Share

In the Other Hand

Keduanya mengenakan pakaian tadi malam sambil melenggang pergi meningalkan kamar motel yang sebelumnya sudah berbagi sebuah kecupan sana sini dibalik pintu yang masih tertutup rapat.

Pahing mengajak kekasih wanitanya untuk mengisi perut dahulu yang sudah masuk ke dalam jam makan siang, jadwal sarapan yang sudah terlewatkan karena mereka begitu pulas tertidur saling terkait di atas ranjang.

Tidak lupa tangan besar milik Pahing memegang erat tangan kecil milik Eri yang memiliki jari-jari lentik, terasa begitu pas dengan miliknya. Serasa mereka berdua memang sudah di takdirkan, mungkin Pahing harus segera merealisasikannya agar dapat terus memegang erat Eri tanpa harus ada penghalang di antara mereka berdua.

“Mas, kok berhenti?” Tanya Eri sambil mendongkakkan kepalanya karena ada jarak yang besar di antara tinggi badan mereka berdua.

Pahing langsung terbangun dari lamunannya tadi, ia bahkan tidak sadar bahwa sedang melamun.

“Tidak apa-apa, mungkin ini efek semalam karena keganasan kamu.” Goda Pahing sambil tersenyum genit pada Eri yang langsung mencubit perut Pahing yang langsung merintih kesakitan karena tak sempat untuk menghindar.

“Aduh, sayang kok Mas di cubit sih?” Protes Pahing pada Eri sambil mengaduh kesakitan, ia bahkan mengusap-usap bagian perut yang menjadi korban cubitan Eri.

“Ya, habisnya kamu bahas itu mulu. Aku kan malu, Mas Pahing.” Kini giliran Eri yang menyampaikan ketidak setujuan pada ucapan Pahing yang menyebut dirinya ‘ganas’ padahal dia juga tidak seganas apa yang Pahing bilang, itu sedikit memperburuk suasan hati miliknya.

“Lagipula, aku tidak seganas apa yang Mas Pahing bilang. Kalau Mas masih bahas itu terus aku betulan marah loh yah.” Lanjut Eri dengan menyilangkan kedua tangannya di dada di tambah bibir yang sengaja memang dimanyunkan.

“Eri sayang, maafkan Mas deh. Mas jadi tidak akan bilang seperti itu lagi.” Pahing mencoba meraih kedua tangan Eri, untungnya Eri tidak bersikap keras. Kemudian ia memegang kedua tangan kekasihnya itu erat sama seperti di awal.

Namun, Eri masih belum mau untuk bersikap lunak. Ia merasa Pahing telah benar-benar membuat suasana hatinya buruk, jika tahu begini mungkin dia akan langsung pergi sehabis mereka main semalam.

Pasalnya Eri masih memiliki janji sore nanti untuk bertemu dengan seseorang yang telah jauh-jauh hari sudah dibuat dengan susah payah karena orang yang ingin ia temui tersebut tidak terlalu dermawan pada kalangan bawah seperti dirinya.

“Sayang, Mas benar-benar menyesal. Ayolah, maafkan Mas ya?” Sementara itu Pahing terus mencoba untuk membujuk Eri agar mau memaafkan dirinya dan Eri juga masih belum bergeming.

“Bagaimana kalau begini saja, Mas bakal transfer uang jajanmu dua kali lipat. Bagaimana setuju tidak?” Ketika Pahing membujuk Eri dengan menyebut nominal uang yang di gandakan, kedua telinga Eri seketika menjadi runcing.

Pahing menghela napas lelah, pada akhirnya ia pun memutuskan jalan terakhir yaitu “Bagaimana kalau tiga kali lipat?” jika ini gagal, ia harus menahan diri untuk tidak menyentuh Eri. Eri juga pastinya tidak akan membiarkan dirinya dipeluk atau dipegang oleh Pahing dan itu merupakan siksa batin bagi Pahing sendiri karena dia sudah kecanduan pada aroma tubuh Eri yang selalu ia hirup ketika dia memeluk kekasihnya tersebut.

“Okay, deal.” Jawab Eri yang otomatis membuat kedua sudut bibir Pahing tertarik ke atas.

