Raut gelisah nampak di wajah Chandra sore itu. Berulang kali pria bermata tajam tersebut membuka layar ponsel. Berharap pesan balasan muncul dari kekasihnya. Namun, Chandra harus menelan kekecewaan tak satu pun pesan balasan dari Dania muncul. Sedikit frustasi, Chandra meletakkan ponselnya di atas meja di depan sofa.
Chandra merebahkan dirinya di atas sofa sembari menutup wajah menggunakan lengan. Inayah yang memerhatikan gelagat yang tak mengenakan dari sang putra merasa cemas. Jarang sekali Chandra terlihat gelebah seperti itu.
Inayah menepuk pelan lengan yang menutupi wajah Chandra. Hal itu membuat pria berkulit legam karena selalu terpapar matahari itu terperanjat. Chandra bangkit dari rebahan lalu mengubah posisi badan dengan duduk di hadapan Inayah.
"Kenapa, Nak? Akhir-akhir ini kamu terlihat gelisah," ujar Inayah khawatir.
Chandra menatap wajah ibunya yang terlihat cemas, membuat dirinya merasa bersalah karena tak mampu menyembunyikan kegelisahannya. Kegelisahan akibat tak ada kabar dari tunangannya Dania. Sudah sekitar seminggu, Chandra tak mendapatkan kabar atau balasan pesan dari Dania. Hal itu membuatnya gelisah, takut terjadi sesuatu pada Dania.
Tak ingin membuat ibunya khawatir, Chandra berusaha mengelak jika tak terjadi apa-apa dengan dirinya.
"Gak apa-apa, Bu. Aku hanya kelelahan saja. Ibu tenang saja jangan khawatir."
Namun, firasat hati seorang ibu mengatakan anaknya sedang dalam masalah. Hanya saja Chandra tidak ingin mengakuinya karena takut membuat Inayah semakin cemas.
"Kamu memang bisa berucap gak apa-apa. Tapi, perasaan seorang ibu itu sangat peka, terutama jika menyangkut gelagat anaknya yang tak biasa. Kenapa, Nak? Apakah ini ada hubungannya dengan Dania?"
Chandra menatap wajah ibunya lekat-lekat. Tebakan sang ibu sangat tepat. Rasanya percuma bagi Chandra untuk mengelak dengan beralasan apa pun.
"Iya, Bu. Ini tentang Dania. Sudah hampir seminggu ini gak ada kabar. Sudah aku teks, telepon bahkan Video call, gak ada satu pun yag dijawabnya. Padahal posisi dia lagi online," keluh Chandra tak ingin menutupi kegelisahannya.
Inayah tersenyum tipis. Dia membelai wajah putranya lembut.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Nak. Mungkin Dania sedang sibuk mempersiapkan wisudanya. Jadi dia belum sempat mengabarimu, bersabarlah!"
Perasaan Chandra mendadak ringan setelah Inayah menenangkannya. Walau sempat menentang pertunangannya dengan Dania krena syarat dari kedua orang tua gadis itu yang berlebihan, tetapi Inayah tak pernah sekali pun berpikiran buruk pada Dania. Inayah selalu bersikap netral tak memihak anaknya atau pun Dania. Itu yang membuat Chandra sangat menyayangi ibunya.
Chandra menggapai telapak tangan Inayah yang membelai wajahnya. Kemudian dia mencium takzim telapak tangan orang yang telah melahirkannya.
"Terima kasih, Bu. Selalu ada buat Chandra. Maaf jika aku selalu membuat ibu khawatir. Bahkan sudah sebesar ini pun ibu selalu tahu apa yang aku rasakan."
Malam itu Chandra menyerah untuk tak menghubungj Dania melalui ponsel. Dia berencana untuk mendatangi rumahnya Dania. Memastikan gadis itu baik-baik saja sekalian menanyakan tanggal pasti dia diwisuda. Jika Chandra sudah mendapatkan jawavan pasti tanggal wisuda, dia tinggal mempersiapkan tanggal pernikahan sesuai janji yang diucapkan Dania dan kedua orang tuanya.
