***
Setelah kepergian dokter Abizar, Amirah sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya, hatinya begitu terguncang dengan penawaran dari dokter Abizar, kini hatinya hancur, kecewa dan bingung harus memberi jawaban apa? sedangkan dia begitu membutuhkan uang tersebut.
***
Kring ... kring ....
Terlihat panggilan dari ummi, dengan segera Amirah mengangkatnya.
"Assalamualaikum, Ummi."
"W*'alaikumussalam."
"Bagaimana kabar Abah sekarang, Umm?"
"Masih belum ada perkembangan, Nak, karena harus segera dioperasi, kata dokter kalau malam ini Abah tidak segera dioperasi, keadaannya akan semakin parah dan akan semakin memburuk."
"Apa kamu sudah dapatkan uangnya, Nak??"
"Ummi tenang saja, saya akan segera mendapatkan uang untuk biaya operasi Abah."
"Maaf, Nak, Ummi dan Abah harus merepotkanmu."
"Amirah tidak merasa direpotkan ummi dan abah kok."
"Ya sudah, Nak. Ummi tutup dulu ya, Assalamualaikum."
"W*'alaikumussalam."
***
Amirah kembali berpikir, bagaimana pun dia tidak mau terjadi sesuatu pada Abahnya, dia tidak sanggup untuk kehilangan sosok laki-laki yang sangat diidolakannya, yang selalu dia hormati, yang selalu ada untuknya.
Setelah lama berpikir, Amirah pun dengan berat hati harus menerima penawaran dari dokter Abizar, meskipun ia tahu harga dirinya pasti sudah terinjak-injak oleh laki-laki sombong itu, ia pun memberitahu Bu Prapti kalau dirinya bersedia, Bu Prapti pun memberitahu Abizar kalau Amirah menyetujui penawarannya.
***
Mendengar persetujuan Amirah, Abizar sangat senang, sore ini pun dia langsung menemui Amirah, sepulang dari rumah sakit.
"Baiklah, berapa uang yang kamu butuhkan??" tanya Abizar dengan nada dingin dan sedikit menghina.
"Saya butuh 50 juta, Dokter."
"Cuma 50 juta? baiklah hari ini juga aku akan berikan uang itu," Jawab Abizar dengan sombongnya.
Hari ini juga Abizar menepati janjinya, dia memberikan uang tersebut kepada Amirah, selain itu dia pun memberikan sebuah map, yang berisi surat perjanjian.
"Kamu harus menandatangani surat ini, sebelumnya kamu bisa membacanya terlebih dulu, supaya tahu isinya."
setelah membacanya, Amirah pun dengan tangan bergetar menandatanganinya.
"Besok pagi Aku akan menjemputmu, aku akan memperkenalkanmu pada mamaku,"
Amirah pun menumpahkan kesedihan, dadanya terasa sesak, air mata terus mengalir di pipi yang mulus, wajah cantiknya terlihat pucat, mata pun sembab.
***
Malam ini Amirah sudah sampai di salah satu Rumah sakit di Bandung, malam ini pun Abah segera dioperasi.
"Siapa orang yang baik hati, yang sudah mau meminjamimu uang sebanyak itu, Nak."
"Pak Dokter, Ummi. Yang sudah menolong saya."
"Dokter itu baik sekali ya, Nak. Sudah mau membantu kita."
"Iya, Um."
"Ummi, bagaimana Ummi bisa bilang Abizar laki-laki yang baik? Dia sudah menghancurkanku, Umm, dia tidak membantu dengan cuma-cuma, Um," batinnya.
"Um, saya mau bicara pada Ummi."
"Iya, Nak. Kamu mau bicara apa?"
"Um, saya akan menikah dengan dokter Abizar, untuk membalas kebaikannya, mama dokter Abizar sangat membutuhkan saya, Um."
"Kapan itu, Nak?"
"Lusa, Ummi."
"Secepat itu kah, Nak?" kalau abah belum sadar bagaimana? untuk walimu nanti, Nak?"
"Iya Ummi, lebih cepat lebih baik karena mama dokter Abizar membutuhkan saya. Untuk wali bisa minta tolong uwak Hambali, Ummi."
