Share

Bab 6

Mawar mengibaskan tangannya, ia terus berkata, "Aduh ... sakit."

Hamdan masih menggendong Delia, menatap khawatir istri keduanya. Sedangkan Maura menatap kesal Mawar karna baru disuruh begitu saja sudh celaka. Ia mengembuskan napas lalu mendekat, menatap kaki adik madu yang sedikit memerah.

"Kukira parah, ternyata cuma segitu. Kamu lebay banget sih!" sinis Maura lalu menarik wanita itu agar ke kamar mandi.

"Mbak, mau ngapain!" hardik Mawar saat masuk kamar mandi.

"Mau bunuh kamu! Cepat pelan-pelan siram pake air, lalu cepat ke kamarmu. Jangan manja, Nanti Mbak ambilkan salep," sinis Maura lalu pergi meninggalkan Mawar.

Benar ucapan Maura, setelah Mawar beristirahat sebentar. Wanita itu membuka pintu dan menyodorkan salep. Dia berlalu pergi, tidak mau terlalu lama dengan adik madunya, muak melihat wajah sok lugu. 

"Bunda, Delia laper. Mbak Mawar sih, segala belum masak," keluh Delia mengusap perutnya.

"Ya sudah, kamu main aja sama Ayah. Bunda buatkan makanan kesukaan kalian," ujar Maura mengecup pipi gembul Delia.

"Makasih Bunda," ucap Ayah dan anak itu secara bersamaan, Maura membalas dengan senyuman lalu bergegas ke dapur.

"Belum juga kukerjain, udah celaka sendiri. " Maura hanya menggelengkan kepala, lalu melakukan pekerjaannya. 

Selesai memasak Maura langsung menghidangkan di meja makan. Wanita itu tersenyum melihat hasil karyanya, memanggil Hamdan dan Delia. Mereka duduk di kursi, Maura meminjam Handphone Hamdan dulu. Pria itu fokus sekali dengan benda pipih tersebut.

"Yah, minjem handphone dulu," pinta Maura menyodorkan tangan di hadapan Hamdan.

"Buat apa, Bun?" tanya Hamdan buru-buru kembali ke layar ponsel, ia sedang bercakap di chat dengan istri keduanya.

"Sudah Yah, sini aja napa," kata Maura sedikit geram karena biasanya Hamdan selalu memberikannya.

"Iya nih, Bun. Jangan marah-marah napa," seru Hamdan memberikan handphone itu ke Maura.

Maura tersenyum sinis saat melihat isi w******p Hamdan. Sekarang ia paham kenapa lelaki itu takut memberikan benda pipih ini padanya. Memencet tolong menelepon lalu dipasangkan ke telinga.

"Ternyata ini yang kamu takuti saat aku meminjam handphone," ucap Maura datar menatap suaminya dengan sulit diartikan.

"Maafkan Ayah, Bun. Ayah cuma khawatir," tutur Hamdan terdengar oleh Mawar karena telepon sudah tersambung, saat Maura bertanya pada suaminya.

"Mawar, cepat ke meja makan! Kita makan malam," perintah Maura.

"Tapi, Mbak. Kakiku kasih," keluh Mawar sebenarnya tak terlalu sakit semenjak diolesi salep, tapi ia sedang malas ke meja makan.

"Cepat ke meja makan, atau kamu tidak makan malam ini!" ancam Maura lalu mematikan sambungan telepon.

"Ini Mass." Maura menyodorkan handphone suaminya lagi dan diterima Hamdan.

"Sayang, aku antarkan makanan ke Mawar ya. Kasian dia," ucap Hamdan hendak menyendok nasi ke piring.

"Tidak! Biarkan dia datang ke sini, kalau tidak berarti dia memilih enggak makan malam. Jangan selalu memanjakannya," tutur Maura membuat Hamdan terdiam, dari mana istrinya tau bahwa dia memanjakan Mawar.

Mawar memilih menunggu di kamar, ia sangat yakin bahwa Hamdan akan membawakan makan malam untuknya. Setengah jam berlalu, Mawar memutuskan untuk ke meja makan. Perut sudah tidak bisa diajak kompromi, sehabis membersihkan diri. Melangkah perlahan melewati ruang tengah, terlihat keluarga itu tengah tertawa bahagia tanpa memikirkan dia yang kelaparan. 

"Astaga, mereka sama sekali tidak mengkhawatirkanku, Mas Hamdan juga sama," keluh Mawar, ia memutuskan lekas ke meja makan untuk mengisi perut.

Maura yang mengambilkan cemilan untuk keluarga kecilnya tersenyum sinis saat melihat Mawar lahap sekali mengisi perut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status