tersedia meja makan bundar yang dipenuhi aneka menu serta minuman dingin yang menyegarkan. Yusuf menarik salah satu kursi untuk mempersilakan Bella duduk."Kenapa bengong? Duduk!" titah Yusuf, Bella buru-buru menurut meski masih dilanda kebingungan."Ini ... Bapak benar-benar ngajak saya buat makan?""Ya jadi? Menurut kamu ada makanan buat diapain? Dijogetin?" sambar Yusuf judes.Selama lebih dari sepuluh menit keduanya kompak diam memb
"Bel, mau balik?" tanya Taufan yang menyetop mobilnya di depan bella yang sedang berdiri di depan gedung kantor majalah GLAM."Ya iyalah, jadi mau ngapain lagi? Aku lagi nunggu taksi pesanan datang," jawab Bella, memang gadis itu termasuk salah seorang yang tak pernah berani untuk latihan mengemudikan sepeda motor maupun mobil, semenjak kecelakaan yang pernah dia alami waktu pertama kali latihan menyetir."Ayo masuk, aku antar aja. Ngapain sih kamu ke mana-mana naik taksi, buang-buang uang," ajak Taufan sambil membukakan pintu mobilnya untuk Bella.Bella sempat kagok, ini pertama kali Taufan terang-terangan menawarkan tumpangan untuknya. "Ayo, Bel ... aku antar, tenang aja, nggak bakal ngebut-ngebut, kok." Taufan membujuk sekali lagi.Meski kikuk, Bella melangkahkan kaki kanannya, hendak masuk ke dalam mobil Taufan. Namun, sebelum dia sempat masuk ke dalam mobil sedan putih itu, sebuah tangan besar meraih pergelangan tangannya."Ayo pulang," ucap Y
Pak Abizard menggeretakkan rahangnya, matanya mengobarkan api, seolah jika tidak ada siapapun di sana maka dia akan dengan gampang melayangkan tinju ke muka Yusuf, sementara Yusuf sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda gentar sedikit pun."Apa-apaan ini?" Seorang wanita tua yang tampak anggun dengan leher dipenuhi perhiasan yang berkilau akhirnya mendekat untuk menengahi. "Kalian jangan bikin ribut, apa nggak malu kalian dilihat sama para tamu?" wanita tua itu lalu menatap Bella yang langsung membenarkan posisi berdirinya dengan kagok. "Siapa?" tanyanya pelan."Oma, ini Bella, pacar aku," ungkap Yusuf sambil memeluk pinggang Bella dengan tangan kanannya.Nenek Yusuf terbelalak tak percaya. "Pa-pacar? Bukannya kamu udah ... sama Leila ...?" Oma tergagap ikut bingung."Halo, Oma. Nama saya Bella," sapa Bella takut-takut."Ah sudahlah, nanti aja kita bahas, sebentar lagi kita ada acara potong kue. Jangan dilanjut lagi ribut-ributnya, punya malu sed
"Tunggu ... Ini kita mau ke mana?" tanya Bella yang mulai merasakan keganjilan sebab Yusuf tak kunjung melepas tangannya.Masih dengan muka sekeras batu, Yusuf menarik Bella menuju area parkir."Pak ... Saya mau pulang ke rumah aja, ini ... Bapak mau ajak saya ke mana?" tanya Bella mulai takut-takut.Yusuf mendorong Bella masuk ke dalam mobilnya lalu dia sendiri ikut masuk. Lantaran terlalu panik, Bella nekat membuka pintu mobil kembali yang dengan sigap langsung dihalangi oleh Yusuf. "Kamu bisa tenang sebentar?! Saya cuma mau ditemani minum! Kamu ngerti?!" Mata Yusuf berkilat-kilat, tersimpan amarah sekaligus putus asa.Bella bisa mnegerti kekalutan yang dirasakan Yusuf, amat wajar bila sekarang dia gundah gulana. Bella mengiba, satu sisi hatinya ingin menemani Yusuf dan menghiburnya, tapi di sisi lain dia menolak ide itu, sebab rasanya dia hanya dijadikan sebagai pelampiasan belaka, sebagai pengganti Leila yang tidak bisa menenangkan badai di dalam hati
Bella gelisah, mendorong Yusuf sekuat yang dia bisa. Tapi tenaga Yusuf memang masih lebih unggul. Setelah puas menciumi Bella, kepala Yusuf turun, menyentuh lehernya yang jenjang dan wangi. Bella menjerit hebat dalam hati, ini pertama kali dia merasakan sentuhan seperti ini, sensasi yang membuatnya ingin menolak tapi tak bisa menolak.Bibir Yusuf dengan lapar menciumi dan menjilati kulit leher Bella, sampai timbul bercak kemerahan. Bella menegang, kakinya mulai lemah. Yusuf tahu Bella mulai lemas, dia dengan sigap mendorong Bella sampai gadis itu terhempas ke atas sofa."Mas Yusuf, tolong berhenti ... Ini nggak benar," ucap Bella."Kenapa nggak benar?" Yusuf menindih Bella dengan cepat. Matanya sudah lebih sayu dan redup ketimbang sebelumnya. "Apa yang kamu takutkan, hm?" lirih Yusuf sambil menaruh kedua tangannya di antara kepala Bella, memojokkan gadis cantik itu agar tidak melarikan diri."Kita kan ... Kita nggak punya hubungan apa-apa, aku mau bantu k
Langkah Bella cepat tapi hatinya tertatih menuju pintu studio apartemen, dia akan pergi, keputusannya sudah bulat. Dugaannya sangat tepat, Yusuf memperlakukannya seperti sampah setelah kejadian tadi malam. Bila dia mencoba menjelaskan pun, akan terkesan dia sedang memohon pada Yusuf, dia tak mau dianggap tengah merayu atau menjebak Yusuf. Lebih baik semua diakhiri.Sampai Bella berada ambang pintu, Yusuf masih diam terpaku. Tidak sampai Bella mencapai koridor, tiba-tiba Yusuf berlari menyusulnya."Maaf! Aku nggak bermaksud buat pura-pura lupa!" Yusuf meraih tangan Bella. "Bella! Sorry!" serunya sambil membalik tubuh Bella agar menghadapnya."Udahlah, Mas. Lupain aja. Aku juga nggak berharap atau nuntut apa-apa, cukup jangan ganggu aku," tegas Bella. "Kayaknya emang aku harus tau diri, aku nggak seharusnya ada di sini sekarang. Maaf ..." lirih Bella berusaha menguatkan hati."Kamu nggak salah, nggak perlu minta maaf," tegas Yusuf. "Cuma ... Jujur aja, yang