Share

Satu Laki-Laki Empat Istri
Satu Laki-Laki Empat Istri
Author: Kim Sumi Ryn

Bukan Pria Setia

Dahi Kresna mengeryit saat melihat wanita berambut hitam itu masuk tergesa ke dapur dan mengambil air minum. Diteguknya air itu sampai tandas.

"Kamu kenapa, Neng?" Kresna masukkan Sukro ke dalam mulut. Sembari mengunyah ia lirik Tessa yang mengatur napas.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Kresna lagi meraih bungkus Sukro, menyimpannya di atas paha. Ia makan dengan anteng masih menatap Tessa yang hendak bicara.

"Ada perang dunia lagi." Tessa menaik turunkan napas karena capek. Jelas capek, dia baru saja berlari dari rumahnya ke sini.

Rumah Tessa dan Kresna tidak jauh sebenarnya. Jaraknya hanya melewati jalan. Dengan menyebrang maka akan langsung sampai.

"Wah, masa?" Wanita berjilbab syar'i itu menahan tawa. Ia masukkan lagi Sukro ke dalam mulut.

"Serius!" Tessa merebut Sukro dan mengambil isinya, lalu ikut makan dengan anteng.

"Kakak tahu, nggak?" tanya Tessa melihat Kresna.

"Nggak." Kresna bermuka masam karena Sukronya diambil paksa.

"Ih, Kakak! Kok nggak tahu, sih?" Tessa tidak peduli dengan Kresna yang cemberut. Santai saja memakan sukro.

"Nggak, Neneng!" Kresna ambil paksa lagi sukro itu. Tentu ia sebal karena makanan itu, makanan yang ia inginkan sejak kemarin. Baru hari ini dia mendapatkannya.

Maklum saja, Kresna tengah hamil muda. Sekitar dua bulanan. Jadi, bisa dibilang dia ngidam sukro. Namun, kemarin sudah malam tidak ada yang membelikan.

Hari ini juga karena Bi Roro yang membelikan. Pembantunya itu sungguh pengertian. Saat suami Kresna tidak ada, dialah yang selalu membelikan atau menyajikan apa yang Kresna inginkan. Lebih-lebih ketika sedang hamil begini.

"Ih, Kakak ya. Jadi, gini. Aku cerita, ya?" Tessa sedikit mencondongkan badan ke arah Kresna. "Kakak tahu kan gimana Mbak Kanti?" bisiknya serius.

"Ya, tahu. Bunda Peri." Pemilik close set eyes itu menahan tawa lagi. Bukan hal baru, istri kedua suaminya itu memang sudah sering berulah. Maksudnya bertengkar dengan Wanda.

"Kebiasaan, deh. Panggil Mbak Kanti gitu. Dia marah, lho. Kalau tahu." Jari telunjuk berkulit kuning langsat itu menjawil sedikit hidung mancung Kresna.

"Ya, emang kenapa? Kenyataannya emang gitu, kan? Mbak Kanti sama Nyonya emang nggak pernah akur. Kamu aja yang baru tahu," sahut Kresna tenang-tenang saja.

Dia memang sudah lebih lama menjalani pernikahan poligami ini. Tentu tidak asing jika ada pertikaian atau debat di dalam rumah tangga mereka.

Kresna mengamati Tessa yang tiba-tiba melamun. Ia menahan dagu dengan satu tangan seolah tengah berpikir.

"Hey!" seru Kresna mencubit hidung Tessa. "Kamu kenapa, sih? Mulai cemburu, ya? Cie-cie ada yang falling in love. Sama siapa? Mas Rendra, ya? Eheum ah."

"Apa sih, Kakak!" Tessa cemberut, mengambil telujuk madunya itu. Pasalnya, Kresna terus saja mencubiti hidung.

"Nggak!" sanggahnya. "Siapa juga yang jatuh cinta sama Mas Rendra? Sejak tahu aku bukan satu-satunya istri dia, aku tuh udah nggak cinta sama dia."

Kresna menaikan satu alis tebalnya. "Masa? Terus kenapa datang-datang curhat masalah Mbak Kanti sama Mbak Wanda. Kalau bukan cemburu apa namanya?"

