Share

Bersyukur Dipoligami

Hentakan kaki terdengar setelah suara pintu dibuka. Waktu baru menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, rumah Kresna memang sudah sepi.

Dua pembantunya sudah tidur. Ya, secara otomatis mampu membuat suara hentakan kaki Tessa cetar membahana di ruang makan. Cewek berambut hitam itu langsung masuk begitu saja ke sana lalu duduk di samping Kresna.

"Kenapa kusut? Belum makan? Pucat banget kaya mayat idul?" tanya Kresna santai sambil membuka kulit jeruk. Matanya sesekali melirik Tessa yang cemberut.

"Pintu nggak dikunci, ya?" Bukan menjawab, Tessa malah balik tanya, pake tatapan setajam silet pula. Bikin Kresna mengeryitkan dahi.

"Kenapa, gitu?" Kresna masukkan jeruk sudah kupas ke dalam mulut.

"Nggak, kan Mas Rendra mau ke rumah," lanjut Kresna lalu meluahkan dan membuang biji jeruk ke dalam mangkuk.

"Oh." Lirikkan Tessa tertuju pada jeruk. Dan, no basa-basi dia ambil jeruk di tangan Kresna. Membuat si pemilik melotot heran.

"Minta," ujar Tessa masih cemberut.

Kresna kembali meraih satu jeruk di ranjang buah. Ia kupas lagi, masih dengan tatapan menilik wajah Tessa. Ada yang beda, sih. Ni cewek kusut banget mukanya persis baju nggak disetrika setahun, lebih malah.

"Kenapa, sih? Ditanya nggak jawab, malah maling jeruk. Jeruk kok maling jeruk?" canda Kresna berusaha mencairkan suasana, namun Tessa justru jebi dan nyaris mewek.

Tentu itu membuat Kresna kaget, segera menaruh jeruk dan mengelus bahu Tessa.

"Eh, kenapa sih, Sa? Ya udah nggak apa-apa kalau mau makan jeruk, makan aja. Jeruk makan jeruk nggak apa-apa, kok. Di tv malah jeruk peluk jeruk ada iklannya. Yang jeruknya meluk gelas itu, tahu kan?" bujuk Kresna. Ngelantur emang. Niatnya bikin Tessa tenang. Eh, kok si Tessa malah makin jebi? Apa ada yang salah ya sama jeruk?

"Kakak ...!" Tangan Tessa terrentang dan memeluk Kresna sembari menangis. "Kakak aku kabur," lanjutnya sendu.

"Kabur dari mana?" Kresna balas memeluk lembut.

"Aku langsung ke sini aja tadi pas Emak udah bobo. Padahal aku belum makan juga. Nggak mood makan, Kak."

"Lho, kenapa emang? Makanan kamu nggak enak? Kamu masak, ya? Udah dibilang jangan masak. Masakan kamu emang nggak enak." Kresna terkekeh, saat Tessa melerai peluk dan mencubit tangannya.

"Aw, sakit, Sa. Kamu suka banget nyubit Kakak," ringis Kresna mengelus lengan atas, tapi masih terkekeh menertawakan Tessa yang tak jadi nangis, justru manyun-manyun kesal.

"Kakak ih, aku serius tahu. Kakak malah bahas masakan aku." Cemberut Tessa kembali terulang, namun ditanggapi santai oleh Kresna. Dia malah kembali meraih jeruk dan mengupasnya.

"Ya kan emang bener. Terakhir kamu masak mie aja, tu mie jadi bengkak. Kan Kakak jadi nggak bisa makan." Kresna menceritakan kembali terakhir kali Tessa memasak mie yang bengkaknya tu mie udah kaya cacing kalung aja. Kresna jadi ogah makan, malah mual duluan.

"Itu karena aku ke WC dulu. Lupa, terus mienya jadi ngembang gitu."

"Iya, udah dari WC lupa cuci tangan lagi, bau, kan?" kelakar Kresna menahan tawa.

"Kak Ena, ya! Jijik ih, malah bahas itu! Aku serius ini, mau cerita."

"Bahas apa? Aku bahas cuci tangan, lho. Merasa berarti, ya? Baru tahu, ternyata seorang model itu nggak pernah cuci tangan kalau abis poop. Ih ...." Ringisan jijik Kresna tunjukkan. Menambah satu lagu cubitan dari Tessa.

"Kak Ena!" jerit Tessa kesal. "Kakak aku serius! Mau cerita."

"Wani piro?" Tangan Kresna menengadah, meminta bayaran.

Tessa kembali cemberut. "Gratis aja. Aku mau curhat, Kak. Bukan mau beli pulsa."

"Emang kenapa, sih?" Suara Kresna berubah lembut. Sosok pengertian darinya mulai terlihat, saat bertanya seperti ini.

"Kakak," ujar Tessa lirih. "Aku bingung, Kak."

