Sepanjang rapat dengan pihak sebuah merek perhiasan, hati Bella tak kunjung tenang, rasanya dia tak seharusnya berada di tempat ini bersama para pengusaha kaya raya dan mumpuni di bidang masing-masing. Bella sendiri nyaris tak mengerti apa yang mereka bicarakan, dia hanya diizinkan untuk melihat beberapa kalung dan cincin berlian yang akan mengisi majalah edisi selanjutnya.
Namun Bella sama sekali tak berani untuk menyentuh produk-produk contoh itu, harganya pasti selangit, bisa gawat apabila Bella melakukan kesalahan.
"Kamu tertarik? Mau satu set?" tanya Yusuf di samping telinga Bella.
Bella terperanjat, "Nggaklah, liatnya aja udah syukur, Mas," bisik Bella gugup.
"Nggak apa-apa, kalau emang kamu mau, kita bisa ambil satu set." Yusuf berujar enteng.
Dan ucapan Yusuf saat itu bukanlah sekadar isapan jempol. Sebab setelah rapat berakhir, satu set kalung berlian beserta gelang dan cincin masih ditinggal di atas meja. Yusuf keluar sebentar untuk menga
Selera makan Yusuf langsung hilang begitu saja, Mia yang bisa membaca air muka sepupunya juga terlihat sangat tidak nyaman. Muka Yusuf mengeras, rahangnya menggeretak, Mia tahu sebabnya apa, dia tak pernah dihina seperti ini, baru Bella saja yang berani pergi dari acara makan siang yang dia siapkan.“Pak, saya tuang juga ya teh ke dalam gelas Bapak ...” Emma berusaha untuk mencairkan ketegangan dalam hati Yusuf.“Nggak usah,” tolak Yusuf ketus. “Saya nggak selera makan sekarang, kalian lanjut aja tanpa saya.” Yusuf berdiri.“Ta-tapi Pak ... ini kan perayaan atas keberhasilan tim kita ...?” Emma berupaya mencegah.Tidak bereaksi apapun, Yusuf ikut melenggang dari sana. Tinggal Mia, Emma, dan beberapa karyawan lainnya yang ditinggal dalam kebingungan.“Bu, maaf ... Pak Yusuf emang betulan ada hubungan ya sama Bella?” selidik salah s
Kedua tangan Bella menyilang di depan dadanya, menutupi bikini yang diberikan oleh Yusuf kepadanya. Selama lebih dari sepuluh menit sudah dia bercermin di toilet, dan tak berani keluar untuk menemui Yusuf yang sudah lebih dulu menceburkan diri ke dalam kolam renang.“Ngapain sih aku di sini? Kenapa juga aku harus nurut terus? Duh Bella ... ayo ngelawan, dong! Minta pulang sekarang!” erangnya sebal.Dengan sifatnya yang tidak terduga dan selalu penuh spontanitas, hanya Yusuf seorang yang tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Bella bahkan tak berani untuk memikirkannya, seperti apa jadinya jika mereka berada di kolam renang dengan dirinya memakai bikini saja. Rasanya seolah mereka sedang menjalani bulan madu, mengerikan!“Bel!! Lama banget! Bikininya pas nggak? Atau mau aku cari gantinya?”Suara Yusuf disertai suara ketukan pintu toilet membuat Bella terperanjat.“Ja-jangan masuk! Aku ... aku nggak jadi pake bikini
Tangan Yusuf yang besar dan kuat perlahan menggerayangi paha Bella sampai ke perut bagian bawah gadis itu. Sampai tak hanya sekali saja Bella menggelinjang menahan sensasi geli yang menyerang sekujur tubuhnya.Untuk sesaat kepala Bella lurus menatap ke langit yang terhampar luas di atas kepalanya. Biru langit ditambah sinar senja dan kemerahan sesaat membawanya melupakan apa yang sedang terjadi. Kawanan burung terbang di atas langit yang jauh, rasa takut di hati Bella sedikit berkurang melihatnya.Namun tiba-tiba pandangan Bella terhalang oleh wajah Yusuf yang mendadak muncul di depan mukanya. Mata pria itu terlihat sudah sangat sayu, redup menatap mata Bella yang cerah. Mereka saling bertatapan selama sekian detik sebelum Yusuf menenggelamkan mukanya ke leher Bella sambil membisikkan kata-kata yang menggoda.Bella tak bisa menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan desahan. Ribuan kupu-kupu seolah berterbangan dalam perutnya, dan saat itu juga tiba-tiba dia meras
