Share

501. Mata Air Keabadian

Senja sudah mulai datang. Bimantara duduk di bale kediaman Tabib kampung itu. Tongkat hitamnya di letakkan di sisi kanannya. Tabib datang membawa segelas air minum untuknya.

“Minumlah,” pinta Tabib padanya.

Bimantara pun meraih gelas itu di tangan Tabib itu lalu menyeruputnya perlahan.

“Rekasi ramuan sedang bekerja,” ucap Tabib. “Tuan Putri akan mengalami demam untuk beberapa hari mendatang. Aku harap Tuan bisa bersabar dan tenang. Tuan Putri pasti sembuh seperti sedia kala.”

“Terima kasih telah membantuku,” ucap Bimantara.

Tabib itu menoleh pada Bimantara dan menatapnya dengan lekat.

“Bagaimana Tuan bisa mengetahui tempatku?” tanya Tabib itu heran.

“Naluriku yang mengantarkan Putri ke sini,” jawab Bimantara.

“Apakah benar Tuan adalah Chandaka Uddhiharta yang selama ini ditunggu-tunggu para penduduk di sini?” tanya Tabib itu sekali lagi.

“Putri memberitahumu akan hal ini?”

Tuan Tabib menggeleng.

“Aku sendiri yang mendengarnya. Saat angin puting beliung datang, aku lihat kau bicara pad
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status