"Bukan cemburu, Kak," tekan Tessa menyakinkan Kresna. "Aku sebel aja. Mbak Kanti itu aneh. Tahu kan aku mau ke rumah Mbak Wanda yang pasti di sana tuh bakal lihat Mbak Wanda sama Mas Rendra. Eh, dia ngeyel pengen ikut."

"Wah seru, nih! Terus gimana?" Kresna semakin penasaran. Ia selalu merasa perdebatan di rumah tangganya ini memang sesuatu hal yang menarik.

Mungkin awalnya Kresna merasa pernikahan ini akan sangat menyakitkan. Namun, setelah dijalani, tidak seburuk itu. 

Bohong jika Kresna tidak sakit hati sebagai istri ketiga Rendra. Apalagi saat tahu suaminya menikah lagi dengan Tessa, model yang kini berada di depannya.

Kresna sakit hati, tetapi itu sudah berlalu begitu lama. Satu setengah tahun lamanya. Peristiwa di mana Rendra menikah lagi dengan Tessa tanpa sepengetahuan tiga istrinya yang lain.

"Kakak mau denger ceritanya?" Tessa menatap lekat.

"Iya, cerita dong! Menarik kalau Nyonya sama Bunda Peri udah bertengkar. Kaya kucing sama tikus." Kresna kembali menahan tawa, lalu makan lagi satu butir sukro.

"Kak ...," seru Tessa jadi lirih.

"Eh, kenapa kamu? Katanya mau cerita."

"Kakak tahu, nggak?"

"Nggak." Kresna menggeleng dengan santai. Kembali makan sukro.

"Kakak itu cewek yang aneh. Aneh banget," tekan Tessa. "Kakak nggak sakit hati, gitu? Lihat suami Kakak sama cewek lain?"

"Cewek lain mana maksud kamu? Mereka juga istri Mas Rendra, lho." Kresna menjungkir balikkan bungkus sukro, mengoyangkan, mencoba melihat isinya. Dia menghela napas saat tahu sukro itu habis.

"Yah ... habis." 

"Udah kalau abis buang aja. Nanti kita beli lagi!" Tessa mengambil bungkus Sukro dan menaruh di atas meja.

"Beliin, lho." Kresna menunjuk wajah Tessa.

Tessa menarik telunjuk itu. "Iya, Kakak Manis. Nanti dibeliin. Mami Tessa bakal beliin satu dus buat dede utun. Ya, Sayang?" lanjutnya mengelus perut Kresna yang masih tampak rata.

Kresna tersenyum. "Boleh, deh. Satu dus, satu truk juga boleh."

"Kakak," panggil Tessa kembali menatap Kresna. "Kakak belum jawab pertanyaan aku, lho. Kenapa Kakak itu kaya santai aja dimadu sama Mas Rendra? Kakak nggak sakit hati, gitu?"

"Kepo, ya kamu? Okey, deh. Aku ngaku, aku sakit hati. Apalagi pas tahu Mas Rendra hamilin kamu. Aku sakit hati banget pengen bunuh diri rasanya." Wajah Kresna tiba-tiba sendu.

"Yang bener, Kak?" Tessa ikut-ikutan sedih mendengar jawaban Kresna. Matanya menatap penuh penyesalan. "Maafin aku, ya Kak," lirihnya menunduk.

"Aku mau bunuh diri aja waktu itu. Apalagi aku kan belum hamil. Serasa aku tuh cewek yang nggak berguna." Mata Kresna melirik Tessa yang mulai muram.

"Kakak, maafin aku ya? Jujur aku nggak maksud buat nyakitin perasaan Kakak. Dulu itu, Mas Rendra nggak pernah bilang kalau dia punya istri." 

Kresna menahan tawa. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbahak. Ia masih amati wajah Tessa yang bagaikan kucing kecemplung air. Lesu dan sendu.

Tessa sendiri memang tidak pernah tahu. Rendra memiliki istri, bahkan sampai tiga. Pria blasteran itu tampak begitu tampan dan muda tidak memperlihatkan dia nyaris berusia empat puluh tahun.

