Dia selalu takut pada Melisa dan ibu tirinya. Mereka adalah orang yang kejam dan menyiksanya setiap saat di rumah.
Melisa menyilangkan tangannya di depan dada dan tersenyum licik.
“Benar. Bagaimana rasanya menghabiskan malam dengan kelompok pria? Apa mereka sangat memuaskanmu?” Dia memandang Aria dengan penuh penghinaan dan jijik.
“Kamu, mengapa kau begitu tega!” Aria menatapnya tidak percaya.
Melisa tersenyum sinis saat dia mendekati Aria dan berhenti di depannya.
“Karena aku membencimu! Jika bukan karena kamu, Kevin yang akan dijodohkan denganku. Putri tertua keluarga Crowen seharusnya aku. Aku putri sah yang sesungguhnya!”
“Melisa, aku dan Kevin dijodohkan sejak kecil. Kau pikir keluarga Derrick akan menjodohkan Kevin denganmu hanya karena kamu anak ayah juga?" kata Aria tak habis pikir dengan pemikiran Melissa yang tidak memiliki kesadaran diri.
Ekspresi Melissa menjadi gelap. Dia memelototi Aria tajam.
“Kau dan ibumu adalah jalang yang menghalangi ibuku dan aku bersatu dengan ayahku. Jika tidak, sejak dulu aku dan Kevin yang dijodohkan dan bukan kau. Kau anak haram yang sesungguhnya!” Melisa membentaknya penuh dengan kebencian.
Meski dia sayangi dan mendapatkan semua milik Aria, dia masih dipandang sebagai anak haram di kalangan masyarakat kelas atas.
Aria mengepalkan tangannya menahan dirinya untuk menampar wajah Melissa karena menghina ibunya.
Dia bisa mentolerir penghinaan dan penindasan Melissa dan ibu tirinya, tapi dia tidak bisa membiarkan mereka menghina ibunya.
“Melisa kau keterlaluan, aku tidak akan membiarkanmu menghina ibuku! Kamu dan ibumu yang merusak keluarga kami. Tanpa kekayaan ibuku, kamu dan ibumu menjadi gelandangan di jalanan!” Aria tidak bisa menahan dirinya dan membentak Melissa.
Ekspresi Melissa sangat dingin, dia mengangkat tangannya menampar wajah Aria keras.
“Beraninya kamu memanggil aku dan ibuku gelandangan, hah!” Dia mendorong Arian kasar. Hampir membuatnya terjatuh jika Aria tidak berpegangan di pegangan tangga.
“Melissa—!” Aria membentaknya ketakutan.
Namun Melissa tidak memedulikannya dan menjambak rambutnya kasar.
“Jalang, kau dan ibumu sangat murahan! Ibumu pelacur yang yang menggoda ayahku! Aku yang seharusnya putri sah keluarga Crowen. Nona muda tertua!" Dia menjambak rambut Aria kalap.
“Akh!” Aria menjerit kesakitan saat rambutnya di tarik.
“Melissa lepaskan!” Dia ingin melepaskan tangan Melissa dari rambutnya.
Melissa tiba-tiba berhenti. Dia melepaskan tangannya dari rambut Aria dan meraih kedua tangannya.
“Aria, aku tahu kau membenciku karena aku anak haram. Aku akan tetap selalu menyayangimu dan menganggapmu sebagai kakakku, tapi bagaimana kau bisa menghina ibuku sebagai pelacur ...." Dia terisak menyedihkan menggenggam tangan Aria di depan dadanya erat.
Aria membelalak melihatnya tiba-tiba tersedu-sedu dan memutarbalikkan kata-katanya pada dirinya. Dia ingin menarik tangannya, namun Melisa menggenggamnya terlalu kuat.
“Aria, kau bisa membenciku karena aku mencintai Kevin tapi tolong jangan menyuruhku menggugurkan bayiku. Aku mohon! Aku tidak ingin membunuh bayiku.” Suara tangisan Melissa menjadi keras.
“A-apa ....” Aria tertegun. Dia tidak sempat bereaksi ketika Melisa tiba-tiba menarik kedua tangannya.
Tampak seolah Aria memutar posisi tubuh mereka dan mendorong Melissa. Detik kemudian Melissa jatuh berguling-guling di atas tangga.
“Kyaa ....”
Aria membeku berpegangan di pegangan tangga, menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh seperti Melissa.
“Melisa!”
“Putriku!”
Teriakan dari lantai bawah menyadarkan Aria. Dia membelalak melihat Ayah dan Kevin memelototinya dengan marah dari lantai bawah.
“Aria, apa yang kamu lakukan pada Melissa!” raung Kevin marah.
Aria tergagap.
“A-aku ... Bukan aku yang mendorongnya. Dia jatuh—“
“Melissa!”