Sesaat setelah Bella turun dari lift, dia baru sadar sejak tadi hampir seluruh pasang mata karyawan menatap sinis kepadanya. Bella bergegas menuju meja kerja seolah tak terjadi apa-apa. Ruby mendekat lalu merangkul pundaknya kuat-kuat.“Bel, kamu semalam pergi sama Pak Yusuf ke mana? Hm? Ngapain aja kalian?” todongnya tanpa ragu-ragu.Bella terkesiap sambil pura-pura lugu menyiapkan meja kerjanya. “Ngomong apa sih kamu? Nggak ada apa-apa!”“Jangan sok bego deh, Bel. Kami kan tau kemarin kamu sama dia tiba-tiba aja menghilang dari kantor, Bu Mia juga bilang kok kalau kalian pergi berdua. Kalian ke mana? Soal itu udah nyebar di kantor, loh! Semua orang udah tau!”“Ya terus kalau tau kenapa? Udahlah By ...” Bella mendorong tangan Ruby dari pundaknya.“Jadi soal itu benar?” Terdengar suara Taufan yang entah sejak kapan berdiri di depan meja Bella.Sekali lagi Bella tergagap, mata Taufan
Tangan Bella menggenggam kuat sendok dan garpu sambil terus matanya mengawasi gerak-gerik Malik yang duduk di hadapannya.“Jadi, emang betul kalian juga sekantor?” ulang ayah Bella setelah mendengar segala penjelasan dari Malik.“Iya betul, Pak. Abang saya, Yusuf, pacarnya Bella itu sekarang adalah direktur, atasan kami berdua,” jawab Malik.“Wah ... mimpi apa Ibu semalam? Ternyata anak Ibu punya pacar orang hebat, lain kali kamu harus bawa di ke sini, Bel, Ibu juga pengin ketemu.” Ibu Bella tak kuasa menahan antusias.“Ya, Bu. Saya sendiri yang lain kali akan ajak abang saya ke sini,” sahut Malik. “Tapi maaf ya, malah saya yang datang duluan, nggak bilang-bilang dulu, lagi. Kesannya saya nggak punya sopan santun, tapi sebetulnya emang saya sangat penasaran dengan calon keluarga kami nanti.”Ibu dan ayah Bella spon
“Jangan bawel deh kamu!” Yusuf membelok dan berhenti di depan sebuah restoran mewah.“Bawel? Aku bawel? Wajar kok pertanyaan aku!”Yusuf mematikan mesin mobil lebih dulu barulah dia menoleh kepada Bella. “Dengar, jangan ge-er kamu, ya. Kamu kira aku ini cowok freak macam apa? Aku Cuma ngawasin gerak-gerik si Malik, aku tau dia lagi merencanakan sesuatu, makanya aku ngikutin dia. Dan benar kan dugaan aku? Ngapain coba dia tadi? Harusnya kamu berterima kasih karena aku sangat hati-hati, kalau aja tadi aku nggak datang, kira-kira kamu bakal diapain sama dia?” omel Yusuf berbangga diri.“Aku nggak mau terlibat sama urusan kalian! Mau kalian ada dendam pribadi atau apa, tolong jangan libatin aku, apalagi keluarga aku! Mas tau, nggak? Tadi dia datang ke rumah orang tua aku, dia makan malam sama kami!” beber Bella.Yusuf memijat keningnya sebentar. &ldqu
Musik keras mengguncang lantai dansa sebuah klub malam yang telah dipenuhi oleh muda-mudi. Malik yang duduk di sofa di sudut klub mengusap pipinya agak kasar. Meski beberapa hari telah berlalu, rasa sakit akibat pukulan Yusuf yang keras masih tersisa rasanya. Dia sedetik menggeram lalu ditegaknya seloki minuman beralkohol untuk menenangkan pikiran yang kalut.Bukan hanya rasa sakit dari pukulan Yusuf yang melekat hebat di tulang pipinya tapi juga sosok Bella. Entah mengapa, wajah gadis itu tak mau pergi dari benaknya sejak kejadian beberapa waktu lalu. Matanya yang teduh dan bibirnya yang terlihat lembut itu membius Malik tanpa ampun, masih bisa dia ingat aroma tubuh Bella dan kehalusan kulit pipinya.Pandangan Malik perlahan samar ketika efek minuman keras itu mulai mengendalikan kesadarannya. Dari begitu banyaknya orang yang sedang menari di lantai dansa, tiba-tiba sesosok wanita berparas cantik menghampiri.“Hm?
Bella dilanda ragu, dia harus menjawab apa sekarang? Di satu sisi tentu dia tak ingin jujur kepada Yusuf sebab kemungkinan besar Yusuf akan tambah marah jika dia tahu dirinya tadi pergi menonton film bersama Taufan, tapi di sisi lain dia juga takut bila dia tak jujur Yusuf akan makin murka.“Kamu nggak mau jujur juga?” tanya Yusuf sambil menatap lekat kedua manik indah Bella.“Bu-bukan aku nggak mau jujur, tapi aku udah jujur Mas ... sebetulnya ... aku tadi pergi ke rumah teman, karena Ruby juga lagi sibuk.” Bella memilih untuk mengarang kebohongan lain.“Pembohong!” Yusuf mendorong Bella sampai gadis itu terpental ke atas tempat tidurnya.Reaksinya tidak bisa dinalar oleh Bella. “Mas ... kenapa Mas Yusuf harus semarah ini?” tanya Bella lirih sambil bangkit kembali dari tempat tidur.“Karena aku benci dan muak sama pembohong, Bella! Aku nggak akan pernah terima!! Kamu bohong lagi sama aku!&rdquo