Share

Bab. 3. Firasat Hati

Raut gelisah nampak di wajah Chandra sore itu. Berulang kali pria bermata tajam tersebut membuka layar ponsel. Berharap pesan balasan muncul dari kekasihnya. Namun, Chandra harus menelan kekecewaan tak satu pun pesan balasan dari Dania muncul. Sedikit frustasi, Chandra meletakkan ponselnya di atas meja di depan sofa. 

Chandra merebahkan dirinya di atas sofa sembari menutup wajah menggunakan lengan. Inayah yang memerhatikan gelagat yang tak mengenakan dari sang putra merasa cemas. Jarang sekali Chandra terlihat gelebah seperti itu. 

Inayah menepuk pelan lengan yang menutupi wajah Chandra. Hal itu membuat pria berkulit legam karena selalu terpapar matahari itu terperanjat. Chandra bangkit dari rebahan lalu mengubah posisi badan dengan duduk di hadapan Inayah. 

"Kenapa, Nak? Akhir-akhir ini kamu terlihat gelisah," ujar Inayah khawatir. 

Chandra menatap wajah ibunya yang terlihat cemas, membuat dirinya merasa bersalah karena tak mampu menyembunyikan kegelisahannya. Kegelisahan akibat tak ada kabar dari tunangannya Dania. Sudah sekitar seminggu, Chandra tak mendapatkan kabar atau balasan pesan dari Dania. Hal itu membuatnya gelisah, takut terjadi sesuatu pada Dania. 

Tak ingin membuat ibunya khawatir, Chandra berusaha mengelak jika tak terjadi apa-apa dengan dirinya. 

"Gak apa-apa, Bu. Aku hanya kelelahan saja. Ibu tenang saja jangan khawatir."

Namun, firasat hati seorang ibu mengatakan anaknya sedang dalam masalah. Hanya saja Chandra tidak ingin mengakuinya karena takut membuat Inayah semakin cemas. 

"Kamu memang bisa berucap gak apa-apa. Tapi, perasaan seorang ibu itu sangat peka, terutama jika menyangkut gelagat anaknya yang tak biasa. Kenapa, Nak? Apakah ini ada hubungannya dengan Dania?"

Chandra menatap wajah ibunya lekat-lekat. Tebakan sang ibu sangat tepat. Rasanya percuma bagi Chandra untuk mengelak dengan beralasan apa pun. 

"Iya, Bu. Ini tentang Dania. Sudah hampir seminggu ini gak ada kabar. Sudah aku teks,  telepon bahkan Video call, gak ada satu pun yag dijawabnya. Padahal posisi dia lagi online," keluh Chandra tak ingin menutupi kegelisahannya. 

Inayah tersenyum tipis. Dia membelai wajah putranya lembut. 

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Nak. Mungkin Dania sedang sibuk mempersiapkan wisudanya. Jadi dia belum sempat mengabarimu, bersabarlah!"

Perasaan Chandra mendadak ringan setelah Inayah menenangkannya. Walau sempat menentang pertunangannya dengan Dania krena syarat dari kedua orang tua gadis itu yang berlebihan, tetapi Inayah tak pernah sekali pun berpikiran buruk pada Dania. Inayah selalu bersikap netral tak memihak anaknya atau pun Dania. Itu yang membuat Chandra sangat menyayangi ibunya. 

Chandra menggapai telapak tangan Inayah yang membelai wajahnya. Kemudian dia mencium takzim telapak tangan orang yang telah melahirkannya. 

"Terima kasih,  Bu. Selalu ada buat Chandra. Maaf jika aku selalu membuat ibu khawatir. Bahkan sudah sebesar ini pun ibu selalu tahu apa yang aku rasakan."

Malam itu Chandra menyerah untuk tak menghubungj Dania melalui ponsel. Dia berencana untuk mendatangi rumahnya Dania. Memastikan gadis itu baik-baik saja sekalian menanyakan tanggal pasti dia diwisuda. Jika Chandra sudah mendapatkan jawavan pasti tanggal wisuda, dia tinggal mempersiapkan tanggal pernikahan sesuai janji yang diucapkan Dania dan kedua orang tuanya. 

Namun, entah mengapa Chandra malah mendadak merasa tak tenang. Sepertinya ada sesuatu yang janggal, tetapi dia tak tahu apa itu. Berkali-kali Chandra merenung, memikirkan apa yang salag dengan dirinya tetapi,  dia tak menemukan sela kesalahan. Hatinya cenderung mengatakan justru yang salah itu ada di pihak Dania. Akan tetapi, Chandra tetap menggunakan logikanya. Sesuai ucapan ibunya, mungkin benar Dania sedang sibuk mengurus masalah wisuda. 

