Orang yang kuat hatinya bukan mereka yang tidak pernah menangis, melainkan orang yang tetap tegar ketika banyak orang yang menyakiti.
(Ketulusan Hati Amirah)
***
Amirah gadis biasa, yang rapuh. Namun, ia berusaha sekuat mungkin untuk bertahan, walaupun terluka itu sudah pasti. Sudah satu bulan usia pernikahannya dengan Abizar. Namun sedikit pun Abizar tidak pernah menganggap Amirah ada, bahkan pengorbanannya. ia hanya bagaikan butiran debu yang tak teranggap oleh Abizar.
***
Hari ini Amirah diminta sang mama memasak makanan kesukaan Abi dan menyuruhnya mengantarkan ke rumah sakit. Tadi pagi Abi tidak sempat ikut sarapan karena terburu-buru.
Siang yang terik, Amirah berada di depan gedung besar tempat sang suami bekerja.
"Kenapa Mama Ambar terapinya tidak di rumah sakit tempat pak dokter bekerja, tapi di rumah sakit lain, tapi rumah sakit tempat mama terapi memang rumah sakit mewah dengan pelayanan yang super," batin Amirah.
Dengan langkah ragu Amirah memasuki gedung rumah sakit itu, ragu apakah Abizar menerima kedatangannya.
"Ya Allah, kenapa perasaanku tidak enak begini?" batinnya. "Bismillah," lirihnya.
Di depan meja resepsionis, Amirah menanyakan pada suster jaga di mana ruangan Dokter Abizar, suster itu pun dengan ramah menunjukkan arah ke ruangan Abizar.
"Sebentar lagi jam makan siang, pasti pak dokter masih di ruangan," ucapnya sambil melangkahkan kaki ke ruangan Abizar yang sudah terlihat sedikit sepi.
Amirah mengetuk pintu putih yang ada di hadapannya, lama tidak ada jawaban, dengan sedikit lancang Amirah membuka pintu tersebut.
Braaak ... kotak makan yang ia bawa jatuh di lantai, untung saja isinya tidak tumpah, membuat seorang laki-laki dan perempuan yang ada di ruangan tersebut menoleh kaget dengan kedatangan Amirah.
Deg ... Amirah terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan tubuh yang masih bergetar ia kembali menutup pintu tersebut, air mata jatuh di wajah cantiknya. Kecewa dan sakit hati. Ia menyaksikan Abizar sedang berciuman dan berpelukan dengan seorang wanita yang cantik yang juga memakai jas putih, jas yang menjadi kebesaran seorang dokter. Ia pun meninggalkan rumah sakit itu. Ia tidak menghiraukan tatapan para pengunjung maupun suster yang melihatnya dalam keadaan berurai air mata.
Siang ini Amirah ingin menyendiri, butuh waktu untuk menenangkan gejolak yang ada di hati, ia duduk di sebuah taman kota yang tak jauh dari rumah sakit itu. Menumpahkan semua air mata dan rasa kecewa yang sudah menumpuk di hati. Ia berharap yang dilihat tadi hanya mimpi atau ilusi saja, walaupun ia tahu yang dilihatnya adalah sebuah kenyataan pahit. Sakit ketika tidak dianggap, sakit, ketika direndahkan, dan sakit ketika dikhianati semua sudah menjadi satu, Amirah tahu pernikahannya tidak didasari dengan cinta, tapi dia juga manusia yang punya perasaan, tidakkah sedikit saja Abizar menghargai.
Dengan langkah gontai Amirah meninggalkan taman kota dan memanggil tukang ojek untuk mengantarkan kembali ke rumah
Pukul 19.00 Abi baru sampai rumah.
"Selamat malam, Ma. Kok makan sendirian, Di mana Amirah?” sapanya.
"Ee, Sayang. Selamat malam, sudah pulang? gimana makanannya tadi siang, enak ‘kan??" tanya Ambar tanpa membalas pertanyaannya.
“Amirah mana, Ma?”
"Amirah demam, badannya menggigil sejak tadi sore, mungkin kecapekan, atau dia sedang hamil ya?”
"Oo. Amirah sakit?” Apakah ada hubungannya dengan kejadian tadi siang? Dan apa? Mama bilang barusan, hamil! tidur seranjang saja tidak. Mana mungkin hamil.”
Setelah selesai makan Abi beranjak menuju kamar. Ia membuka pintu dan mendapati Amirah tidur meringkuk dengan selimut di tubuhnya di kasur lantai yang ia berikan padanya, Ia memang tidak mengizinkan Amirah menyentuh barang-barangnya.
Melihat Amirah tidur seperti itu lagi-lagi perasaan iba datang menyelusup di hati dan lagi-lagi ia harus menepis jauh-jauh, biarkan saja Amirah menganggap tidak punya hati dan perasaan serta kejam, hal itu memang sengaja ia lakukan supaya mempermudah perpisahannya kelak kalau Ambar sudah sembuh.
