Share

Bab. 2. Keraguan

Dania menginjakkan kakinya di sebuah kantor garment. Dia menerima panggilan wawancara setelah memasukkan lamaran lewat email. Kantor garment membutuhkan staf akunting dengan syarat fresh graduate. Dania tertarik tawaran tersebut dari seorang teman. 

"Gak apa belum wisuda juga. Lo minta aja surat keterangan lulus. Lagian elu dah kelar skripsi ama sidangkan?" ujar teman Dania waktu itu di kampus. 

"Kenapa gak lo ambil kerjaanya? Bukankah perusahaan garmen itu milik temanmu? Bakalan mudah elo diterima kalau ngelamar di sana," ungkap Dania saat ditawari kerja oleh temannya. 

"Ogah ah. Gue udah dapat beasiswa ngelanjutin S2 di Jerman. Sayang banget kalau dilewatkan. Jadi lo aja yang masuk ke perusahaan temen gue itu. Ntar gue rekomendasiin elo dah sama si Arya supaya diterima," ujar teman Dania. 

"Arya, siapa dia?" tanya Dania penasaran. 

"Arya Putra Darmdjaya, nama temen gue pemilik perusahaan garmen yang lagi buka lowongan itu. Orangnya baik loh. Udah gitu ganteng, tajir pula. Udah pokoknya elo masukin lamaran lewat email atau biar cepet lo japri CV elo ke nomor W* gue. Ntar gue kirim ke kontak si Arya supaya lo diterima tanpa susah payah."

Dania mengangguk. Dia tergiur juga dengan tawaran temannya tersebut. Namun, lubuk hatinya paling dalam justru merasa ragu. Janjinya pada Chandra setelah wisuda harus ditepati tetapi, gak dipungkiri dia ingin merasakan terjun ke dunia kerja setelah lulus. Sayang sekali jika harus menjadi ibu rumah tangga nantinya. 

Pulang dari kampus, Dania merebahkan diri di atas ranjangnya. Masih terngiang tawaran temannya mengenai lowongan tersebut. 

"Gimana, nih?" gumam Dania menatap langit-langit kamarnya. Dia bimbang. 

Tanpa sadar ibunya tengah berdiri di ambang pintu kamar Dania. 

"Gimana apanya?" tanya ibu Dania yang keheranan melihat putrinya bergumam sendiri. 

Dania terperanjat. Dia bangkit dan terduduk di ranjangnya. 

"Ma-Mama! Sejak kapan Mama berdiri di sana?"

"Sejak kamu ngomong sendirian,"ucap Una, ibu Dania. Dia berjalan mendekati ranjang putrinya lalu duduk di samping Dania."Ada apa, Nak? Ada yang membuatmu kebingungan?"

Suasana mendadak hening. Dania bungkam. Namun,  beberapa jenak kemudian, akhirnya Dania buka suara meminta pendapat dari Una. 

"Ma, Dania bingung. Temen Dania tadi nawarin kerja di perusahaan garmen milik temannya. Dia tuh bakal mastiin kalau Dania bakalan langsung diterima tanpa susah-susah ngantri gitu, katanya. Tapi …,"jeda Dania. Ucapannya terhenti dia menunduk sambil menggigit bibirnya. 

"Tapi, kenapa?" Una penasaran karena Dania menggantung ucapannya.

"Dania!" ucap Una menggoyangkan bahu Dania supaya melanjutkan ucapannya tersebut. 

Dania menatap mata ibunya lekat-lekat. Keraguan mulai menyelimuti pikirannya. 

"Setelah wisuda nanti 'kan Dania dah janji bakal melangsungkan pernikahan sama Bang Chandra. Tapi Ma, Dania ragu. Dania masih pengen bebas, pengen kerja. Dania juga pengen merasakan uang hasil jerih payah sendiri. Cuma, Dania ragu apa Bang Chandra akan menyetujui keinginan Dania ini, Ma. Takutnya, Bang Chandra gak setuju Dania kerja."

Una paham apa yang dirasakan putrinya. Dia meras hal itu wajar. Lagipula Dania masih muda, belum waktunya dia  berumah tangga, begitu pikir Una. 

"Mengapa harus ragu? Udah terima aja tawaran temenmu, sayang kalau dilewatkan. Lagian kamu masih muda. Udah hubungi temanmu. Kamu bersedia bekerja gitu."

"Tapi, Ma. Gimana ama Bang Chandra?" keluh Dania kembali ragu. 