Pagi hari,  Chandra meminta izin pada pemilik bengkel untuk cuti satu hari. Dia berniat menuju ke rumah Dania memastikan calon istrinya baik-baik saja. Dengan menggunakan motor matik hitamnya, Chandra melaju membelah jalanan kota untuk menemui Dania. Berharap hari itu kekasihnya ada di rumah, kalau pun tak ada di rumahnya,  Chandra akan menyusul Dania ke kampusnya. 

Tiba di halaman rumah Dania,  nampak rumahnya sepi aktivitas. Chandra memasuki teras lalu mengetuk pintu. Tak lama terdengar suara kunci pintu dibuka. Di balik pintu, Una, ibu Dania agak terperangah saat mengetahui seseorang yang mengetuk pintu rumah adalah calon menantunya Chandra. 

"Assalamualaikum, Ma," sapa Chandra mengulurkan telapak tangan kanan pada Una. 

"W*-waalaikumusalam, Chandra? Ngapain ke sini?" Una menjulurkan telapak tangannya yang disambut dengan salam takzim oleh Chandra.

"Chandra mau ketemu Dania, Ma. Danianya ada?" tanya Chandra menatap tajam langsung ke mata Una. 

Tatapan Chandra membuat Una salah tingkah. Dia sengaja menghindari tatapan Chandra, nampaknya perempuan paruh baya itu menyembunyikan sesuatu dari Chandra. 

"Silakan duduk di kursi teras, Chan. Maaf gak mempersilakan masuk. Papa Dania masih di kantor, jadi tolong tunggu di teras ya!" pinta Una merasa tak enak hati dengan kedatangan Chandra yang mendadak. 

Chandra paham. Dia duduk di kursi yang tersedia di teras sedangkan Una kembali ke dalam  mengambil minuman untuk Chandra. Saat di dapur, Una berjalan mondar-mandir gelisah. Dia mencoba menghubungi Dania. Namun, sialnya Dania tak menjawab panggilannya. 

Seminggu yang lalu, Dania mendapat panggilan kerja dari perusahaan garmen milik temannya. Tanpa susah payah menjalani wawancara berbelit-belit, Dania langsung diterima atas rekomendasi dari temannya. Dan,  sekarang Dania tengah bekerja di bagian akunting di perusahaan garmen tersebut. 

Una kebingungan harus menjawab apa pada Chandra. Karena janji akan melakukan pernikahan setelah Dania wisuda harus ditepati. Sementara keluarganya belum membicarakan apa pun mengenai rencana pernikahan Chandra dan Dania. Apalagi Dania berubah pikiran setelah mendapat pekerjaan beberapa hari lalu. 

Terlalu lama berdiam di dapur, Una tersadar dia membiarkan Chandra menunggu di teras. Dengan membawa nampan berisi secangkir teh dan makanan ringan, Una bergegas membawanya ke teras. Dia menyajikan minuman dan makanan itu di meja. 

Una duduk di kursi yang berada di samping meja. Dia benar-benar gugup jika Chandra menanyakan Dania lagi. 

"Dania mana, Ma?" tanya Chandra tanpa basa-basi. 

Una mendadak gelagapan. Padahal lama di dapur memikirkan cara untuk membohongi Chandra tetapi, tak satu pun solusi muncul di kepalanya. Mungkin karena Una gugup dengan kedatangan Chandra yang mendadak hingga membuat pikirannya blank. 

"Ma, kenapa Dania gak jawab satu pun panggilan dari saya? Apa ada sesuatu yang disembunyikan dari saya? Saya yakin Mama pasti tahu alasan Dania sulit dihubungi." 

Jantung Una merenyut kencang. Tangannya meremas-meremas nampan yang ada dipangkuannya. Una semakin bingung untuk memberikan jawaban. Padahal sebelumnya dia sesumbar pada Dania, jika Chandra akan ditangani olehnya. Namun, justru sekarang saat langsung berhadapan dengan Chandra,  ibu Dania mendadak bungkam. 

"A-anu, Chandra. Mama mau bilang, ta-tapi kamu jangan marah ya," gagap Una. 

"Katakan, Ma!" tegas Chandra membuat Una semakin gugup. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status