Abi mendekati dan menyentuh kening Amirah, badannya panas sekali. Amirah mengigau dalam tidur, ia mendengar igauan itu, ya ... Amirah memanggil-manggil nama ummi dan abah. Entah ada dorongan dari mana? Abi mengangkat tubuh Amirah ke ranjang. Ia mengecek suhu tubuhnya, panasnya sangat tinggi, Ia pun menyuruh Bik Na membawakan air dan handuk untuk mengompres Amirah. Amirah masih meracau, terus memanggil kedua orang tuanya rasanya tidak tega, Abi memeluknya supaya panas memuai ke tubuhnya, akhirnya ia ikut terlelap sambil memeluk Amirah.
Nilai hidup bukan milik semua yang terbuka matanya, kecewa dalam setiap nafas yang tercekat dalam hati, tangisan pilu menyayat hati. Menyusut di sudut relung jiwa. Tersuruk menempel hingga meninggalkan bekas yang membuat pilu dan rapuh sang pemilik jiwa.(Ketulusan Hati Amirah)***Amirah menggeliat, betapa terkejut ia berada di ranjang king size milik Abizar."Sebentar, bukankah tadi malam aku tidur di kasur lantai milikku, dan sekarang kok bisa pindah di ranjang ini," batinnya bingung. Amirah melihat ada handuk bekas kompres di samping bantal.Kepalanya masih berdenyut, panas di tubuh masih sedikit terasa, meskipun tidak sepanas tadi malam, tapi badannya masih meriang, Amirah mencoba untuk turun dari ranjang, takut bila Abizar tahu kalau ia tidur di ranjang kesayangan laki-laki itu. Baru saja menurunkan kaki, kakinya tidak kuat menopang, kepalanya berdenyut dan tubuhnya lemas, Amirah mencoba duduk kembali di ranjang. I
Kekecewaan memang sangat menyiksa dan terkadang pula mengakibatkan sakit hati. Hal itu akan timbul sebab harapan yang dibuat terlalu tinggi. Namun, kenyataan berkata lain.(Amirah Najwa Syaifuddin)***Pukul 4 pagi, Amirah bangun dari tidur. Dengan pelan ia bangun dari ranjang, melepas pelukan Abizar, melangkah terseok, karena perih di selakangannya akibat aktivitas tadi malam. Masih jelas di ingatan Amirah apa yang Abizar lakukan tadi malam, Amirah tidak menyesali karena bagaimana pun ia tahu tugasnya sebagai seorang istri, Amirah hanya kecewa, saat melakukannya Abizar tidak sadar. Bahkan Abi selalu meracau memanggil nama perempuan lain. Dengan langkah terseok Amirah menuju kamar mandi, menumpahkan tangis dan kekecewaaan. "Berendam air hangat di bathrobe mungkin akan menghilangkan sedikit rasa nyeri," pikir Amirah.Di dapur Amirah melihat Bik Na sedang menyiapkan bahan untuk membuat sarapan ditemani Ambar yang duduk manis di kursi roda. Ia pun menyapa me
Ada beberapa perjuangan dan pengorbanan yang akan sampai pada titik merelakan, bukan karena lelah tapi memang ada beberapa hal yang tidak bisa digenggam dan diraih untuk mendapatkannya.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Sakit rasanya mengingat kata pedas yang terlontar dari mulut laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya tadi malam, dari laki-laki berstatus suami. Bahkan rasa itu seketika hilang, rasa yang baru tumbuh, mengagumi dalam diam saat Abizar memberi perhatian ketika ia sakit. Kecewa dan benci bahkan amarah tidak dapat ia kendalikan, bahkan Amirah mendapatkan dorongan untuk menampar laki-laki arrogant itu, selama ini Amirah adalah gadis lembut, sopan dan tidak pernah berbuat kasar, tapi karena amarah ia berani menampar laki-laki yang merupakan suaminya itu.Amirah berkata lirih, "Pak dokter boleh menghinaku miskin, melecehkanku, bahkan tidak mengakuiku sebagai istri, tapi untuk mengatakan aku murahan karena telah memberikan mahkotaku pad
Rasa sakit yang paling mengerikan adalah ketika mencoba tersenyum, hanya untuk menghentikan air mata agar tidak jatuh. Mencoba tersenyum seolah tidak akan ada yang salah. Berpura-pura semuanya terlihat baik-baik saja, bertingkah seolah semuanya sempurna meskipun di dalamnya sangat menyiksa dan menyakitkan.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Sudah beberapa menit lamanya, sehingga Abizar kehilangan pasokan oksigen begitu juga Amirah, Abizar menghentikan aksinya merasa kikuk sendiri, Amirah tak sedikit pun membalas, bahkan ia hanya diam mematung masih dengan tangan kiri digenggam erat oleh Abizar, ia meneteskan air matanya tanpa harus berkata, hal itu membuat Abizar salah tingkah dengan ulahnya sendiri, bingung harus bagaimana?"Maaf," ucapnya, hanya ucapan itu yang lolos dari mulut sambil melepas genggaman pada tangan kiri Amirah. Amirah melangkah menjauh tanpa menghiraukan ucapannya, melangkah menuju kasur lantai miliknya lalu berbaring sambil mena
