Share

4

Tak berpikir lama, aku segera menyalakan fitur rekam suara untuk percakapan via telepon demi berjaga-jaga. Siapa tahu, ada kata-kata Abi yang bisa kujadikan bukti. Klu sudah mulai terungkap soalnya. Dia menyuruhku berkaca segala. Itu artinya … dia pasti sudah tahu tentang pernikahan tersebut!

            “Subhanallah! Kata-kata Abi sangat indah didengar. Persis penuturan motivator di televisi. Memangnya aku salah apa hingga harus bercermin segala? Lapor polisi? Aku yang akan melaporkan ke polisi terlebih dahulu atas tuduhan perzinahan dan penelantaran keluarga!” Aku memekik sinis. Meluahkan segala kedongkolan di dalam hati yang kini terluka. Kalian mau lapor polisi? Memangnya aku tidak bisa?

            “Jaga bicaramu, Mila! Semenjak menganggur, kelakuanmu tambah menjadi-jadi! Ternyata kami tidak salah memilih untuk menjadikan Adelia mantu. Dia lebih pantas mendampingi Faisal. Dia mandiri, punya penghasilan, mapan, dan bukan benalu sepertimu! Dia jauh lebih berkelas!” Desisan Abi semakin membuat jantungku tambah berdegup kencang.

            Mandiri? Punya penghasilan? Mapan? Aku benalu? Wow! Sangat wow kata-kata mutiara Abi. Persis ucapan orang yang tak mengecap bangku sekolahan dan ilmu agama. Dia yang melabeli dirinya pak haji. Marah apabila tak disematkan gelar haji di depan namanya atau jika orang luput memanggilnya pak haji. Ternyata, di balik sikap sok alimnya di depan publik, tersimpan penyakit hati yang kronis!

            “Oh, jadi karena masalah uang, toh? Tega-teganya Abi dan Ummi menjual anak sendiri demi materi. Lagipula, yang menyuruhku resign dulu siapa? Kalian, kan? Kalian yang membujukku agar aku berhenti bekerja sampai orangtuaku sempat marah dan mendiamiku beberapa waktu. Setelah aku berhasil hamil serta melahirkan, kalian hantam lagi aku dengan tuduhan bahwa aku ini benalu! Hati kalian kotor dan culas, Bi!” ucapku kesal dengan penuh percik kemarahan di jiwa.

            “Terserah apa katamu! Yang jelas, tuduhan perzinahan yang kamu katakan tadi salah besar! Anak seorang alim dan haji-hajjah seperti kami tak akan pernah berzina! Mereka menikah baik-baik dan punya buku nikah. Ingat, itu!”

            “Buku nikah? Dari mana dia mendapatkan buku itu?” Kedua alisku mencelat bersamaan. Syok. Mana bisa orang menikah resmi untuk kedua kalinya tanpa mendapatkan persetujuan dari istri pertama? Ini aku yang bodoh atau Abi yang sedang berusaha menipuku?

            “Pertanyaan orang dungu! Itulah mengapa aku menyuruh Faisal untuk menikah lagi. Supaya dia semakin tidak terperangkap hidup bersama wanita rendahan sepertimu!”

            “Rendahan? Jodoh itu cerminan! Kalau aku rendahan, anak Abi pun juga rendahan!” makiku balik.

            “Oh, mohon maaf! Anak semata wayangku laki-laki yang cerdas! Buktinya, dia menuruti nasihat kami. Menikahi Adelia yang kaya raya dan cantik demi memperbaiki keturunan. Untuk pertanyaan bodohmu tadi, apa perlu kujelaskan bahwa pernikahan mereka itu legal dan sah? Jadi, bersiap-siaplah. Besok kamu akan ditangkap oleh polisi atas tuduhan pengrusakan dokumen penting!”