"Tessa," panggil Kresna yang membuat Tessa mengangkat wajah. Mata bulat wanita itu sudah berkaca-kaca.

"Eh, nangis?" Kresna mulai panik. "Kakak bercanda, lho Sa. Kamu jangan nangis! Kakak bercanda, kamu sendiri tahu, kan? Kakak nggak cinta sama Mas Rendra. Mana mungkin Kakak sakit hati."

"Itu nggak mungkin. Nggak mungkin Kakak nggak cinta sama Mas Rendra. Aku nyesel, Kak. Aku minta maaf," ucap Tessa semakin lirih dan mengenggam tangan Kresna.

"Eh. Tessa Kakak bercanda. Sudah-sudah jangan nangis!" Kresna cepat memeluk Tessa. "Kakak nggak apa-apa, Sa. Lagian semuanya juga udah terjadi. Kakak udah biasa dimadu jadi nggak masalah. Kan kamu juga tahu Kakak sama Mas Rendra udah nikah berapa tahun. Jadi, nggak mungkinlah Kakak sakit hati."

"Kakak serius?" Tessa menengadah. 

"Iya. Udah jangan nangis! Mending kamu cerita soal si Nyonya. Kepo tahu, aku tuh!"

Tessa melerai pelukan. "Jadi, gini ya. Tadi tuh, aku kan ke rumah Mbak Wanda. Nah, terus aku sama Mbak Kanti lihat, Mas Rendra lagi ciuman sama Mbak Wanda."

"Terus?" Kresna menatap serius. Tidak ingin melewatkan cerita.

"Ya, terus. Mbak Wanda lihat kita. Nah, dia sengaja bikin ciuman panas sama Mas Rendra. Posisi Mas Rendra yang munggungin kita nggak tahu kita ada di sana. Mbak Wanda makin liar aja tuh ciumannya. Aku sih biasa aja." Tessa mengangkat bahu acuh.

Cebikan ditunjukkan Kresna karena tidak percaya dengan ucapan Tessa. Tidak mungkin madunya itu tidak cemburu atau sakit hati. Kresna tahu betul Tessa sangat mencintai Rendra. Meskipun, Tessa selalu menutup-nutupinya.

"Terus gimana, kamu labrak mereka?" tanya Kresna berusaha tidak tertawa.

"Bukan aku!" Wajah Tessa terlihat memerah. "Mbak Kanti tuh yang labrak. Dia langsung marah-marah--"

"Bilang si Nyonya nggak tahu malu?" tebak Kresna.

"Nah, iya. Dia juga ngumpat-ngumpat. Aku sampai panas kuping, langsung aja aku menghindar. Ogah ikut perang dunia. Aski juga sampai nangis gara-gara terikan Mbak Kanti."

Tawa Kresna akhirnya pecah. Drama rumah tangga segilima mereka memang tidak pernah berakhir. Selalu saja ada hal unik yang terjadi.

"Ih, Kakak kok malah ketawa? Kebiasaan, deh." Tessa mencubit pipi Kresna.

"Lucu," ucap Kresna mengakhiri tawa. "Muka kamu tuh kaya kepiting rebus. Cemburu, ya? Gimana tadi ciumannya?"

Tessa cemberut lagi, meski tidak mengubah wajah memerahnya. "Ih, nggak Kakak. Ngapain aku cemburu sama mereka. Mas Rendra lebih romantis sama aku, kok."

"Wah, masa? Tahu warna sempak Mas Rendra apa?" 

"Eh, kok nanya itu?" Tessa semakin bersemu.

"Yah ...," desah Kresna kecewa. "Kalau belum tahu, berarti belum romantis."

"Apaan sih, Kakak!" Tessa mengamati Kresna yang turun dari kursi. Ia melihat ibu hamil itu masih terkekeh.

"Pokonya belum romantis kalau belum tahu. Aku kasih tahu ya, sempak Mas Rendra itu warnanya--"

"Apa?"

Kresna diam seketika. Tubuh yang berjalan mundur sontak berhenti, saat punggungnya menubruk tubuh kekar seseorang.

