Share

Bab. 4. Kesabaran yang Menipis

Una melempar pandangan ke arah halaman rumahnya yang gersang tanpa tanaman. Perlahan menarik napas lalu mengembusnya pelan. 

"Seminggu lalu Dania mendapat tawaran pekerjaan dari seorang teman di kampusnya. Tak disangka dia langsung diterima walaupun hanya menggunakan SKL dari kampusnya," ucap Una berusaha tenang. 

Mata Chandra terbeliak tak percaya. 

"Apa? Dania kerja. Lalu gimana soal pernikahan yang akan dilaksanakan setelah dia wisuda, Mah?" cecar Chandra. 

"Duh,  ya kamu ini. Dania itu 'kan baru lulus. Dia juga ingin merasakan dunia kerja. Jadi kamu tidak tulus mencintai putri saya. Belum apa-apa dia udah dikekang begini," solot Una. 

"Ini bukan masalah saya mengekang Dania, Ma! Tapi masalah kepercayaan terhadap janji yang kalian ucapkan saat kami bertunangan dulu. Sekarang saya tahu alasan di balik Dania gak jawab semua W* dan panggilan saya. Rupanya dia malah dapat kerja. Harusnya dia bilang dulu ke saya kalau memang mau kerja tak perlu diam-diam kek gini seolah menghindari saya!" Kembali Chandra mencecar, dia tak terima dengan keputusan Dania yang bekerja tanpa memberitahunya.

Una bergeming. Dalam hatinya mengakui jika memang dia dan Somantri, suaminya telah menjanjikan akan mempersilakan Chandra untuk menikahi Dania selepas putri tunggal mereka wisuda. Apalagi Chandra menepati janjinya akan membiayai kuliah Dania hingga wisuda. 

"Di mana tempat dia bekerja, Ma? Biar saya jemput Dania sekaligus meminta penjelasan darinya tentang masalah ini," tegas Chandra. Sorot mata tajamnya berkilat-kilat. 

Jelas sekali Chandra marah karena merasa dibohongi oleh gadis yang dicintainya. 

"Enggak bisa,  Chandra. Mama mohon jangan ganggu Dania di tempat kerjanya. Dia masih baru di sana—"

"Jadi Mama bermaksud menghalangi pernikahan Chandra dengan Dania menggunakan alasan pekerjaannya Dania?" sela Chandra berang dengan sikap calon mertuanya. 

"Bu-bukan gitu, Chandra," sergah Una."Hei! Mau kemana kamu?"

Percuma Una hendak membantah karena Chandra langsung bangkit dari duduknya lalu meninggalkan rumah Una dengan raut wajah kecewa. 

Firasat Chandra ternyata beberapa waktu kemarin memang tepat,  ada sesuatu yang jangal dengan Dania. Chandra bergegas memacu motornya menuju kampus tempat Dania berkuliah. Dia akan mencari informasi dari beberapa teman Dania yang dikenalnya untuk mengetahui alamat tempat kerja Dania. Bagi Chandra percuma dia menanyakan hal tersebut pada ibu Dania, karena sudah dipastikan Una tidak akan memberitahukan alamat kantor garmen yang dilamar tunangannya. 

Sore hari,  saat para pekerja kantoran bubaran. Chandra menunggu di depan kantor garmen tempat Dania bekerja. Beruntung salah satu teman Dania memberitahukan kantor garmen tersebut, karena teman Dania tersebut sempat ditawari juga oleh teman Dania yang mengajak calon istri Chandra bekerja di kantor tersebut. 

Tepat saat Dania keluar, gadis tersebut terperanjat menyaksikan Chandra tengah menunggu di depan halaman kantor, duduk di atas motornya. Yang membuat nyali Dania ciut adalah tatapan mata setajam mata elang milik Chandra yang seolah menusuk jantungnya. Seperti terhipnotis dengan langkah tersendat Dania terpaksa berjalan ke arah Chandra. 

"Naik!" perintah Chandra dengan nada suara yang datar ketika Dania mendekat. 

Tanpa membantah, Dania patuh naik ke motor Chandra. Kemudian Chandra melajukan motornya ke daerah Ciumbuleuit, mencari tempat untuk dia bicara pada Dania. Chandra enggan membawa Dania ke tempat ramai karena Chandra hapal dengan watak Dania yang cengeng. Gadis itu akan menangis hiteris saat merasa tertekan dalam suatu situasi. Untuk itulah Chandra membawanya ke daerah perbukitan di pinggiran Kota Bandung. 