Emily, ibu tirinya berseru memotong ucapan Aria dan berlari menghampiri tubuh Melissa yang tergeletak di lantai. Kepalanya memar, dia tidak menderita luka lain selain kepalanya yang memar.
“Melissa, kamu baik-baik saja, Nak. Di mana yang sakit!” Emily panik memangku kepala Melissa di pangkuannya.
Melissa pura-pura menangis sambil memegang perutnya.
“I-ibu ... anak ... anakku. Tolong anakku Bu. Perutku sakit.”
Kevin mendengar itu segera berlutut di sampingnya dengan ekspresi panik dan cemas.
“Melissa, kamu baik-baik?”
“I-ibu ... anak ... anakku. Tolong anakku Bu. Perutku sakit.”Kevin mendengar itu segera berlutut di sampingnya dengan ekspresi panik dan cemas.“Melissa, kamu baik-baik?”Melissa meraih tangan Kevin dan menangis menyedihkan.“Kevin, perutku sakit ... anak kita ... tolong selamatkan dia ....” isaknya menggenggam tangan Kevin erat dan menatapnya memohon.Darah sedikit mengalir dari bawah gaunnya.“Kevin, bantu selamatkan Melissa, dia tidak boleh kehilangan bayinya. Itu anak kamu!” Emily berpura-pura cemas dan berteriak memohon pada Kevin.Kevin ketakutan mendengar kata-kata Melissa dan Emily.“Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit.” Dia meraih tubuh Melissa dari pangkuan Emily dan mengendongnya sambil berdiri.“Anak?” Aria mendengar percakapan mereka membeku.Bagaimana Melissa bisa mengandung anak Kevin? Kevin adalah tunangannya!
Sesampainya dia di rumah sakit, Aria bertanya kamar rawat Melissa di meja resepsionis.Setelah mendapatkan nomor kamar Melissa, Aria menuju ke lantai tujuh yang dikhususkan untuk pasien VIP.Aria berhenti di depan pintu kamar rawat Melissa yang tertutup. Dia mengangkat tangannya ragu-ragu ingin membuka pintu itu.Dia mendengar suara Melissa dari dalam tampak sedang mengobrol riang.Saat Aria mengintip dari balik kaca kecil di pintu, dia melihat keluarga Derrick sedang mengobrol hangat dengan Stefan dan Emily.Kevin duduk di sebalah Melissa yang mengenakan pakaian pasien dan mengupas jeruk untuknya. Dia merawatnya seperti seorang suami. Mereka seperti pasangan yang mesra.Aria mengepalkan tangan di sisi tubuhnya melihat adegan itu dari balik kaca.Wajah semua orang sangat ceria, tidak seperti keluarga Derrick terganggu dengan berita kehamilan Melissa yang mengandung anak Kevin yang merupakan tunangan Aria.Aria menarik napas dal
Kevin mencengkeram ponsel Emily erat-erat dan menatap Aria dengan mata merah menahan amarah.“Tidak pernah berselingkuh? Lalu apa ini?!” Kevin menunjukkan foto-foto Aria ke wajah gadis itu kasar.“Kamu berpura-pura menyedihkan menuduhku berselingkuh dengan Melissa dan bahkan ingin membunuh anakku? Tapi lihat dirimu berselingkuh dengan banyak pria berbeda di belakangku, kamu jalang menjijikkan!” ujar pria itu meludah dingin.Wajah Aria sangat pucat melihat foto-foto yang memuat wajahnya bersama pria yang sama sekali tidak dikenalnya.“Itu bukan aku, Kevin percayalah padaku, aku tidak-tidak mengenal pria-pria itu,” ujarnya membantah kalut.“Kevin, biar Ibu lihat.” Kate menghampiri Kevin dan meminta ponsel Emily.Kevin menyerahkan ponsel Emily padanya dengan ekspresi muram.Emily tersenyum puas melihat Kate melihat foto-foto Aria yang seperti pelacur.Dia tak lupa mengompori, &
Kevin membanting pintu dengan keras hingga menarik perhatian beberapa pengunjung yang lewat.Mereka berbisik-bisik melihat seorang gadis duduk di lantai dengan menyedihkan.Di ujung lorong seorang pria berjas hitam dengan jahitan khusus dan mewah berhenti sesaat. Dia mengernyit menatap gadis yang duduk di atas lantai rumah sakit. Tangannya di masukan ke dalam saku celananya menatap Aria dari kejauhan dengan ekspresi datar.“Tuan Clark, ada apa?” Sekretaris di sebelahnya bertanya melihat Dario tiba-tiba berhenti.Dario tidak menjawab, dia menatap lurus gadis yang masih duduk di lantai.Aria menyadari pandangan para pengunjung pada dirinya. Dia dengan cepat.Dia dengan cepat bangkit sambil menghapus air matanya. Pipinya terasa perih saat dia mengusap air matanya. Aria meraba pipinya dengan ekspresi muram. Bayangan saat Kate menamparnya terbayang-bayang dalam benaknya. Baik ayahnya dan Kevin hanya menatapnya dengan mata dingin saat
