Share

Kekerasan Verbal

Hari berganti hari. Amirah tetap dengan sabar menemani mama mertuanya untuk menjalankan terapi kesembuhan kakinya, karena ketelatenannya membawa hasil yang memuaskan, sedikit demi sedikit mama mertuanya bisa menggerakkan kakinya, Amirah sangat bersyukur dengan perkembangan mama mertuanya.

"Alhamdulillah, Ma. Semangat dan perjuangan mama untuk sembuh membuahkan hasil yang sangat baik, tidak sia-sia mama menjalani tetapi ini," ucapnya bahagia.

"Iya, Nak, Alhamdulillah ... semua ini karena kamu juga yang selalu sabar merawat mama dan selalu memberi Motivasi pada mama," ucap Ambar bahagia. senyumnya merekah di wajah cantiknya.

***

Hari ini Abizar bersama Amanda sedang makan siang bersama di sebuah cafe, perempuan itu terlihat bergelayut manja pada Abizar.

"Sayang, aku berharap Mama kamu segera sembuh," ucapnya manja, tapi tidak dengan hatinya yang sudah tidak tahan harus bersandiwara. Amanda selalu pintar memainkan perannya, hingga Abizar dengan bodohnya bisa dibohongi, tidak bisa membedakan yang tulus dan pura-pura tulus.

"Iya, Sayang. Itu pasti, Mamaku sudah menunjukkan perkembangannya kok, kakinya sudah bisa digerakkan," katanya sambil tersenyum manis pada sang pujaan.

"Aku gak ingin kamu lama-lama berdua sama perempuan kampung dan miskin itu, jujur aku cemburu," ucapnya menghina Amirah.

"Aku juga berharap mamaku secepatnya sembuh, aku juga enggak tahan, lama-lama hidup dan sekamar dengan perempuan itu," ucapnya menimpali.

"Ingat ya!! Kamu enggak boleh sampai nyentuh dia," ucap Amanda sengit.

"Tenang sayang, aku enggak minat sama tu perempuan, kan yang aku cinta hanya kamu, lagian aku enggak akan pernah tertarik sama perempuan seperti itu, jauh deh dari levelku," ucapnya dengan pongah.

"Iya deh, aku percaya, dasar bucin," ucapnya sambil mentowel hidung Abizar.

"Biarin bucin, aku bucinkan hanya sama kamu," ucapnya menggoda.

"Sayang ...," panggil Amanda.

"Hm," jawab Abizar singkat.

"Kok jawabnya singkat gitu sih," ucap Amanda kesal sambil memanyunkan bibirnya.

"Apa, Sayang?"

"Ya gitu dong, nanti habis pulang kerja antar aku ke mall ya," ucapnya manja.

"Emangnya mau beli apa, kemarin kan udah belanja?" jawab Abizar.

"Ini ada tas keluaran terbaru limited edition, nanti kamu beliin ya, pliss!" rengeknya manja.

"Ok, nanti habis pulang dari rumah sakit, ya!"

"Ok, makasih, Sayang," ucap Amanda manja.

"O iya kita balik sekarang, yuk, ini aku ada pasien," ucap Abizar.

"Ok, siap bosku," ucapnya sambil menggandeng tangan Abizar.

***

Setelah mengantar mama mertuanya terapi, Amirah mulai membersihkan dirinya di kamar mandi dalam kamarnya, setelah itu Amirah menghubungi umminya, Amirah sangat kangen pada keluarganya, sudah tiga minggu setelah pernikahannya Amirah belum pernah menghubungi keluarganya. Saat ini dengan ponsel jadulnya ia menghubungi umminya.

[Assalamu'alaikum, umm]

[W*'alaikumussalam, Rah]

[Ummi, apa kabar? Dan bagaimana juga kabar abah?? Apa abah sudah keluar dari rumah sakit? ]

[Alhamdulillah Ummi sehat, Abah juga sehat, Sudah keluar dari rumah sakit sejak dia minggu yang lalu, abah juga sudah bisa beraktivitas kembali, Nak]

[Bagaimana kabarmu juga, Nak?]

[Alhamdulillah sehat, Ummi]

[Nak, apakah kamu bahagia dengan pernikahanmu??]

[Iya ummi aku bahagia, Pak Dokter dan Mama Ambar sangat baik] ucapnya bohong, memang Ambar baik, tapi Abizar sedikit pun tidak.

[Ya sudah jaga dirimu baik-baik ya nak]

[Iya, Ummi, disana ummi juga ya jaga diri ummi, abah dan aisyah]

[Iya, Nak]

[Assalamu'alaikum]

[W*'alaikumussalam]

Setelah menelfon umminya Amirah kembali terisak, sampai kapan dia membohongi orang tuanya, Pura-pura baik-baik saja dan pura-pura bahagia padahal hatinya terluka dengan perilaku abizar.

***

Saat ini Amirah sedang berada di dapur. Seperti biasanya Amirah membantu bik Na memasak untuk makan malam dan setelah itu menyiapkannya di meja makan.

Setelah semua sudah siap, Amirah segera memanggil mama mertuanya, dan mendorong kursi rodanya sampai ke meja makan, dengan telaten Amirah mengurus semua kebutuhan mama mertuanya, membuat Ambar sangat senang, dan sangat menyayangi menantunya itu.