Namun, entah mengapa Chandra malah mendadak merasa tak tenang. Sepertinya ada sesuatu yang janggal, tetapi dia tak tahu apa itu. Berkali-kali Chandra merenung, memikirkan apa yang salag dengan dirinya tetapi, dia tak menemukan sela kesalahan. Hatinya cenderung mengatakan justru yang salah itu ada di pihak Dania. Akan tetapi, Chandra tetap menggunakan logikanya. Sesuai ucapan ibunya, mungkin benar Dania sedang sibuk mengurus masalah wisuda.
Pagi hari, Chandra meminta izin pada pemilik bengkel untuk cuti satu hari. Dia berniat menuju ke rumah Dania memastikan calon istrinya baik-baik saja. Dengan menggunakan motor matik hitamnya, Chandra melaju membelah jalanan kota untuk menemui Dania. Berharap hari itu kekasihnya ada di rumah, kalau pun tak ada di rumahnya, Chandra akan menyusul Dania ke kampusnya.
Tiba di halaman rumah Dania, nampak rumahnya sepi aktivitas. Chandra memasuki teras lalu mengetuk pintu. Tak lama terdengar suara kunci pintu dibuka. Di balik pintu, Una, ibu Dania agak terperangah saat mengetahui seseorang yang mengetuk pintu rumah adalah calon menantunya Chandra.
"Assalamualaikum, Ma," sapa Chandra mengulurkan telapak tangan kanan pada Una.
"W*-waalaikumusalam, Chandra? Ngapain ke sini?" Una menjulurkan telapak tangannya yang disambut dengan salam takzim oleh Chandra.
"Chandra mau ketemu Dania, Ma. Danianya ada?" tanya Chandra menatap tajam langsung ke mata Una.
Tatapan Chandra membuat Una salah tingkah. Dia sengaja menghindari tatapan Chandra, nampaknya perempuan paruh baya itu menyembunyikan sesuatu dari Chandra.
"Silakan duduk di kursi teras, Chan. Maaf gak mempersilakan masuk. Papa Dania masih di kantor, jadi tolong tunggu di teras ya!" pinta Una merasa tak enak hati dengan kedatangan Chandra yang mendadak.
Chandra paham. Dia duduk di kursi yang tersedia di teras sedangkan Una kembali ke dalam mengambil minuman untuk Chandra. Saat di dapur, Una berjalan mondar-mandir gelisah. Dia mencoba menghubungi Dania. Namun, sialnya Dania tak menjawab panggilannya.
Seminggu yang lalu, Dania mendapat panggilan kerja dari perusahaan garmen milik temannya. Tanpa susah payah menjalani wawancara berbelit-belit, Dania langsung diterima atas rekomendasi dari temannya. Dan, sekarang Dania tengah bekerja di bagian akunting di perusahaan garmen tersebut.
Una kebingungan harus menjawab apa pada Chandra. Karena janji akan melakukan pernikahan setelah Dania wisuda harus ditepati. Sementara keluarganya belum membicarakan apa pun mengenai rencana pernikahan Chandra dan Dania. Apalagi Dania berubah pikiran setelah mendapat pekerjaan beberapa hari lalu.
Terlalu lama berdiam di dapur, Una tersadar dia membiarkan Chandra menunggu di teras. Dengan membawa nampan berisi secangkir teh dan makanan ringan, Una bergegas membawanya ke teras. Dia menyajikan minuman dan makanan itu di meja.
Una duduk di kursi yang berada di samping meja. Dia benar-benar gugup jika Chandra menanyakan Dania lagi.
"Dania mana, Ma?" tanya Chandra tanpa basa-basi.
Una mendadak gelagapan. Padahal lama di dapur memikirkan cara untuk membohongi Chandra tetapi, tak satu pun solusi muncul di kepalanya. Mungkin karena Una gugup dengan kedatangan Chandra yang mendadak hingga membuat pikirannya blank.
"Ma, kenapa Dania gak jawab satu pun panggilan dari saya? Apa ada sesuatu yang disembunyikan dari saya? Saya yakin Mama pasti tahu alasan Dania sulit dihubungi."
