Katakan Kresna munafik. Depan Rendra, Kresna tidak pernah mengungkapkan rasa cinta. Seakan dia memang tidak cinta pada Rendra. Namun, sebenarnya Kresna memiliki rasa sayang pada suaminya itu.
Entahlah. Apa cinta dan sayang bisa dikategorikan dua hal berbeda? Kresna sendiri tidak memahaminya. Ia hanya selalu berusaha jadi istri baik untuk Rendra. Seperti yang ia bilang sebelumnya, Kresna berharap surga atas baktinya pada Rendra.
Langka beuh cewek kaya gini, mungkin hampir punah. Udah kaya komodo aja hampir punah. Tapi Kresna bukan komodo, ya. Apalagi orang utan khas Sumatera.
Okey, seperti kelangkaan dirinya dari kalangan kaum hawa. Perasaan Kresna detik ini pun perasaan langka yang jarang ia rasakan.
Tepat di dapur, Kresna sedang mengaduk susu dalam gelas. Bibirnya senyum-senyum sendiri. Ia teringat apa yang terjadi semalam. Rendra berkata cape, giliran udah dikasih susu. Eh, dia nyosor juga. Susu as
"Tolong Mbak jaga ucapan Mbak. Di sini ada Tessa, Mbak nggak mikirin perasaan dia?!" geram Kresna, namun masih berusaha menahan emosi.Wanita bermata almond itu melirik Tessa sinis. Lantas duduk di sofa dengan menyilangkan kaki. "Ya, emang bener, kan? Kamu aja yang suka bela-bela dia. Sadar dong, Na! Dia itu emang Cewek Murahan."Sudah tidak bisa Tessa bertahan dengan perkataan Wanda. Istri pertama Rendra itu memang selalu memandang benci pada Tessa. Jika Kanti masih kadang-kadang baik. Berbeda dengan Wanda, dia selalu saja mencari jalan menyudutkan Tessa.Dengan hidung mulai memerah, Tessa hentakkan kaki meninggalkan Wanda yang tersenyum sinis."Mbak!" ujar Kresna dengan mata melotot.Namun, lagi-lagi Wanda tidak peduli. Dia hanya memutar bola mata dan segera mengambil ponsel dalam tas.Napas Kresna sudah dibuang kasar. Meski begitu, hanya sika
"Kenapa kamu bilang gitu, hm?" tanya Rendra begitu lembut. "Kalau Mas nggak mau, gimana? Mas nggak mau kita pisah apapun itu alasannya." Lembut sentuhan Rendra semakin membuat Tessa terisak.Sakitnya hati Tessa, bukan hanya karena tidak rela kehilangan Rendra. Namun, ia pun merasakan perih sayatan dalam setiap kata Rendra. Seolah kata-kata itu semakin membuatnya sulit melepaskan.Semua kata itu pun, Tessa tahu tidak hanya diucapkan padanya. Melainkan diucapkan pada keempat istri Rendra. Menyakitkan sekali jadi yang kesekian.Melihat Tessa hanya diam terpaku, lekas Rendra dekap wanita berkulit putih bersih itu, menyenderkan kepalanya di dada.Tindakan Rendra semakin membuat Tessa terisak, bahkan tanpa sadar tangisnya membuat Aski terbangun. Tubuh Tessa yang berguncang mengusik tidur bayi tampan itu.Cepat-cepat Tessa melepas pelukan. "Stthh, Sayang ini Mami, Nak. Maaf ya, Sayang.
Apa yang didengar di telepon waktu itu masih terngiang di telinga Kresna. Suara itu bukan suara Rendra, namun pria lain.Anehnya, suara itu tidak asing bagi Kresna. Tetapi, siapa cowok yang menelepon Wanda dengan embel-embel sayang?"Kak." Suara Tessa berbisik sambil menyenggol lengan Kresna.Kresna mengalihkan pandang dari jejeran rumah-rumah yang seolah mundur. "Hm," sahutnya singkat."Kakak kenapa, sih? Jangan bilang mabok! Dari tadi diem mulu," tanya Tessa heran. Dari awal keberangkatan ke Bogor ini, Kresna memang hanya diam saja. Tessa tidak tahu kenapa dengannya. Dari wajahnya, Tessa kira dia bukan lagi mabok deh. Adem aja mukanya."Nggak apa-apa." Kresna kembali memandangi pemandangan di balik kaca mobil. Seperti biasa, ada rumah-rumah, toko, dan hal lain pada umumnya. Tidak ada yang menarik sebenarnya."Kakak bohong! Apa jangan-jangan Kakak lagi mikir
Saat pertama masuk, villa yang Kresna dan Tessa tempati ini memang nyaman sekali. Desainnya mewah dengan dominan kayu.Bangunan yang menampilkan gaya Bohemian ini berwarna dominan cokelat dan hitam yang terkesan elegan. Saat datang dan mobil diparkir di samping villa, aroma sejuklah yang pertama dirasa ketika keluar dari mobil.Masih banyaknya pepohonan hijau menjadi alasan mengapa tempat itu bisa begitu sejuk. Kesejukan itu bisa dirasakan setiap hari, tanpa ada bising kendaraan atau asap polusinya. Sepoi angin mampu membuat diri menjadi tenang.Seperti pagi ini, Kresna tengah memasak di dapur. Letak dapur berdekatan dengan parkiran mobil dan memiliki akses langsung ke taman depan villa."Kakak!" panggil Tessa agak berteriak.Kresna menyemburkan kembali sayur sop yang baru ia coba. Emang nggak ada akhlak cewek satu ini. Kresna sedang mencicipi sop, dia malah dengan santainya pukul pundak. Nyemburkan jadinya."Kakak, kok dibuang? Sayang, kan?