Sepelik dan sesulit apa pun masalah yang dihadapi, niscaya itu semata ujian dari Allah. Hanya dengan keikhlasan dan kesabaran untuk menghadapinya, insyaallah semua ada jalan dan solusinya. Karena sejatinya ujian diberikan Allah untuk hamba-Nya yang akan dinaikkan derajatnya sesuai kadar kemampuan hambaNya.( Amirah - Ketulusan Hati Amirah)***Setelah bersiap-siap masih dalam keheningan Amirah dan Abizar keluar dari kamar, menyapa Ambar yang juga sudah siap. Ia membantu mengangkut barang-barang yang akan dibawa ke panti asuhan dan meletakkan ke dalam bagasi mobil. Setelah semua siap Amirah mendorong kursi roda Ambar sampai halaman setelah itu Abizar menggendongnya masuk ke dalam mobil, Amirah masuk dan duduk dekat Ambar, tapi segera dicegah. Ambar menyuruhnya duduk di depan bersama Abi.Sambil garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal Amirah turun dari mobil dan duduk di depan di samping Abi. Amirah dan Abizar saling memandang. Namun, hanya sekilas, mereka
Terkadang ada kalanya orang sabar itu meninggalkan apa yang membuatnya sabar. Ketika pengorbanan tak lagi dihargai, ketulusan hati tak pernah dianggap, cinta yang tak pernah peduli bahkan terlupakan.(Amirah- Ketulusan Hati Amirah)***Setelah turun dari mobil lamborgini biru kesayangan Abizar, Amirah memberhentikan taksi yang sudah tak berpenumpang, mencari rumah sakit untuk periksa, tujuannya saat ini adalah rumah sakit tempat Ambar terapi. Karena menurutnya rumah sakit itu lebih bagus dan lengkap. Amirah tidak pergi ke rumah sakit tempat Abi bekerja karena tidak ingin bertemu lagi dengan sang suami. Ia ingin menenangkan hati dulu, setidaknya untuk sejenak. Mencoba meredam amarah atas perkataan Abizar.Amirah sudah berada di depan rumah sakit besar, ia bertanya pada resepsionis tempat suster jaga tempat dokter obgyn yang sedang praktik hari ini. Ia menuju tempat praktik dokter kandungan rekomendasi dari suster tersebut dan memilih dokter perempuan, mesk
Menangis tanpa air mata. Berteriak tanpa bersuara. Hanya merasakan sakitnya hati. Begitu tersiksa menyayat sanubari. Akankah kisahnya berujung bahagia dengan beribu hikmah indah tercipta? Ataukah hanya asa semata yang dirinya dapat? walaupun begitu hatinya kan selalu tegar menghadapinya. walau akhirnya hanya mendapat luka.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Setelah mengobrol banyak dengan Ambar. Ia meminta izin untuk beristirahat, menuju kamar tidur diikuti Abizar yang ada di belakang.Setelah memasuki kamar, Amirah segera menuju kamar mandi, membersihkan tubuh yang seharian penuh beraktivitas, menghilangkan rasa lelah yang ada di tubuh. Setelah itu mengambil air wudu untuk salat Isya. Dulu ia pernah mengkhayalkan masa depan, kehidupan setelah menikah, bisa salat berjamaah bersama sang suami yang akan menjadi imamnya. Namun, apa daya semua hanya tinggal impian belaka, harus menerima dengan lapang apa yang menjadi takdir, menikah tanpa cinta bahkan
Jikalau air mata memang bisa mengusir kegundahan dan kekecewaan maka menangislah. Jikalau kata-kata memang bisa menghapus luka maka ungkapkanlah, bicarakanlah! Mungkin seseorang bisa membantu melepas masalah yang dihadapi. Namun, jikalau ternyata seseorang yang kau anggap tepat tuk membantumu memang tak bisa mengobati gelisah di jiwa maka berdoalah. Jika diam tak bisa mengusir keresahan maka berwudulah dan lantunkan ayat-ayat suci sebagai syifa' dalam hati.(Amirah – Ketulusan Hati Amirah)***Kenzo masih berdiri melihat Amirah mendorong kursi roda seorang wanita paruh baya menelusuri koridor rumah sakit. Namun, ia tidak melihat jelas wajah wanita yang duduk di kursi roda itu, Kenzo penasaran dan berusaha mengikuti Amirah."Siapa yang bersamanya, apakah wanita yang ada di kursi roda itu ibunya?" batin Kenzo. Masih mengikuti Amirah.Amirah dan Ambar sampai di ruangan terapi dokter ortopedi. Ambar segera melakukan terapi jalan sesuai instruksi