"Bingung kenapa? Perang dunia lagi atau kamu mau poop? Yang udah poop dulu aja, jangan lupa cuci tangan." Senyum Kresna kembali terukir, melihat Tessa manyun lagi. Jahilnya sama ini kaya Rendra. Benar emang, Rendra ketularan Kresna jahilnya. Suka lihat Tessa manyun-manyun manja.

"Bukan itu ih Kakak."

"Terus apa?"

"Serius, ah. Aku mau cerita ini."

"Ya, baiklah. Kakak serius sekarang." Kresna kembali makan jeruk sambil natap Tessa serius.

Tessa menghela napas, mengeluarkan dengan sendu. Ia tatap lagi Kresna dengan hati-hati.

"Jadi gini, Kak ... kan tadi aku ngobrol sama Emak. Oh, ya. Emak nginep di rumah sekarang. Dia pengen ketemu Mas Rendra sama Aski. Karena udah malem ya udah aku minta dia nginep."

"Tunggu! Di mana sedihnya, sih? Perasaan seneng semuanya, deh. Emak datang berkunjung bukan seneng malah sedih. Mau jadi batu ya kamu? Malah ke sini lagi, Emak kamu ditinggal gitu aja."

"Belum tamat ceritanya, Kak," sembur Tessa mulai mengembangkan hidung. Susah emang ajak ni orang serius. Bawaannya ngelantur aja, malah bahas batu lah.

"Oh, belum ya. Ya udah lanjut!" Kresna cengengesan.

"Nah, masalahnya bukan di Emak. Awas, ya jangan bilang aku anak durhaka!"

"Iya, nggak, Neng," jawab Kresna tenang, lalu kembali melanjutkan makan jeruk.

"Masalahnya, pas Emak nanya ke aku. Dia tanya, Tessa, gimana pernikahan kamu, kamu bahagia sama pernikahan kamu? Aku diem lah, Kak. Bingung mau jawab apa."

"Kok bingung? Bilang aja kamu bahagia." Biji jeruk lagi-lagi diluahkan perlahan oleh Kresna. Tatapannya santai-santai saja, membuat Tessa menghembuskan napas kesal.

"Nggak semudah itu, Kak. Kakak nggak tahu apa? Dua kali aku lihat Mas Rendra cium Mbak Kanti sama Mbak Wanda. Ah, pokoknya aku bingung sama perasaan aku sendiri."

"Em, jadi itu masalah kamu." Lembut tangan Kresna menyentuh punggung tangan Tessa.

Tessa tidak mengerti dengan senyum manis Kresna. Sampai madunya itu bercerita dengan tenang dan lembut.

"Em, kalau masalahnya itu, Kakak juga pernah. Malah lebih dari itu. Kamu tahu, Sa? Kakak juga dulu pernah kabur kaya kamu."

"Wah, masa?" Mata Tessa membeliak. "Kakak kabur ke mana?"

"Kakak kabur dari rumah Mbak Kanti, sih. Kan dulu belum punya rumah pas awal-awal nikah sama Mas Rendra." Wajah Kresna mendekat ke telinga Tessa dan berbisik, "kamu tahu, Sa?"

"Apa, Kak?"

"Kakak bukan liat Mas Rendra ciuman," bisik Kresna lagi membuat jiwa penasaran Tessa meronta.

"Jangan bilang Kakak ...." Tessa tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Terlalu ngeri dan ih pokoknya apa yang dia bayangkan ngeres tingkat dewa.

Kresna mengangguk santai. "He'em, seperti yang kamu pikirkan."

"Ah, bener, Kak? Kakak bercanda, ya? Cuma mau hibur aku aja."

"Ye, kamu pikir Kakak lenong hibur kamu. Kakak serius, Sa. Tapi, ya ...." Kresna menghela napas sebentar. "Itu udah lama, sih. Tiga tahun lalu. Waktu itu Kakak nggak kaya kamu. Kamu kalau kabur enak, nyebrang terus ke rumah Kakak. Kalau Kakak dulu bener-bener kabur, Sa. Mana Surabaya lega kan, ya? Kakak nggak tahu harus ke mana."

"Terus gimana dong, Kak? Kakak ke mana?" lirih Tessa cemas.

"Aku diem di emperan aja. Pas mikir mau pulang dan mau telpon Mama. Eh, Mas Rendra datang. Ternyata dia nyari-nyari aku hampir keliling Kota Surabaya. Dia baru sadar aku nggak ada pas malem."

"Wah, yang bener, Kak? Terus Mas Rendra minta maaf sama Kakak?"

"Iya, dia minta maaf, meluk aku. Pokoknya dia sampe nangis. Dia ngerasa nggak becus jadi suami. Aku nggak tega liat dia nangis-nangis sampe mau sujud segala. Ya udah aku maafin."