"Udah. Masalah Chandra mah, gampang. Lagian dia gak berhak ngelarang kamu kerja. Sayang loh ijazah sarjana kamu. Pokoknya sekarang juga kamu hubungi teman kamu!" seru Una mengompori putrinya. 

Mendengar hal tersebut Dania terpicu untuk menyetujui tawaran temannya. Dia tak memedulikan apa yang akan dirasakan oleh Chandra nantinya. Karena menurut Dania tindakannya gak salah. Lagipula ibunya mendukung apa yang dia inginkan. 

Una menyeringai sinis ketika beranjak meninggalkan kamar putrinya. Dia justru senang jika Dania bisa mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah. Una tak ingin putrinya terburu-buru menikah dengan Chandra. Karena sebenarnya sudah lama Una tak menyukai Chandra. Bahkan dia tak menyetujui hubungan Dania dengan Chandra. Baginya Chandra itu tak selevel dengan gaya hidup keluarganya. Walaupun Chandra seorang sarjana, tetapi melihat taraf hidupnya yang dianggap Una pas-pasan. Belum mapan, kerjaan Chandra sebagai mekanik di bengkel tetangganya dianggap rendah oleh Una. Hanya karena Dania yang merengek saat Chandra berniat meminangngnya selepas SMA, membuat Una dan suaminya terpaksa menyetujui keinginan Dania. 

Namun, Una dan ayah Dania memberikan syarat agar Dania berkuliah dulu sampai selesai. Maka dipaksakan keduanya bertunangan walau awalnya Chandra bersikukuh ingin menikahi Dania selepas SMA. Hingga akhirnya pria itu menyerah karena ancaman ibu dan ayah Dania takkan merestui keduanya jika Chandra tidak mau mengikuti syarat yang diberikan. 

Malam itu, Dania segera mengabari temannya mengenai persetujuan dirinya untuk bekerja di perusahaan garmen milik Arya. Tak lupa di menyematkan file lamaran dan CV ke nomor W* temannya.

[Oke, Dania! Elo tunggu kabar dari gue besok, ya. Gue yakin elo pasti keterima] balas sahabat Dania dengan menyematkan emoticon mengedipkan mata di akhir kalimat. 

Dania mengembus napas lega. Akhirnya dia benar-benar tak ragu dengan keputusan yang diambilnya. 

"Tindakanku sudah benar, kok. Benar kata Mama, sayang ijazahku kalau harus menikah dulu," gumam Dania meyakinkan dirinya, "Lagian aku yakin, nanti Bang Chandra bakalan ngerti. Iya, itu pasti!"

Siang hari saat tengah menonton televisi, Dania terlihat gelisah. Dia berulang kali menatap layar ponselnya. Belum ada kabar dari temannya sejak pagi tadi. Dania bergerak cepat membuka kunci layar ponsel ketika bunyi notifikasi terdengar. Sayangnya, wajahnya yang semula semringah, berubah masam saat tahu bunyi notifikasi W* bukan dari teman yang akan memberi kabar perihal pekerjaan.

"Kenapa kamu cemberut, Nak? Gak pergi ke kampus?" tanya Una melihat gelagat anaknya yang tak enak dilihat. 

"Gak, Ma. Lagian udah gak ada kegiatan apa pun selain menunggu pengumuman dari dosen. Dania minta teman W* aja kalau ada apa-apa. Hari ini lagi malas ke kampus. Nungguin kabar," sahut Dania ketus.

"Ya ampun, biasa aja kali wajahnya, Nak. Terus apa yang bikin wajah cantik anak Mama cemeberut gitu? Apa Chandra berbuat ulah?" goda Una pada putrinya. 

"Ish, apaan sih bawa-bawa bang Chandra. Dania kesal nungguin kabar dari temen, katanya hari ini dia bakal ngabarin masalah lamaran. Buktinya udah Dania W*, masih centang dua abu-abu." Bibir Dania mengerucut ketika merasa kesal karena belum mendapat kabar.

Una terkekeh melihat tingkah Dania yang memang mempunyai sifat tak sabaran. Putri tunggalnya itu memang terbiasa terburu-buru jika sudah menginginkan sesuatu. 

"Sabar dong! Mungkin masih dalam proses. Siapa tahu pertimbangan dari temannya gak bisa diputuskan hari ini," ujar Una menggoda Dania. 

"Ih, Mama!" Dania merengek sebal. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status