Share

Bab. 6. Tak Terima

Una terkejut mendapati putrinya pulang dengan wajah sembab tetapi senyum menghiasi bibirnya. Sementara Dania datang dengan rasa penuh kemenangan. 

"Sayang, kamu gak apa-apa 'kan, Nak? Chandra gak ngapa-ngapain kamu 'kan?" cecar Una khawatir. 

Una mendekati Dania. Dia memindai seluruh tubuh anak semata wayangnya, takut Chandra berbuat kasar pada Dania. Namun, tak satu gores pun luka terlihat. Hanya mata merah dan bekas air mata saja yang nampak di wajah Dania. 

Dania menggamit lengan ibunya. Dia menyeret ibunya ke dapur. Kemudian mendudukan tubuh perempuan paruh baya yang telah melahirkannya di kursi dekat meja makan. 

"Mama gak perlu cemas. Semua telah Dania atur,"ucap gadis itu sembari gelendotan di bahu Una,"Makasih udah ngasih tau lewat W*, kalau Chandra datangi kantor Dania, Ma."

"Ish anak nakal. Gimana gak cemas kamu gak balas pesan Mama. Untung saja Mama dapat pesan dari teman kamu kalau Chandra datang ke kampusmu nyari alamat kantor tempat kamu kerja. Makanya Mama langsung kirim pesan, panggilan Mama gak kamu angkat-angkat sih. Jadinya Mama hanya kirim pesan berharap kamu baca. Nyatanya centang kamu selalu abu-abu seolah kamu gak baca pesan Mama," ketus Una cemberut. 

"Aku sengaja kok, Ma. Seting centang supaya gak berubah biru. Jadi Mama jangan cemberut ya. Dania hanya gak ingin kebebasan saat ini hilang," ungkap Dania sembari menjawil kedua pipi ibunya. 

"Terus, gimana janji kita dulu? Apa gak bakalan jadi masalah?" tanya Una kembali cemas,"Memangnya kamu udah gak cinta ama Chandra?"

Mata Dania mengerling,"Masih cinta kok, Ma. Hanya saja Dania belum sepenuhnya siap menikah di tahun ini. Udah kubilang kalau aku masih ingin bebas merasakan dunia kerja, merasakan enaknya punya uang hasil keringat sendiri. Itu aja, Ma. Kalau nikah ama Bang Chandra memang udah jadi cita-citaku sejak lama. Tapi gak sekarang-sekarang."

Beberapa minggu kemudian, wisuda Dania dilaksanakan. Mengenakan kebaya merah dipadu dengan rok dari kain batik serta makeup natural membuat penampilan gadis berparas cantik itu semakin memesona. Dia diantar kedua orang tuanya dan Chandra yang mengenakan stelan jas hitam supaya serasi dengan penampilan Dania. Chandra nampak semringah tatkala dia dan Dania diphoto berdampingan. Jantung Chandra berdegup kencang hatinya berbunga-bunga, sesi photo Dania bersama dirinya, dianggap Chandra sebagai photo pre-wedding. Sementara tidak dengan Dania, justru sebaliknya Dania menganggap hal tersebut bukan sesuatu yang istimewa. 

Sehari sesudah wisuda, Chandra mendatangi rumah Dania di malam setelah Dania pulang dari kantor. Dengan membawa satu buket bunga mawar pink, kesukaan Dania, serta sekotak coklat, Chandra ingin membicarakan perihal hari pernikahan pada calon tunangannya. 

"Dania, gimana tuh? Chandra datang bawa bunga dan coklat. Sepertinya dia akan menanyakan tentang hari pernikahan deh."Una nampak panik saat mengintip dari balik jendela, memastikan siapa yang tadi mengetuk pintu yang ternyata adalah Chandra. 

"Buka, sana! Jangan biarkan Chandra menunggu!" celetuk Somantri, ayah Dania yang tengah menonton pertandingan sepak bola di televisi. 

"Ih, Papa. Apa-apaan sih? Kenapa sekarang seolah ngedukung Chandra?"sungut Una tak terima. 

"Mama tenang deh! Jangan berpikir yang nggak-nggak," ketus Dania sebal melihat ibunya panik dengan kedatangan Chandra. 

"Tuh, Lihat. Anakmu nanggapin biasa aja. Kok Mama yang repot," sindir Somantri tatapan matanya tak lepas dari layar televisi. 