            “Bukan aku yang bodoh, tapi kalianlah yang sudah kesurupan setan!” hardikku sambil mundur beberapa langkah ke belakang demi menghindari panasnya api yang semakin membara di hadapan. “Kalian lupa, bahwa menikah untuk kedua kalianya secara resmi di KUA harus melampirkan surat keterangan tidak keberatan dari istri pertama. Lantas, dari mana Faisal dan Adelia bisa mendapatkan surat nikah dari KUA jika aku tak pernah sama sekali menyetujui poligami tersebut? Kalian semua akan kulaporkan ke polisi atas tuduhan pemalsuan dokumen dan penipuan!”

            Kata-kataku lantang. Tak ada sedikit pun gentar di batin apalagi raga. Aku semakin berani untuk menyalakan api permusuhan kepada orangtua Mas Faisal.

            Di seberang sana, Abi diam. Dia tak menyahut ucapanku. Mungkin saja pria 62 tahun yang rambutnya telah penuh dengan uban dan kerap mengenakan peci putih ke mana pun tersebut sedang syok berat. Dia pikir, hanya dia yang pandai mengancam dan bersilat lidah?

            “Ayo jawab, Bi! Jangan diam saja! Surat nikah itu dari mana? Siapa yang menerbitkan? Berapa uang yang kalian keluarkan demi mendapat surat bodong itu?” Terus-terusan kudesak beliau untuk menjawab pertanyaanku. Namun, tetap hening. Saat kucek layar ponsel, panggilan nyatanya masih terus berjalan. Belum diputuskan olehnya.

            “Bukan hanya hukuman dunia yang bakal kalian dapat, Bi. Namun juga hukum akhirat! Kalian kompak membohongiku. Menipu dan menzalimiku, tanpa aku tahu di mana letak salahku selama ini. Ingat, hukum tabur tuai itu tetap berlaku! Hari ini kalian meludahiku, besok kalian akan diludahi balik entah oleh siapa. Yang jelas, aku tak akan bermain kotor. Lebih baik kuserahkan semua pada pihak kepolisian, ketimbang harus menambah dosa!” Habis-habisan aku menusuk Abi dengan rentetan kalimat pedas. Besar harapanku beliau memberikan perlawanan. Biar panas sekalian! Biar semakin terkuak kebenaran yang selama ini diam-diam mereka sembunyikan.

            “Jaga bicaramu!” bentak Abi tiba-tiba. Namun, suaranya terdengar gemetar. Bernada seperti orang yang ketakutan.

            “Kenapa malah menyuruhku menjaga bicara? Abi tidak mengerti bahasa Indonesia? Kan, aku tadi bertanya. Dapat dari mana surat nikahnya? Kenapa tidak dijawab? Malah menyuruh orang menjaga bicara!” Tak ada lagi sopan santun atau tata krama di sini. Persetan dengan kata tulah. Aku telanjur telah mereka dustai. Setiaku dikhianati dan mereka bongkar semua saat aku tengah menghadapi anak yang sakit. Apa salahnya bila aku melawan?

            “Menantu sialan! Semoga kamu dan anakmu lekas mati! Kalau perlu malam ini juga kalian berdua mati! Bakar sekalian rumahmu, jangan hanya membakar pakaian dan ijazah anakku saja. Biar kalian puas!”

            Gejolak amarah di dadaku semakin membumbung tinggi. Jangankan mengucap maaf, berbicara halus pun Abi maupun Ummi sudah tak bisa. Mereka hanya fokus menyalahkan dan merendahkanku.

            Oh, baiklah Pak Haji yang terhormat! Kita lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenang dalam pertarungan ini.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Vivoy22 Vivo
ceritanya seru sekali dan mendukung wanita yang pemberani...
goodnovel comment avatar
Sri Lestari
ternyata semakin kesini aq baca novel ini semakn jg aq ngerasangeri, sedih, jgmenjadikn cerita ini sbgai oelajaran hidup. aq suka.
goodnovel comment avatar
irwin rogate
cerita pertarungan yang seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status