Dia pun tahu siapa pemilik tubuh dan suara itu. Suara yang tiba-tiba membuat Kresna terkejut. Baik Kresna dan Tessa tahu siapa pemiliknya.

Ya, itu Rendra pria blasteran Indonesia-Inggris. Ia bertanya tegas dengan suara bariton khas miliknya.

"Warna apa, Na? Kok nggak dilanjutin? Mas kepo, nih?" Sekali lagi Rendra bertanya, namun nadanya kini berubah canda.

"Eh, Mas," sapa Kresna cengengesan.

"Iya, Sayang apa?" Rendra menunjukkan tatapan mesra.

"Apaan, sih sayang-sayang. Geli tahu!" Kresna refleks memukul dada bidang Rendra, tetapi Rendra malah terkekeh dan menarik tangan itu.

Dia lupa di sana bukan hanya ada dirinya dan Kresna. Dikecupnya punggung tangan Kresna dengan mesra. Tanpa disadari membuat Tessa yang duduk di belakang meja pantry segera beranjak pergi.

"Mas!" seru Kresna berusaha menarik pelan tangan.

"Kenapa sih, Sayang? Mas kangen, lho." Rendra masih menahan tangan Kresna. Menambah dengan tatapan mesra di kedua matanya.

"Lepas, Mas. Nggak lihat Tessa apa? Dia langsung kabur tuh. Mas nggak lihat situasi, sih. Dia itu udah sakit hati gara-gara kelakuan Mas sama Mbak Wanda tadi pagi, sekarang dia lihat Mas cium Ena. Kejar gih! Repot kalau dia ngambek, nggak jadi deh Ena dapat Sukro."

"Eh, Sukro? Kok jadi ke Sukro, kamu mau Sukro? Mas beliin, ya." Rendra malah fokus pada akhir kalimat Tessa.

"Nanti aja! Kejar dulu Tessa. Dia ngambek, tuh," pinta Kresna seraya menarik tangan dari genggaman Rendra. Ia pun segera berbalik badan untuk melangkah.

Akan tetapi, Rendra tidak begitu saja membiarkan Kresna pergi. Ia peluk Kresna dari belakang. Dengan mesra ia pun berbisik, "tapi malam ini jatah Mas bobo sama kamu, lho."

"Geli ih, Mas!" rengek Kresna merasakan gigitan kecil di leher.

"Nggak akan lepas, kalau kamu nggak cium Mas dulu!" Rendra makin erat memeluk.

"Mas, lepas ih bau Mas, tuh."

"Eh, kok bau?" Rendra refleks melepas pelukan. Ia lalu berjalan ke depan, membuatnya bisa menatap Kresna.

"Kok bau, sih? Tessa waktu hamil malah pengen dekat terus sama Mas. Mas nggak bau, kok," tukas Rendra sembari menciumi tubuhnya. Tidak bau, masih beraromakan parfum mahal yang ia gunakan.

"Ya, kan itu Tessa, Mas. Ena nggak gitu. Ena malah nggak mau deket sama Mas," kilah Kresna mencebikkan bibir.

"Ah, yang benar?" Rendra menggoda Kresna dengan mencubit dagu manis milik istrinya itu.

"Ih, Mas." Pipi Kresna mulai memerah dengan senyum tertahan, lalu pelan menunduk.

"Nah, kan malu-malu lagi. Okey, Mas kejar Tessa dulu, tapi nanti Mas minta cium, lho," goda Rendra lagi. 

Lalu, tanpa disangka suaminya itu mencium pipi Kresna, membuat mata Kresna terbelalak. Rendra setelahnya beranjak perlahan meninggalkan Kresna.

Beginilah Rendra, sikapnya memang selalu manis. Bukan pada Kresna saja, namun pada semua istrinya. Rendra selalu pandai membujuk saat istrinya murung.

Rendra pengertian, perhatian, manis, juga bisa bersikap adil. Bisa dibilang Rendra sempurna. Meski ia punya satu kekurangan yang cukup menonjol. Rendra bukan pria yang setia.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Septy
waduhhh. Rendra rajanya buaya nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status