"Terus gimana setelahnya?"

"Ya, pulanglah. Nggak jadi aku kabur. Mas Rendra langsung ngasih aku rumah." Dengan santai Kresna kembali makan jeruk.

"Kakak kok santai banget ceritanya? Perasaan Kakak gimana? Malah aku yang ngenes ini. Kalau aku udah minta cerai aja," seru Tessa malah dia yang marah melihat Kresna anteng saja makan jeruk.

"Kakak juga minta, tapi Mas Rendra nolak."

Kresna tersenyum, menghela napas, lalu menggenggam erat tangan Tessa. "Intinya bukan itu sih, Sa. Kakak juga pengen cerai, tapi Mama Kakak nasihatin Kakak untuk bertahan. Alasannya sih bersyukur. Ya, maksudnya bersyukur itu, bersyukur Mas Rendra itu cowok yang baik, pengertian, dan bertanggung jawab."

"Itu udah terbukti juga. Dia emang gitu, kan? Mas Rendra pengertian, bertanggung jawab, penyayang juga. Bahkan hal-hal kecil nggak penting aja dia suka beliin, bener nggak?" sambung Kresna mencoba menggali sesuatu dalam pikir Tessa.

"Iya, sih. Mas Rendra emang gitu. Jepit rambut harga 500 ribu aja dia beliin. Padahal aku cuma bilang suka."

"Nah!" Suara jentikkan jari Kresna nyaris membuat jantung Tessa copot.

"Ih, Kakak kaget. Lagi sepi, serius, Kakak malah bikin kaget," ujar Tessa memegang dada.

"Hehe, sorry. Ini maksudnya supaya kamu sadar. Nggak ada yang sempurna di dunia ini. Mas Rendra emang pengertian, penyayang, baik hati, bertanggung jawab, tapi dia itu playboy. Istrinya nggak cuma satu. Ya itu sih resiko. Kalau mau cowok sempurna ya pasti bakal ada kekurangannya."

"Maksudnya gimana sih, Kak? Muter otak aku." Tessa malah membuat kerutan di antara dahi.

"Maksudnya, kamu itu harus bersyukur. Lebih baik Mas Rendra cium istri halalnya atau cium cewek nggak jelas di luar rumah?"

"Ih amit-amit. Ya istri sah atuh, Kak," jawab Tessa lantang.

"Nah, itu ngerti. Mbak Kanti sama Mbak Wanda kan istri sah Mas Rendra. Itu lebih baik ketimbang Mas Rendra cium cewek nggak jelas. Kalau kamu mau tahu, Kakak juga izinin Mas Rendra nikahin kamu itu karena alasan ini. Lebih baik kamu jadi istrinya dari pada kalian main lagi di belakang aku."

"Kakak ...," lirih Tessa. Otaknya mulai bisa berpikir logis sekarang, malah mengingat kesalahannya dulu.

"Udah jangan sedih gitu, Kakak nggak apa-apa juga. Kamu aja yang baper. Yang terpenting sekarang kamu harus bahagia, bersyukur. Banyak lho cewek di luar sana, yang kekurangan ekonomi pengen punya suami kaya Mas Rendra. Cowok ganteng, kaya raya, baik lagi. Ya meskipun ...."

"Istrinya empat," sahut Tessa paham sekarang.

"Ya, itu. Udah ah jangan baper-baper. Udah hampir dua tahun nikah tapi masih baperan." Kresna merapikan cangkang jeruk ke dalam mangkuk.

"Tapi dulu Mas Rendra nggak gitu, Kak."

"Kamu baru tahu sakitnya poligami, wajar sih kamu sedih, tapi jangan terlarut-larut. Mas Rendra itu bukan segalanya. Ingat itu, bukan segalanya. Kalau kita mati Mas Rendra nggak bakal kita bawa juga."

"Eh, Kakak kok bahas mati?"

"Ya emang bener, kan? Tugas kita jadi istri berbakti, sholat yang rajin, menjaga kemaluan, terus puasa di bulan Ramadhan. Intinya banyakin amal sholeh. Bayaran istri yang kaya gitu bisa masuk pintu surga mana saja. Ngapain ribet-ribet mikirin suami cium istrinya. Selagi masih dinafkahi lahir batin, jangan baperan!" nasihat Kresna yang benar-benar sampai ke hati Tessa.

Ada benarnya yang dikatakan Kresna. Namun, Tessa hanya bisa terdiam, saat wanita berkerudung panjang itu keluar dari meja makan dan berjalan menuju dapur.

Satu tanya terbersit di pikiran Tessa. Apakah istri ketiga suaminya itu benar-benar tidak pernah merasakan cemburu?

°°°

Kresna rada-rada kayanya. Ada-ada aja, ya? Suami poligami kok disyukuri?

Wah, gimana nih menurut sahabat readers? Lanjut, ya? ;-)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status