"Bagaimana dengan kuliahmu, Nak???"
"Insyaallah, saya akan tetap melanjutkannya kalau dokter Abizar mengizinkan saya."
"Kamu sudah besar, apapun keputusanmu, kalau menurutmu baik lakukanlah, tapi ummi berharap pernikahanmu dengan dokter Abizar bukan karena bantuannya kepada kita tapi karena kalian saling mencintai."
"Cinta ... bukan cinta Ummi, tapi suatu kesepakatan, yang aku sendiri tidak tau ke depannya harus bagaimana nasibku setelah menikah, Ummi," batinnya.
"I-iya, Um. Tenang saja, pernikahan ini karena cinta bukan karena hutang ataupun balas budi."
"Maafkan saya ummi, saya terpaksa membohongi Kalian," batinnya.
***
Setelah operasi sang abah berjalan lancar. Amirah kembali lagi ke Jakarta, sesuai janjinya, hari ini Amirah pergi bersama Abizar untuk bertemu dengan sang mama.
Hati Amirah sempat deg-degan karena sebenarnya belum siap untuk bertemu Mama Abizar.
Sampailah mereka berdua di rumah mewah milik keluarga Abizar, Amirah sempat terpukau dengan rumah mewah tersebut.
"Baru kali ini aku melihat rumah semewah ini! seperti di film-film yang pernah aku lihat di televisi," batinnya.
"Ayo masuk ...." Suara dingin Abizar membuyarkan lamunan Amirah seketika.
"Assalamualaikum, Ma," sapa Abizar ketika mendapati mamanya berada di ruang tengah melihat televisi.
"W*'alaikumussalam, lho kamu bawa siapa ini? Cantik sekali!" sambut Mama Abizar sambil memutar kursi rodanya.
"Kenalkan ini Amirah, Ma," ucap Abizar memperkenalkan Amirah.
"Saya Amirah, Tante," ucapnya sembari mencium punggung tangan mamanya Abizar dengan takzim.
"Saya Ambar, Mamanya Abizar," ucap Ambar.
Mama Abizar tersenyum sambil melirik putranya.
"Sepertinya mama minta penjelasan dari lirikan matanya itu," batinnya.
"O iya, Ma, Amirah ini calon istriku, aku akan menikahinya," ucap Abizar mantap.
"Calon istri! beneran, Sayang?" tanya Ambar sedikit meragukan, kaget namun juga senang.
"Iya, Ma, dan kami akan menikah lusa,"
"Secepat itu kah, Nak???"
"Iya, lebih cepat lebih baik," ucap Abizar.
"Baiklah mama sangat setuju, sepertinya Amirah gadis yang baik dan cantik juga sholihah pastinya, iya kan, Nak?"
"Insya Allah, Tante," Jawab Amirah sambil menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu mama akan menelepon WO langganan mama dan juga sewa tempat resepsi sekarang ya, Nak," ucap Ambar antusias.
"Tidak usah, Ma. Karena Abi maunya pernikahan sederhana, mengundang tetangga komplek dan juga kerabat dekat aja," uap Abizar.
"Enggak bisa gitu, Sayang. Ini pernikahan putra satu-satunya mama, mama ingin pesta pernikahan yang mewah," tolak Ambar.
"Kalau mama masih ingin aku menikah, mama harus setuju kalau aku maunya pernikahan sederhana gak ada pesta," ucapnya tidak mau dibantah.
"Ya sudah kalau itu maumu, yang penting kamu segera menikah dari pada pernikahan ini batal," kesal mamanya.
"Oke, makasih mamaku yang cantik dan pengertian.”
****
Hari pernikahan itu pun tiba, dengan bantuan MUA langganan Ambar, Amirah di make up. Amirah memakai kebaya putih dan hijab senada dengan aksesoris di kepalanya menambahkan kesan yang elegan, dengan riasan wajah yang natural, tapi tidak mengurangi kecantikannya.
Hari ini keluarga Amirah datang meskipun abahnya tidak bisa hadir karena masih dirawat di rumah sakit. Namun, Ummi, Paman dan juga sang bibi datang. Apalagi sang paman harus menggantikan abahnya sebagai wali.
