Share

Siapa Wanita itu?

Pahing mengusap lembut pipi Kiran, berniat mencoba untuk membangunkannya secara perlahan. Ia tidak ingin membuat tubuh Kiran sakit jika dia mencoba untuk mengguncang tubuh halus ini.

 Merasakan tangan hangat serta bisikan berat di dekat daun telinganya, Kiran pun mencoba untuk membuka kedua kelopak mata walau masih terasa berat. Kepalanya terasa ditumbuk berton-ton batu, sakit sekali.

 Pahing melihat bulu mata lentik Kiran bergetar, tak dihentikan tindakannya sampai ia bisa mengungkapkan kedua bola mata Kiran secara penuh.

 “Kiran.” Panggil Pahing dengan suara beratnya, kini beralih beralih mengusap puncak kepala Kiran.

 “Mas.” Ucapkan Kiran dengan kekuatan luar biasa hanya terdengar sebagai bisikan, ia merasa tubuhnya tak bertenaga. Tenggorokan pun rasanya terasa kering.

 "Udara." Segera setelah mengambil segelas air putih setelah Kiran memberitahunya, ia pun mendekatkan gelas pada bibir Kiran serta menompang belakang kepala Kiran menggunakan tangan kirinya sama seperti tadi meminum obat pada istrinya dalam keadaan setengah sadar. 

 Pahing menumpuk bantal agar Kiran bisa bersandar nyaman “Apakah kamu merasa lebih baik?” Tanyanya sambil menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinga Kiran.

 Kiran yang mendapat sentuhan lembut dari Pahing, menatap matanya. Mencobai itu semua dalam ingatannya, Sentuhan yang akhir-akhir ini entah kenapa tidak lagi mendapatkannya. Tidak seintens dulu, seperti ada batas di antara mereka berdua. 

 “Ya.” Jawab Kiran Pendek, kedua matanya langsung bersibobrok dengan mata Pahing yang tidak memandang khawatir. Ia merasa disambut oleh kehangatan kembali. 

 “Aku membuatkanmu bubur.” Beritahu Pahing membuat Kiran menahan napasnya dalam beberapa detik, Kiran benar-benar tidak mempercayai situasi yang sedang terjadi. Ia kehilangan kata-kata, tiba-tiba wajahnya terasa panas. Apalagi bagian matanya. 

 “Aku akan menyuapimu.” Pahing mengambil bubur, ia meniup dulu bubur yang sudah berpindak ke sendok sebelum disuapkan pada Kiran. 

 “Ayo, bukan mulutmu.” Buju Pahing lembut, Kiran pun menurut. Ia membuka mulutnya dan rasa bubur yang terasahanbar di dinding. Itu terasa hangat secara bersamaan meleleh dilidahnya. 

 Kiran sudah tidak bisa membendung perasaannya lagi, bulir-bulir air lolos dari matanya yang memanjakan pipinya.

 Pahing yang Kiran tiba-tiba menangis langsung panik, ia menunggu dulu mengkuk bubur itu menangkup wajah Kiran dengan telapak tangan yang melihat besar dan hangat. Dia juga menyandarkan tubuhnya untuk mempersempit jarak diantara mereka berdua.

 “Kiran, sayang. Hei, ada apa? kenapa kamu menangis? Apa aku tidak sengaja kamu sakiti?” Tanya Pahing kalap pasalnya air mata Kiran turun semakin deras, ia menarik istrinya tersebut ke dalam pelukannya. 

 Kiran menangis tersedu-sedu di bahu Pahing, bahkan ia tidak peduli jika membuat kemeja yang dikenakan suaminya basah. Dia hanya ingin menangis, mengeluarkan segala keluh kesah yang tak bisa ia ungkapkan melalui kata-kata. 

 Pahing memeluk Kiran tidak terlalu erat, takutnya hak tersebut bisa menggangu pernapasan Kiran. Ia tidak mencoba untuk bertanya kembali atau berusaha menjawab Kiran dari tangisnya.

 Suara tangis Kiran memenuhi ruangan dan terdengar begitu pilu, Pah pun juga ikut sakit. Ia tidak pernah melihat Kiran dalam suasana hati yang seburuk ini selama mereka bersama? Sebenarnya apa yang telah membuat Kiran seperti ini? Dia hanya bisa bertanya-tanya tanpa bisa berspekulasi untuk memenuhi rasa penasarannya. 

 Kiran mencoba mendorong tubuh Pahing dari tubuhnya dengan kekuatan yang tersisa, Pahing yang merasakan kecil itu mrngabulkan keinganan Kiran. 

 Dengan wajah basah dan mata yang berubah merah, Kiran membocorkan sendu Pahing lalu “Siapa?” Tanyanya dengan suara yang khas habis menangis. 

 Pahing keningnya tidak mengerti “Siapa?” Ia pertanyaan pertanyaan Kiran Anda. 

  Kiran tetap meneguhkan hatinya, ia mengepalkan kedua tangannya yang beristirahat di samping tubuhnya “Siapa wanita itu?” 

 Kerutan di dahi Pahing semakin dalam “Apa maksudmu Kiran? Siapa wanita yang kamu maksud?” 

 “Aku meneleponmu pagi tadi dan yang mengangkatnya adalah seorang wanita, apakah... Apakah kamu bermain api dengan wanita itu di belakangku?” Dengan berurai air mata, Kiran benar-benar terlihat sedih.

 Hati Pahing pun langsung turun, kerutan di dahinya menghilang. Ia tidak tahu harus menjawab apa. 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status