Jantung Una merenyut kencang. Tangannya meremas-meremas nampan yang ada dipangkuannya. Una semakin bingung untuk memberikan jawaban. Padahal sebelumnya dia sesumbar pada Dania, jika Chandra akan ditangani olehnya. Namun, justru sekarang saat langsung berhadapan dengan Chandra, ibu Dania mendadak bungkam.
"A-anu, Chandra. Mama mau bilang, ta-tapi kamu jangan marah ya," gagap Una.
"Katakan, Ma!" tegas Chandra membuat Una semakin gugup.
Una melempar pandangan ke arah halaman rumahnya yang gersang tanpa tanaman. Perlahan menarik napas lalu mengembusnya pelan."Seminggu lalu Dania mendapat tawaran pekerjaan dari seorang teman di kampusnya. Tak disangka dia langsung diterima walaupun hanya menggunakan SKL dari kampusnya," ucap Una berusaha tenang.Mata Chandra terbeliak tak percaya."Apa? Dania kerja. Lalu gimana soal pernikahan yang akan dilaksanakan setelah dia wisuda, Mah?" cecar Chandra."Duh, ya kamu ini. Dania itu 'kan baru lulus. Dia juga ingin merasakan dunia kerja. Jadi kamu tidak tulus mencintai putri saya. Belum apa-apa dia udah dikekang begini," solot Una."Ini bukan masalah saya men
"Maafin aku, Bang. Maaf kalau aku abai selama beberapa hari ke belakang. Bahkan gak memberitahukan kalau aku nerima tawaran kerja dari teman di kampusku." Dania terisak, menangisi kebodohannya.Chandra memalingkan wajah ke arah tebing. Dalam hati sebenarnya dia tak tega memarahi Dania. Rasa sayangnya terhadap gadis yang menjadi tunangannya selama lima tahun, lebih besar dibandingkan amarahnya saat itu.Dania berjongkok sembari menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Isakannya perlahan berubah menjadi raungan. Sangat kekanakan memang sikapnya itu."Aku tahu seharusnya sesudah wisuda nanti, aku dan Bang Chandra akan mempersiapkan pernikahan. Tapi, aku … saat melihat teman-teman kampus mendapat tawaran pekerjaan, mendapat beasiswa, jujur aja aku iri sama mereka. Sementara aku harus
Una terkejut mendapati putrinya pulang dengan wajah sembab tetapi senyum menghiasi bibirnya. Sementara Dania datang dengan rasa penuh kemenangan."Sayang, kamu gak apa-apa 'kan, Nak? Chandra gak ngapa-ngapain kamu 'kan?" cecar Una khawatir.Una mendekati Dania. Dia memindai seluruh tubuh anak semata wayangnya, takut Chandra berbuat kasar pada Dania. Namun, tak satu gores pun luka terlihat. Hanya mata merah dan bekas air mata saja yang nampak di wajah Dania.Dania menggamit lengan ibunya. Dia menyeret ibunya ke dapur. Kemudian mendudukan tubuh perempuan paruh baya yang telah melahirkannya di kursi dekat meja makan."Mama gak perlu cemas. Semua telah Dania atur,"ucap gadis itu sembari gelendotan di bahu Una,"Makasih udah ngasih tau
Chandra mengajak Dania makan malam di sebuah kafe di daerah Dago Atas. Chandra sudah melakukan reservasi meja dengan dekorasi yang romantis untuk pasangan di kafe tersebut. Meja yang dihiasi bunga mawar merah berbentuk hati di tengah meja dilengkapi lilin hias, menambah suasana semakin hangat untuk pasangan yang tengah dimabuk asmara.Malam itu pun Chandra hendak menagih janji Dania untuk bersedia menikah setelah wisuda. Chandra tak ingin lagi menunda-nunda. Meresmikan hubungan ke jenjang pernikahan adalah yang paling tepat. Chandra tak mau berlama-lama dengan hubungan semu. Baginya berat jika harus terus berdekatan dengan Dania tanpa ikatan. Sebagai pria normal yang terkadang hasratnya sedikit liar takut membuat Chandra khilaf.Dania dan Chandra duduk berhadapan hanya terhalang meja makan. Sebelum mengajak Dania bicara,