Prosesi ijab qobul pun terdengar menggema dengan iringan sah dari para tamu undangan
Hati Amirah berdesir tak terasa air mata jatuh membasahi wajah cantiknya, entah itu air mata bahagia atau air mata kesedihan, karena babak baru dalam hidupnya akan segera dimulai, dengan menyandang status baru sebagai istri.
Pintu kamar pun dibuka oleh ummi dan bibinya, membawa Amirah turun ke bawah menemui sang suami.
Berdebar jantung Amirah saat turun dari tangga berpasang-pasang mata melihat ke arahnya, banyak yang memuji kecantikannya, hal itu tak luput dari penglihatan Abizar yg terlihat speechless.
"Masya Allah cantik sekali," batin Abizar mengakui kecantikan Amirah. Namun, seketika Abizar menundukkan kepala, karena gengsinya dia menutupi kekaguman pada Amirah.
Pak penghulu menyuruh pasangan pengantin baru itu untuk menanda tangani buku nikah dan bertukar cincin, setelah itu Amirah dengan tangan bergetar menyalami punggung tangan Abizar, dan Abizar mencium kening Amirah, moment itu tidak luput dari jepretan kamera dari para tamu yang hadir untuk mengabadikannya, pasangan pengantin yang sempurna, yang laki-laki tampan dan yang perempuan cantik
***
Tak terasa acara sudah selesai, ummi dan paman Amirah izin pulang karena kasihan abahnya di rumah sakit hanya ditunggui Aisyah adik Amirah yang masih SMP.
Ketika masuk kamar Amirah segera masuk kamar mandi dan berganti pakaian, baru keluar dari kamar mandi Amirah sempat kaget karena di dalam sudah ada Abizar dengan wajah dingin dan tatapan tajam.
"Ini kasur lantai dan juga bantal untukmu," ucapnya sambil melempar ke depan Amirah. Amirah sempat kaget dengan perilaku Abizar.
"Jangan harap kamu tidur di ranjangku, di sini juga hanya ada sofa tunggal, dan satu lagi jangan pernah nyentuh barang-barangku aku tidak mau tangan kotormu menyentuhnya,"
"Letakkan barang-barangmu yang ada di tas di lemari kecil samping kamar mandi dan ingat jangan nyentuh lemariku, KAU HANYA ISTRI BAYARAN, kau harus ingat itu," ucap Abizar menekankan kalimat terakhirnya.
"Kita hanya cukup berpura-pura di depan mamaku untuk menjadi sepasang suami istri yang romantis, tapi di belakangnya jangan berharap lebih," ucapnya sinis.
"Aku menikahimu hanya ingin mamaku mau terapy untuk kesembuhan kakinya, tugasmu adalah meyakinkan untuk mau tetapi, jangan pernah mengharap cinta dariku karena cintaku hanya untuk Amanda, meskipun mama tidak pernah setuju aku menikahinya."
"Jadi, kamu harus tau batasan-batasanmu, ingat itu," ucapnya lagi.
Setelah ngomong panjang kali lebar Abizar pun keluar, entah kemana?
Sementara itu Amirah hanya mampu terisak
"Pernikahan macam apa ini ya Allah, apakah aku akan kuat menjalaninya?" lirihnya.
Babak baru hidup Amirah pun datang, ia harus menjadi pribadi yang sangat kuat untuk menjalankannya, entah sampai kapan hal ini akan terjadi dalam hidupnya.
