Share

5

“Oh, ya? Jadi, apa yang kupikirkan dan kudengar itu hanya bagian dari depresiku?” tanyaku seraya memiringkan muka.

              “Tentu, Sayang. Orang depresi bisa saja berhalusinasi. Baik visual maupun auditori.” Mas Bayu mengusap-usap rambutku. Menatap dengan serius dan penuh perhatian.

              Halusinasi matamu! Aku bisa memastikan bahwa seluruh cakap Mas Bayu hanyalah tipu daya dan usaha memanipulasi psikisku belaka. Enak saja dia bilang aku berhalusinasi! 100% aku masih waras.

              Aku pun manggut-manggut. Menggigit bibir bawah, menatap ke langit-langit seolah sedang merenung. Padahal, dalam hati aku begitu dongkol bukan main.

              “Kamu mau kuantar ke psikolog? Atau, kalau kamu malu ke tempat praktiknya, aku punya seorang kenalan. Psikolog dan ahli hipnoterapi. Dia bisa kita datangkan ke rumah dan mendengarkan keluh kesahmu. Setelah itu, dia akan menghipnoterapi serta memasukan afirmasi-afirmasi positif ke dalam pikiranmu.”

              Mentang-mentang aku hanya tamatan SMK dan dia sendiri tengah mengambil program magister secara online, memangnya aku ini tolol? Yang kamu datangkan pasti bukan psikolog betulan. Jika memang benar psikolog pun, dia pasti sudah disuap.

              “Boleh, Mas. Kapan bisa kamu datangkan ke sini?”

              Wajah Mas Bayu langsung cerah. Tatapannya penuh antusias. Lelaki berkulit cokelat itu tersenyum lebar.

              “Kapan pun yang kamu mau, Sayang. Besok? Lusa? Aku akan panggil dia ke sini.”

              “Besok saja. Aku ingin mengecek apakah betul aku ini depresi betulan atau tidak,” ucapku. Kubuat mukaku seolah lugu. Demi meyakinkan Mas Bayu. Hari ini, aku pura-pura bodoh dan gila saja. Ingin kuikuti alur permainan suamiku. Mau sampai di mana dia beraksi dengan perempuan kamar sebelah itu.

              “Oke, Sayang. Aku akan telepon dia setelah makan siang ini. Kamu makan dulu, ya, Ris. Aku nggak mau kamu masuk angin.” Suamiku mengusap-usap pundakku. Dia berperilaku seakan dia begitu mencintaiku. Namun, ragu di dalam hati ini terus saja menggedor-gedor. Memang ada yang tak beres. Aku tak mau begitu saja percaya dengan Mas Bayu mulai detik ini.

              “Oke. Nanti aku makan fast food-nya,” ujarku.

              “Sekarang. Harus. Ayolah, aku suapkan, ya.” Mas Bayu yang masih lengkap mengenakan pakaian kerjanya tersebut, meraih bungkusan kertas cokelat dengan logo restoran fast food terkemuka dari atas nakas. Dari geriknya, dia ingin memaksaku untuk memakan oleh-oleh tersebut.

              Feelingku sudah tak enak. Jika jamu tadi malam bisa membuatku tidur puluhan jam, apa kabar makanan ini? Mas Bayu pasti telah merencanakan sesuatu dengan senjata yang dia bawa.

              “Ini, cheese burger dengan extra potongan bombay kesukaanmu. Mau tambahan saus? Biar kubukakan.”

              Muka Mas Bayu penuh hasrat. Tak pernah dia sesemangat ini hingga mau menyuapkanku segala.

              “Aku bisa sendiri,” bantahku halus.

              Mas Bayu malah menoleh. Mukanya cemberut. “Kamu ini, suami ingin perhatian pun dilarang! Maumu apa sih, Ris?” Suara Mas Bayu sangat menggelegar. Membuatku awalnya agak tersentak kaget. Apa yang kamu inginkan sebenarnya, Mas? Ingin membuatku teler lagi seperti tadi malam? Atau … mau meracuniku hingga aku mati terkapar?

(Bersambung)

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Senja jingga
seru bgt baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Yusuf Fajar
aku sih yakin bukan bayu laki2 bersama lia td mlm dan aku salut sama ris. dg sehati2anya yg cerdik....
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Km pinter ris jgn mau ditindas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status