"Sayang, kan Mas pernah bilang kamu tuh jangan capek-capek. Kamu lagi hamil lho," nasihat Rendra mengelus dahi Kresna.Ibu hamil itu tadi nyaris pingsan karena merasa pusing. Untung saja Kanti turun tangga dan melihat Kresna duduk terkulai di samping tangga.Kini, Kresna sudah dibawa ke kamar. Di sebelahnya Rendra duduk setia mengelus dahinya. Tangan Rendra juga memijit-mijit tangan Kresna yang dingin."Aku cuma pusing, Mas. Kadang itu emang suka terjadi. Pas pusing suka gelap gitu, tadi aja aku enggak tahu ada Mbak Kanti cuma denger suaranya aja," sahut Kresna lemah."Tahu gitu, kamu jangan masak. Biar aku aja yang masak." Kanti masuk membawa nampan berisi semangkuk bubur dan air putih, menaruhnya di atas meja."Makan dulu, kamu pasti belum makan, kan?" lanjut Kanti masih berdiri di samping ranjang.Kresna menoleh, tersenyum lirih. "Makasih, Mbak. Eh, si Tes
Perlahan Rendra melepas pelukan. Kedua tangannya menangkup wajah Tessa. Masih tampak kepenasaran di raut wajah istrinya itu."Em, menurut kamu apa?" Rendra tersenyum lalu mengecup kening Tessa.Mata Tessa terpejam, menikmati hangatnya sentuhan bibir Rendra. Tessa sadari Rendra sayang padanya. Lalu, untuk apa pertanyaan Tessa tadi?Lekas Tessa membuka mata, ketika Rendra usai mengecupnya."Kalau Mas nggak sayang sama kamu, nggak mungkin Mas nikahin kamu," tutur Rendra sambil tersenyum."Jadi alasan Mas nikahin aku karena sayang sama aku?" Tatapan polos Tessa membuat Rendra mengacak singkat rambut sang istri."Ya iya lah Mas sayang. Dengerin Mas, Mas nggak suka kamu ngomong gitu. Jangan ngomong gitu lagi, ya? Sekalipun kamu nggak hamil, Mas harus tetep tanggung jawab dan Mas harus tetep nikahin kamu."Senyum Tessa merekah manis. "Makasih, M
"Mam, Mama tunggu, Mam!" Kresna melangkah, mengikuti langkah wanita bergamis hitam itu.Setelah di ruang tamu, Kresna menatap sendu Mama Isna yang duduk menunduk. Dapat Kresna dengar ibu mertuanya itu menagis tersedu-sedu.Kaki Kresna sontak membeku. Inginnya dia mendekati, namun sedikit rasa takut merayapi hati. Dengan segala kekuatan hati, Kresna menghela napas.Pelan langkahnya menghampiri Mama Isna. Kresna duduk tepat di sampingnya."Mam." Sentuhan lembut tangan Kresna di bahu, membuat Mama Isna menoleh. Terlihat jelas kedua mata keriput itu basah."Mam, Mama aku bisa jelasin semuanya," lanjut Kresna berusaha membuat Mama Isna tenang.Dahi Mama Isna mengerut. "Bukan kamu yang harusnya jelasin semua ini, Na!" tukasnya lirih."Kamu tahu apa alasan Rendra nikahin cewek itu?" Mama Isna memalingkan wajah. Tak kuasa dia menahan mata perih y
Di lantai atas ada dua buah kamar lagi. Rendra perlahan masuk ke salah satu kamar. Di dalam, Kanti sedang berada di balkon. Terlihat dia sedang menangis.Rendra hampiri perlahan. "Kanti, Sayang."Tangan Rendra yang hendak meraih tangannya lekas Kanti tepis. "Ngapain Mas ke sini?""Mas nggak bisa liat istri Mas manyun." Pelukan Rendra tidak Kanti tolak. Dengan tangan masih bersedekap, dia hanya bisa mematung."Kenapa kamu ngomong kayak gitu tadi, hm?" desah Rendra halus. Tangannya masih setia melingkar di perut Kanti.Kanti hanya diam. Pelukan Rendra sedikitnya bisa menenangkan hati. Namun, meski begitu dia tetap merasa kecewa. Bukan pada Rendra, tapi pada diri sendiri."Kanti, Sayang." Pelan Rendra melerai peluk, kemudian mengenggam kedua tangan Kanti.Istrinya itu hanya membisu. Matanya justru mengerjap-ngerjap menatap wajah Rendra."Sayang, jangan ngomong gitu lagi. Apa yang kita lakukan dulu, itu udah yang terbaik. Mas nggak