Jam dinding menunjukkan pukul 3 pagi, Amirah bangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat malam, kebiasaan yang selalu Amirah kerjakan, meskipun tadi Amirah tidur hanya sebentar, tidak lebih dari setengah jam, matanya masih terlihat sembab akibat menangis semalaman.Sebelum menuju kamar mandi dia melihat Abizar sedang terlelap di ranjang king sizenya.Amirah mengerjakan sholat malam dengan khusyuk, hanya kepada Allah Amirah menumpah ruahkan keluh kesahnya, tangisan yang berupa isakan supaya tidak membangunkan makhluk tampan nan sombong yang sedang terlelap di ranjang sebelahnya mengerjakan sholat."Aku harus kuat, aku harus bisa bertahan, aku harus menjalankan tugasku sebagai seorang istri dengan baik, meskipun Pak dokter tidak pernah menganggapku," tekadnya dalam hati.***Mentari pagi mulai beranjak dari peraduannya, menyambut manusia yang mulai melakukan aktivitasnya.S
Hari berganti hari. Amirah tetap dengan sabar menemani mama mertuanya untuk menjalankan terapi kesembuhan kakinya, karena ketelatenannya membawa hasil yang memuaskan, sedikit demi sedikit mama mertuanya bisa menggerakkan kakinya, Amirah sangat bersyukur dengan perkembangan mama mertuanya."Alhamdulillah, Ma. Semangat dan perjuangan mama untuk sembuh membuahkan hasil yang sangat baik, tidak sia-sia mama menjalani tetapi ini," ucapnya bahagia."Iya, Nak, Alhamdulillah ... semua ini karena kamu juga yang selalu sabar merawat mama dan selalu memberi Motivasi pada mama," ucap Ambar bahagia. senyumnya merekah di wajah cantiknya.***Hari ini Abizar bersama Amanda sedang makan siang bersama di sebuah cafe, perempuan itu terlihat bergelayut manja pada Abizar."Sayang, aku berharap Mama kamu segera sembuh," ucapnya manja, tapi tidak dengan hatinya yang sudah tidak tahan harus bersandiwara
Orang yang kuat hatinya bukan mereka yang tidak pernah menangis, melainkan orang yang tetap tegar ketika banyak orang yang menyakiti.(Ketulusan Hati Amirah)***Amirah gadis biasa, yang rapuh. Namun, ia berusaha sekuat mungkin untuk bertahan, walaupun terluka itu sudah pasti. Sudah satu bulan usia pernikahannya dengan Abizar. Namun sedikit pun Abizar tidak pernah menganggap Amirah ada, bahkan pengorbanannya. ia hanya bagaikan butiran debu yang tak teranggap oleh Abizar.***Hari ini Amirah diminta sang mama memasak makanan kesukaan Abi dan menyuruhnya mengantarkan ke rumah sakit. Tadi pagi Abi tidak sempat ikut sarapan karena terburu-buru.Siang yang terik, Amirah berada di depan gedung besar tempat sang suami bekerja."Kenapa Mama Ambar terapinya tidak di rumah sakit tempat pak dokter bekerja, tapi di rumah sakit lain, tapi rumah sakit tempat mama terapi memang rumah sakit mewah dengan pelayanan yang super," batin Amirah.Den
Nilai hidup bukan milik semua yang terbuka matanya, kecewa dalam setiap nafas yang tercekat dalam hati, tangisan pilu menyayat hati. Menyusut di sudut relung jiwa. Tersuruk menempel hingga meninggalkan bekas yang membuat pilu dan rapuh sang pemilik jiwa.(Ketulusan Hati Amirah)***Amirah menggeliat, betapa terkejut ia berada di ranjang king size milik Abizar."Sebentar, bukankah tadi malam aku tidur di kasur lantai milikku, dan sekarang kok bisa pindah di ranjang ini," batinnya bingung. Amirah melihat ada handuk bekas kompres di samping bantal.Kepalanya masih berdenyut, panas di tubuh masih sedikit terasa, meskipun tidak sepanas tadi malam, tapi badannya masih meriang, Amirah mencoba untuk turun dari ranjang, takut bila Abizar tahu kalau ia tidur di ranjang kesayangan laki-laki itu. Baru saja menurunkan kaki, kakinya tidak kuat menopang, kepalanya berdenyut dan tubuhnya lemas, Amirah mencoba duduk kembali di ranjang. I