Selama perjalanan keduanya bungkam. Tak ada satu pun yang membuka suara. Chandra diam karena menahan amarah sedangkan Dania tak mampu memulai percakapan karena menyadari dirinya melakukan kesalahan pada Chandra. 

Memakan waktu satu jam kedua sejoli itu untuk sampai ke daerah Ciumbuleuit. Sebenarnya sepanjang jalan banyak tempat nongkrong asik buat pasangan. Kafe dan restoran berjejeran hampir di sepanjang jalan di daerah Ciumbuleuit. Namun, karena tujuan Chandra bukan untuk membawa Dania untuk berkencan. Sehingga Chandra membawa ke daerah yang sepi di dekat tebing di pinggit jalan daerah tersebut. 

Chandra menyetandarkan motor setelah meminta Dania turun terlebih dulu. Kemudian, Chandra dan Dania berdiam diri di pinggir tebing. Pemandangan di daerah tersebut cukup menyejukkan mata. Hijauny pepohonan dan sepinya tempat tersebut seharusnya membawa aura romantis. Namun, sebaliknya justru suasana mencekam dirasakan kental oleh Dania. 

"Jadi ini alasan kamu gak menjawab panggilan telpon, teks dan VC W* dari Abang?" celetuk Chandra langsung ke inti pembicaraan.

Dania bergeming, dia belum mampu menjawab. Yang dilakukannya hanya menunduk saat itu. 

"Katanya sibuk persiapan wisuda. Nyatanya Adek malah dapat kerjaan tanpa memberitahu aku,  bahkan tanpa izin pula. Oke, lupakan soal izin karena kamu belum jadi istriku. Cuma di mana letak menghargai dan menghormati dirimu sebagai tunangan Abang? Sementara Abang cemas tiap hari mantengin layar hp hanya buat nunggu jawaban panggilan kamu, Dek!" ucap Chandra meluapkan emosinya tanpa jeda pada Dania. 

Tubuh Dania mulai terguncang-guncang menahan isakan. Dia sadar bahwa yang dilakukannya membuat Chandra merasa tidak dihargai. Jadi di mana kepercayaan dirinya beberapa hari lalu yang menganggap hal yang dilakukannya tidak melukai perasan Chandra? Bahkan dengan percaya diri gadis itu nekad melamar kerja tanpa meminta pendapat Chandra karena merasa mendapat dukungan dari ibunya. 

Chandra melanjutkan ungkapan kekecewaannya tanpa memedulikan tangisan Dania,"Bukannya Adek dan keluarga Adek sendiri yang menjanjikan akan melangsungkan pernikahan setelah Adek wisuda. Tapi nyatanya Adek malah kerja, terus gimana nasib hubungan kita?"

"A-aku hanya ingin merasakan dunia kerja saja, Bang. Lagian kata Mama, sayang ijazahku kalau aku nikah. Nanti malah gak kepake kalau udah nikah. Aku bakalan jadi ibu rumah tangga doang yang diam mengerjakan pekerjaan rumah. Soalnya nanti Abang gak akan setuju kalau aku kerja setelah nikah," ucap Dania mengemukakan alasan. 

"Terus, apa kamu sudah nanyain ke Abang kalau kamu boleh nggaknya kerja setelah nikah nanti?" cecar Chandra menatap tajam ke mata Dania. 

Sama seperti ibunya, Dania pun tak sanggup ditatap oleh tajamnya sorot mata milik Chandra. Dia melengos, mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. 

"Tatap mataku ketika kita sedang bicara, Dania!" bentak Chandra tak sabar dengan sikap tak acuh Dania. 

Air mata Dania mengalir deras. Ada rasa sakit yang melesak-lesak di dadanya tatkala mendengar nada tinggi suara Chandra. Bahkan, Chandra sampai menyebut namanya bukan dengan panggilan "Adek"  seperti biasanya. Baru kali ini Dania menyaksikan Chandra murka. Padahal sebelum-sebelumnya, Chandra sangat sabar menghadapi sikapnya yang manja dan lebay. Akan tetapi, sekarang nampaknya kesabaran Chandra menipis akibat kesalahannya. Dania tahu selama beberapa hari, Chandra selalu menghubunginya. Namun, karena dia merasa sibuk karena telah bekerja dia sengaja abai dengan panggilan-panggilan Chandra di ponselnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status