“Nah, begitu dong. Mas kan tidak bisa hidup tanpa kamu kalau kamu marah gagal telah membahagiakan kamu.” Ucap Pahing dengan serius tanpa tahu ucapannya tersebut telah menyakiti hati seseorang yang telah menunggunya semalam dirumah karena tidak lupa.

Begitu manis kata yang keluar dari mulutnya untuk wanita lain hingga wanita yang sah dimata agama dan negara pun diabaikan begitu saja.

“Makanya jadi orang jangan nyebelin! Aku kan sudah bilang berhenti jangan bahas itu lagi, ya jangan dibahas lagi dong.”

“Iya, iya. Maafkan Mas deh, Mas janji tidak akan mengulangi kesalahan Mas untuk yang kedua kalinya. Jadi kita mau makan apa?”

***

Pahing pulang dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya, hatinya sedang dipenuhi oleh berbagai macam bunga yang sedang bermekaran. Ia merasa seperti telah dilahirkan kembali jika menghabiskan waktu bersama kekasih wanitanya, wanita yang telah mengisi seluruh hati dan pikirannya.

Baru saja, ia mengantarkan Eri pulang di depan pagar rumahnya sebelum ia mencap gas mobil untuk kembali ke rumahnya juga. Dan disitulah timbul rasa enggan dalam diri Pahing untuk pergi karena tidak ingin berpisah dengan kekasih hatinya tersebut.

Ia ingin tinggal bersama dengan Eri selamanya, sampai keduanya menjadi ringkih. Ah, betapa bahagianya hanya memikirkan masa depan yang manis tersebut. Andai saja, dia bisa segera untuk merealisasikannya dalam waktu dekat. Pahing sangat tidak sabar untuk bisa menikahi Eri.

Senyum dibibirnya pun langsung berubah kaku, ketika Pahing ingat bahwa dirinya bukan lagi seorang pria lajang yang bisa dengan mudah mengajukan lamaran pada kekasihnya saat ini.

Realita tersebut membuat suasana hati Pahing ikut memburuk, tidak pernah sekalipun ia menyesali statusnya yang sekarang dalam seumur hidupnya. Seharusnya dia tidak terburu-buru waktu itu hanya karena ingin segera mengesahkan status resmi suami-istri diantara dirinya dengan Kiran, sayang sekali Pahing tidak bisa memutar waktu tapi ada satu hal yang bisa untuk dia lakukan yaitu menata masa depan yang masih bisa diubah sesuai dengan keinginannya.

Tiba-tiba Pahing terpikirkan untuk segera melayangkan surat pisah pada Kiran tapi jika ia melakukan hal tersebut, itu sama saja mungkin menyakiti hati wanita yang kini berstatus sebagai istrinya. Menyakiti seseorang yang dulu begitu ia puja dan cintai, Pahing kala itu benar-benar dimabuk asmara oleh Kiran. Dia tidak berusaha untuk menyangkal karena merupakan fakta yang valid dan ia tidak ingin membuat Kiran berpikir bahwa cinta yang dulu Pahing perjuangan untuknya hanya main-main, pada dasarnya perasaan yang dimiliki oleh Pahing tetap sama sebelum kedatangan Eri ke dalam hidupnya.

Berbicara soal Kiran, Pahing jadi ingin membelikan seafood favoritnya. Seafood yang selalu ia beli ketika Kiran sedang marah padanya, salah satu cara untuk meluluhkan hati Kiran.

Pahing memilih untuk pergi ke salah satu restoran seafood langgannya dulu yag sering ia kunjungi karena akhir-akhir ini dia jarang mengunjunginya, sama seperti yang telah berubah haluan.

Pahing membelikan Kiran makanan favoritnya sebagai tanda permintaan maafnya karena menghabiskan waktu diluar dan tentu saja Kiran tidak perlu tahu apa yang telah dia lakukan.

Andai saja Pahing tahu bahwa Kiran telah mengetahui apa yang suaminya tersebut lakukan diluar hingga tidak pulang ke rumah.

Pahing keluar dari restoran seafood dengan setitik rasa bersalah yang bersarang dihatinya.

Jika Kiran sampai tahu bahwa dirinya bermain dengan wanita lain di belakang punggungnya, kira-kira reaksi seperti apa yang akan istrinya itu berikan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status