“Apa yang kamu tunggu, cepat pergi dari sini sebelum kami memanggil satpam untuk mengusirmu!”Aria mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin berharap kasih sayang pada Stefan lagi. Dia menatap ayahnya dengan berani.“Ini rumah ibuku, aku tidak akan pergi dari rumah ini!” serunya mengepalkannya.“Yang seharusnya pergi dari rumah ibuku adalah kalian!”Raut wajah Emily dan Stefan sontak berubah. Stefan mengangkat tangannya menampar Aria.“Anak kurang ajar!”Suara tamparan itu bergema di halaman.Melissa dan Emily menutup mulut terkejut melihat Stefan menampar Aria untuk pertama kalinya. Namun raut wajah mereka berubah menjadi ekspresi puas dan mengejek pada Aria.Aria membeku, kepalanya menoleh ke samping akibat tamparan keras Stefan. Wajahnya yang memar parah semakin memar dan bengkak karena tamparan ayahnya.Aria memegang pipinya sambil menoleh menatap Stefan, mat
Ketika Aria sampai di rumah sakit. Dia melihat kamar rawat Ramus VIP di pindahkan ke bangsal biasa.Aria bersyukur rumah sakit tidak segera mencabut peralatan medis dari tubuh Ramus dan tidak menyebabkannya meninggal.“Terima kasih suster.” Aria berterima kasih pada suster yang bertugas jaga merawat bangsal adiknya.“Apa kamu keluarga dari pasien ini?” Suster itu bertanya sambil memegang papan grafik di tangannya.Aria menganggukkan kepalanya.“Benar suster, saya kakak Ramus.”“Keluargamu sudah mencabut biaya perawatan pasien. Kami tidak bisa merawat pasien ini lagi dan harus mencabut peralatan medis di tubuh pasien. Jika Anda ingin melanjutkan perawatan pasien, mohon untuk segera membayar biaya rumah sakit atau kami harus dengan terpaksa mencabut peralatan medis di tubuh pasien,” ujar Suster itu membaca catatan medis Ramus di tangannya.Aria meraih tangan suster itu dengan cemas.
“Sayang, ini rumah sakitmu kan, bisakah kamu membebaskan Aria dari membayar biaya perawatan adiknya demi aku? Aria sudah dianiaya oleh keluarganya, dia tidak bisa membayar biaya rumah sa—““Jangan!” Aria berseru tiba-tiba memotong ucapan Hanna.Hanna menoleh menatapnya dengan tatapan bertanya. Sementara ekspresi Dario sangat datar.“Jangan lakukan itu. Aku bisa membayar biaya rumah sakit adikku,” ujarnya dengan ekspresi tenang.“Mengapa kamu menolak? Aku ingin membantumu mengurangi bebanmu. Aku tahu kondisimu lebih baik daripada orang lain. Kamu tidak bisa membayar biaya rumah sakit Ramus apalagi setelah ayahmu tidak peduli lagi pada Ramus,” ujar Hanna mengerucutkan bibirnya cemberut.Aria menarik napas dan menatap sahabatnya dengan senyum dipaksakan.“Aku tahu kamu bermaksud baik. Terima kasih. Tapi aku tidak ingin berutang budi padamu.”Terutama Dario, lanjut Aria dalam hati.
Wajah Aria memanas, dia berjuang mendorong tubuh Dario menjauh darinya.“Lepaskan aku!” desisnya mendorong dada pria itu sekuat tenaga.Namun tubuh pria bergeming. Dia meraih tangan Aria dan menekan tangannya di atas kepalanya.“Aria Crowen, beraninya kamu kabur saat itu,” desisnya dengan suara rendah di samping Aria.Aria berhenti meronta dan menatap mata Dario bingung.“Apa maksudmu?”Dario tertawa sinis dan menatapnya lekat-lekat. Dia mencubit dagunya dan membuatnya mendongak.“Setelah apa yang lakukan kita malam itu, mengapa kamu kabur? Apa kamu pikir aku orang yang bisa kamu tinggalkan sesuka hatimu?”Aria mengerjap sesaat. Cengkeraman Dario di dagunya terasa sakit. Dia menatap wajah Dario yang teramat dekat dengannya.Pria itu menatapnya dengan senyum sinis di wajahnya. Sorot matanya penuh dengan kemarahan.Aria mengepalkan tangannya. Dia yang seharusnya merasa dirugikan karena kehilangan keperawanannya, namun pria itu memojoknya di ruang ge