Kekecewaan memang sangat menyiksa dan terkadang pula mengakibatkan sakit hati. Hal itu akan timbul sebab harapan yang dibuat terlalu tinggi. Namun, kenyataan berkata lain.(Amirah Najwa Syaifuddin)***Pukul 4 pagi, Amirah bangun dari tidur. Dengan pelan ia bangun dari ranjang, melepas pelukan Abizar, melangkah terseok, karena perih di selakangannya akibat aktivitas tadi malam. Masih jelas di ingatan Amirah apa yang Abizar lakukan tadi malam, Amirah tidak menyesali karena bagaimana pun ia tahu tugasnya sebagai seorang istri, Amirah hanya kecewa, saat melakukannya Abizar tidak sadar. Bahkan Abi selalu meracau memanggil nama perempuan lain. Dengan langkah terseok Amirah menuju kamar mandi, menumpahkan tangis dan kekecewaaan. "Berendam air hangat di bathrobe mungkin akan menghilangkan sedikit rasa nyeri," pikir Amirah.Di dapur Amirah melihat Bik Na sedang menyiapkan bahan untuk membuat sarapan ditemani Ambar yang duduk manis di kursi roda. Ia pun menyapa me
Ada beberapa perjuangan dan pengorbanan yang akan sampai pada titik merelakan, bukan karena lelah tapi memang ada beberapa hal yang tidak bisa digenggam dan diraih untuk mendapatkannya.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Sakit rasanya mengingat kata pedas yang terlontar dari mulut laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya tadi malam, dari laki-laki berstatus suami. Bahkan rasa itu seketika hilang, rasa yang baru tumbuh, mengagumi dalam diam saat Abizar memberi perhatian ketika ia sakit. Kecewa dan benci bahkan amarah tidak dapat ia kendalikan, bahkan Amirah mendapatkan dorongan untuk menampar laki-laki arrogant itu, selama ini Amirah adalah gadis lembut, sopan dan tidak pernah berbuat kasar, tapi karena amarah ia berani menampar laki-laki yang merupakan suaminya itu.Amirah berkata lirih, "Pak dokter boleh menghinaku miskin, melecehkanku, bahkan tidak mengakuiku sebagai istri, tapi untuk mengatakan aku murahan karena telah memberikan mahkotaku pad
Rasa sakit yang paling mengerikan adalah ketika mencoba tersenyum, hanya untuk menghentikan air mata agar tidak jatuh. Mencoba tersenyum seolah tidak akan ada yang salah. Berpura-pura semuanya terlihat baik-baik saja, bertingkah seolah semuanya sempurna meskipun di dalamnya sangat menyiksa dan menyakitkan.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Sudah beberapa menit lamanya, sehingga Abizar kehilangan pasokan oksigen begitu juga Amirah, Abizar menghentikan aksinya merasa kikuk sendiri, Amirah tak sedikit pun membalas, bahkan ia hanya diam mematung masih dengan tangan kiri digenggam erat oleh Abizar, ia meneteskan air matanya tanpa harus berkata, hal itu membuat Abizar salah tingkah dengan ulahnya sendiri, bingung harus bagaimana?"Maaf," ucapnya, hanya ucapan itu yang lolos dari mulut sambil melepas genggaman pada tangan kiri Amirah. Amirah melangkah menjauh tanpa menghiraukan ucapannya, melangkah menuju kasur lantai miliknya lalu berbaring sambil mena
Sepelik dan sesulit apa pun masalah yang dihadapi, niscaya itu semata ujian dari Allah. Hanya dengan keikhlasan dan kesabaran untuk menghadapinya, insyaallah semua ada jalan dan solusinya. Karena sejatinya ujian diberikan Allah untuk hamba-Nya yang akan dinaikkan derajatnya sesuai kadar kemampuan hambaNya.( Amirah - Ketulusan Hati Amirah)***Setelah bersiap-siap masih dalam keheningan Amirah dan Abizar keluar dari kamar, menyapa Ambar yang juga sudah siap. Ia membantu mengangkut barang-barang yang akan dibawa ke panti asuhan dan meletakkan ke dalam bagasi mobil. Setelah semua siap Amirah mendorong kursi roda Ambar sampai halaman setelah itu Abizar menggendongnya masuk ke dalam mobil, Amirah masuk dan duduk dekat Ambar, tapi segera dicegah. Ambar menyuruhnya duduk di depan bersama Abi.Sambil garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal Amirah turun dari mobil dan duduk di depan di samping Abi. Amirah dan Abizar saling memandang. Namun, hanya sekilas, mereka