Beberapa minggu sebelum wisuda. Lamaran yang Dania kirim via pesan WA lewat temannya telah diterima Arya. Menurut temannya itu Dania merupakan gadis yang menarik. Arya membuka file lamaran milik Dania yang dikirim temannya. Dalam CV terpampang photo pemilik data lamaran. Alis Arya terangkat saat melihat photo milik Dania.Gadis berambut kelam, bermanik bak permata, memiliki wajah yang cantik alami bahkan tanpa make up sekali pun, membuat Arya Putra Damardjaya pemilik perusahaan garmen PT. Indo Darmadjaya itu, terkesima.[Hei, tumben lo punya teman cantik kek gini. Jauh amat ama elo] pesan WA Arya pada temannya sekaligus teman Dania.[Kampr*t! Gini-gini gue laku ama bule, tau! Dibandingkan elo yang gak punya pendirian sama satu cewek. Elo bosan, tuh cewek langsung lu buang kek sampah. Belajar setia don
Gadis bertubuh mungil yang mengenakan kemeja biru muda dipadu rok mini hitam dengan dandanan seadanya, mendatangi kantor PT. Indo Damardjaya. Sesuai perintah pemilik perusahaan yang memintanya datang lalu menemui HRD kantor tersebut. Dania sangat gugup kala itu karena pertama kalinya dia akan bekerja di perusahaan bukan sebagai karyawan magang."Dania Ratna Ayu?" tanya seorang pria berkacamata menyebut nama Dania saat dia menginjakkan kakinya di ruang HRD."I-iya, Pak. Saya Dania," ucap Dania gugup."Terima kasih atas kehadirannya. Silakan duduk!"Dania duduk di depan meja kerja pria berkacamata tersebut. Pria itu terlihat menatap layar laptop, lalu beberapa detik kemudian terdengar suara printer yang tengah mencetak file. Dania d
Hati Chandra kembali galau. Pasalnya setelah tiga bulan berlalu masih tak ada kepastian dari Dania. Puluhan pesan sudah dikirimnya, bahkan panggilan pun berulang kali dilakukan walau hasilnya selalu tak pernah dijawab bahkan sering ditolak oleh Dania.Awalnya Chandra berpikir mungkin saat itu tunangannya tengah sibuk dengan pekerjaannya. Terutama ketika di akhir bulan di mana pembukuan perusahaan sedang masa puncaknya. Namun, semakin kemari justru perhatian Dania semakin dingin. Dulu pesan akan dijawab dengan kalimat panjang penuh cerita keseharian selama gadis itu bekerja, tetapi berjalannya waktu hingga hampir habis masa percobaan, Dania malah semakin jarang memberi kabar pada Chandra.Pernah Chandra mendatangi rumah Dania. Dania menolak menemuinya dengan alasan kelelahan karena selalu kerja lembur. Chandra berusaha men
Sesuai ucapannya, Chandra datang bersama Inayah. Dengan niat dan tekad kuat untuk menikahi Dania sesuai perjanjian saat bertunangan dulu, Chandra menguatkan hatinya supaya bisa menjadikan Dania sebagai pendamping hidupnya.Chandra berangkat berdua bersama ibunya menggunakan motor matik kesayangannya. Jantungnya berdegup kencang dia amat berharap kali ini niatnya tak ada halangan apa pun.Namun, saat tiba di halaman rumah Dania, Chandra tertegun menyaksikan dua mobil mewah terpakir di depan rumah Dania. Rumah Dania terlihat ramai. Chandra mengira Dania mungkin membuat acara untuk menyambutnya. Akan tetapo perkiraan tersebut ditepis Chandra karena dia tak memberikan hari pasti kapan akan datang. Hanya mengatakan "minggu depan akan datang bersama ibu" pada Somantri dan Una tanpa memberikan tanggal.Jantung Chandra berdegup kencang, tetapi kali ini bukan karena harapannya untuk menikah akan terjadi. Namun,