Sedangkan Dania dia beranjak menuju pintu, lalu membukanya. Dia menyambut hangat kedatangan Chandra dan mempersilakannya masuk ke dalam rumah. 

"Assalamualaikum, malam Ma, Pa!" sapa Chandra santun. 

Una hanya tersenyum meringgis, sementara Somantri menjawab sapaan Chandra dengan anggukan. 

"Chandra, ada apa ke sini ya?" celetuk Una tak mampu mengendalikan rasa penasarannya. 

Dania mendelik tajam ke arah ibunya. Dia tak menyangka pertanyaan spontan Una membuatnya tak nyaman. 

"Saya mau membawa Dania keluar sebentar, sekedar mencari suasana baru. Sekalian merayakan selamatan wisudanya walau telat sehari," ungkap Chandra. 

"Mau melakukan selamatan di mana, Chan?" tanya Somantri. 

"Di daerah Dago atas, Pa. Di sana suasananya nyaman," jawab Chandra. 

"Oke, jangan pulang terlalu larut ya. Gak baik buat pasangan yang belum halal." Somantri memperingatkan Chandra. Sementara Una terlihat cemberut tak suka dengan ajakan Chandra pada Dania. 

"Ayo, Dek! Nanti keburu malam," aja Chandra memberikan buket bunga dan coklat pada Dania.

Tunangan Chandra itu menerima pemberian Chandra.  Kemudian meminta Chandra untuk menunggu sejenak,"Oke, tunggu sebentar ya, Bang. Aku mau ambil jaketku dulu di kamar."

Dania bergegas menuju kamarnya untuk mengambil jaket. Una mengambil kesempatan mengikuti Dania ke kamarnya. 

"Kamu dah gak waras ya? Mau-mau aja diajak jalan. Gimana kalau dia nanti nanyain soal nikahan? Kamu mau jawab apa nanti?" cecar Una merasa gereget dengan sikap Dania. 

"Mama jangan terlalu khawatir, deh. Serahkan semua pada Dania." Dania menepuk dadanya jemawa. Dia merasa bisa mengatasi masalah permintaan pernikahan Chandra. 

Dania keluar kamarnya untuk menemui Chandra. Chandra berpamitan setelah Dania telah siap untuk berangkat. Una melepaskan putrinya dengan raut cemas. 

"Jangan khawatir gitu, Ma. Percayakan semuanya pada Dania," ucap Somantri berusaha menghibur istrinya. 

"Papa kok bisa tenang gitu sih? Padahal Papa yang paling menentang hubungan anak kita dengan Chandra." Una melipat kedua tangannya di dada sambil cemberut tak terima.

"Ya mau gimana lagi? Anak kitanya aja demen sama tuh anak. Kamu ingat gak gimana keras kepalanya Dania ketika kukuh agar kita menyetujui lamaran si Chandra. Padahal Dania saat itu baru lulus SMA. Sebenarnya Chandra gak salah-salah amat, dulu anak kita yang maksa agar ditunangkan dengan Chandra. Malahan kita ngasih syarat berat sama Chandra kala itu, buktinya dia mampu bertahan bahkan menuhin syarat dari kita." Somantri menepuk-nepuk pundak Una. 

Una masih tak terima, hatinya merasa dongkol. Dia benar-benar berharap supaya hubungan Dania dan Chandra berakhir. Baginya Chandra tak pantas bersanding dengan putrinya. Apa kata saudara dan tetangga jika putri yang begitu dia unggulkan menikah dengan orang "biasa" saja. Una tak mau mendengar cemoohan-cemoohan orang sekitarnya tentang Dania. 

"Lagian, apa sih istimewanya si Chandra itu?" gerutu Una,"memang sih tampang lumayan, tapi tampang aja gak cukup untuk zaman sekarang. Dompet harus tebal, rumah harus mewah dan minimal punya mobil bagus buat antar jemput anak kita."

Somantri hanya mengangkat bahu. Dia bersikap seolah tak acuh dengan perkataan istrinya. Walau dalam benaknya dia sepakat pada ucapan Una. Anaknya berhak mendapatkan pria yang lebih baik dibandingkan Chandra. Orang tua mana yang tak ingin melihat anak perempuannya bahagia. Sehingga dalam padangan Una dan Somantri, sosok Chandra sebenarnya tidak cocok untuk menjadi pendamping Dania. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status