"Sudah malam Abi kok belum pulang, ya?" tanya Ambar sedikit gelisah.

"Mungkin ada operasi mendadak, Ma," tebak Amirah supaya mama mertuanya lebih tenang

"Maaf, ya, Nak. Abizar selalu sibuk, sejak kalian menikah Abizar tidak pernah mengajakmu keluar, itu gara-gara kamu selalu merawat mama, " ungkap Ambar sedih.

"Mama Minta maaf, selalu merepotkanmu, kamu selalu merawat mama dengan sabar, mengantarkan Mama terapi dan semua kebutuhan Mama selalu kamu siapkan," ucap Ambar lagi.

"Mama jangan ngomong seperti itu, ini sudah kewajiban Mirah buat merawat Mama dan menyiapkan kebutuhan Mama, juga kebutuhan Pak Dokter," ucapnya tulus.

"Mirah tidak pernah keberatan kalau Pak Dokter sibuk, kok, Ma. Juga enggak apa-apa meskipun Pak Dokter tidak pernah ngajak Mirah keluar untuk jalan-jalan, Mirah senang kalau Mama senang dan Mirah ikhlas merawat, karena Mirah sudah anggap Mama seperti Ummi Mirah," ucapnya lagi.

"Saya sangat bahagia Abizar menikahi wanita hebat sepertimu, Nak," ucap Ambar.

"Iya Mama bahagia, tapi tidak untuk Pak Dokter," batinnya kecewa.

***

Pukul 21.00 Abizar baru sampai di rumah mewahnya, ia berpikir sang mama sudah tidur karena mamanya tidak terbiasa tidur larut malam.

"Dari mana saja kok jam sembilan baru pulang," tegur mamanya yang membuatnya kaget.

Dari nada bicaranya Abizar tahu kalau saat ini sang mama sedang marah.

"Tadi em tadi ada pasien, Ma. Makanya pulang telat," bohongnya.

"Bukannya kalau kamu sudah ganti shif sudah bisa ditahani sama dokter lain pasien tersebut," ucap Ambar marah, Ambar tahu kalau saat ini putranya berbohong.

"E anu, Ma. Pasiennya enggak mau dokter lain maunya sama Abizar," ucapnya terbata berusaha menyembunyikan kebohongannya.

"Mama tahu kamu sedang berbohong, kamu sengaja menyibukkan diri untuk menghindari Amirah, iya kan?" ucap Ambar sarkas.

"Tidak dong, Ma. Ngapain aku menghindar sama istri sendiri, aku juga sayang sama Amirah," bohongnya.

"Ya sudah, Ma. Aku capek aku ke atas dulu ya, Mama juga haru segera istirahat, ya," bujuknya mengalihkan pembicaraan, Abizar tahu kalau berdebat dengan sang mama, ia pasti kalah, Abizar pun mencium pipi sang mama dan mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar.

***

Di dalam kamar Abizar terlihat sangat marah pada Amirah, Abizar berpikir sang mama marah pasti karena Amirah bilang yang tidak-tidak.

"Woi bangun," sentaknya kasar pada Amirah yang sedang terlelap di lantai dengan kasur lantai.

Sambil mengucek mata Amirah bangun, hari ini Amirah sangat capek sekali karena seharian mengurus mama mertuanya.

"Elo bilang apa sama mama gue?" tanyanya sambil melotot tidak suka.

"Maksud Pak Dokter apa?" tanya Amirah tidak mengerti.

"Jangan pura-pura bodoh, oo iya, memang elo bodo,  ya," ejeknya sambil tersenyum menyeringai.

"Maksudnya?" Memang Amirah tidak paham dengan apa yang dimaksud Abizar.

"Tadi Mama marah sama gue, dan selama ini Mama enggak pernah marah sama gue, pasti elo yang sudah ngadu ke Mama," bentaknya.

Abizar tahu kalau kamarnya kedap suara jadi meskipun berteriak pada Amirah sang mama enggak akan dengar.

"Aku enggak pernah ngadu apa-apa ke Mama, dan aku tidak punya keuntungan kalau harus mengadu ke Mama," ucapnya.

"Dasar wanita licik, mungkin saja kamu mau ngambil hati mama supaya mamaku sayang sama kamu," tuduh Abizar.

"Aku tidak punya pikiran seperti itu, sedikit pun tidak!" Jawab Amirah sedikit kesal.

"Halah, sekali licik tetap licik, sekali lagi aku peringatkan, awas kalau kamu berani cari muka ke mamaku dan ngadu-ngadu tentang gue, gue enggak akan segan membuat hidup elo semakin menderita, camkan itu," ancamnya sambil berlalu ke kamar mandi.

Brakkk ....

Pintu kamar mandi ditutup dengan keras.

Sekali lagi Amirah hanya bisa terisak menyikapi perilaku kejam Abizar. Sejak pernikahan ini terjadi, dan kontrak perjanjian itu ia setujui, ia harus memilik kesabaran lebih dalam menjalani hidupnya bersama Abizar. Dan dengan ketulusan ia yakin hidupnya akan bahagia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status