219Dody mendekati mereka berdua. Susan mulai terlihat panik, tidak menyangka bisa bertemu di tempat ini, walaupun memang tahu jika ayah akan datang. Namun pertemuan yang tidak disangka seperti ini tetap mengejutkannya, Dan sudah tidak mungkin lagi untuk menghindari. "Itu siapa, Ka? Kakak kenal?" tanya Andien sambil memperhatikan Dody yang sudah dekat. Susan bingung untuk menjawab, dia masih belum siap untuk memberitahu di tempat umum seperti ini. "Kamu sengaja ingin bertemu, San? Kok kemarin nggak bilang, untung bisa ketemu di sini."Dody langsung saja bicara, masih belum menyadari keberadaan Andien yang juga putrinya, karena memang dia tidak mengenalinya. Susan pun tidak menjawab pertanyaan sang ayah, dia benar-benar dalam keadaan dilema. "Kak, ditanya itu?" bisik Andien, sembari mencolek pinggang Susan."Eh, iya." Susan masih tetap rikuh, merasa serba salah. Dia takut akan terjadi di tempat-tempat seramai ini. jika di rumah nanti, hanya berbeda keluarganya yang tahu. kebencian
Bus berlogo maskapai penerbangan itu sampai terdengar berdecit karena melakukan pengereman mendadak, tetapi kecepatan laju kendaraan sulit untuk dihentikan secara cepat, kemunculan Andien yang tiba-tiba menyulitkan sang sopir untuk mengantisipasi.Semua orang yang ikut melihat dan menyaksikan berteriak panik dan ketakutan. Suara jerit terutama wanita terdengar membahana, tidak terkecuali juga Susan dan Andien. Entah dorongan dari mana, atau mungkin naluri seorang ayah, naluri untuk melindungi sudah muncul di dalam diri Dody, dia langsung berlari cepat ke arah Andien. Susan hanya berteriak tanpa mampu bergerak, saat bus maskapai itu akhirnya menabrak dengan menimbulkan suara yang sangat keras. Brraaakkk! "Andiennn!"Setelah jarak beberapa meter bus itu akhirnya berhenti, tetapi semua yang menyaksikan melihat, sesosok tubuh terpental jauh karena saking kerasnya benturan yang terjadi. Sesosok tubuh itu terlempar hingga menghantam aspal dan jatuh berguling-guling, dan langsung tak ber
Maharani masih di ruang tunggu pesawat, saat terjadinya kecelakaan yang terjadi pada Dody karena ingin menyelamatkan putrinya Andien. Ruangannya yang berada di dalam gedung bandara membuatnya tidak mengetahui peristiwa tersebut. Dia melihat jam tangannya, masih puluhan menit lagi pesawat yang akan membawanya kembali baru mulai take off. Maharani mencoba untuk beristirahat, menyandarkan diri pada soffa saat terdengar bunyi handphonenya. Sang Mamah ternyata yang menghubungi lewat Video call. Dia menerima, dan langsung terlihat wajah sang mamah, Tante Else. "Kamu di mana, Ran, sudah di bandara kan?"Langsung saja bicara inti tanpa basa-basi. "Iya, Mah, ini sedang di ruang tunggu. Beberapa menit lagi berangkat kok.""Coba Mamah lihat?""Lihat apa, Mah?""Iya lihat, mamah kepengen tau kamu benar tidak sedang di ruang tunggu?""Masya Allah, masa sih Rani bohong, Mah?""Mamah mau lihat pokoknya?""Iya, Mah, iya."Maharani segera mengedarkan layar handphone-nya ke sekeliling ruang tunggu
Maharani tiba di kamarnya. Dia tidak langsung mengikuti keinginan sang mamah untuk berganti baju. Maharani malah kembali merebahkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya dengan kedua kaki berjuntai ke bawah. Kelamaan tidur siang malah membuat tubuhnya terasa lemas, hal yang bukan menjadi kebiasaannya. Maharani kembali memejamkan matanya, seperti sedang menikmati relaksasi, mendadak teringat Susan dan dia langsung duduk kemudian bangun dari tempat tidurnya, menuju meja rias untuk mengambil handphone-nya.Dia melihat chat-nya siang tadi masih belum dibaca oleh Susan. Jujur saja, berita meninggalnya Dody di depan bandara karena kecelakaan membuatnya penasaran. Karena Susan hanya memberitahunya seperti itu, tidak menjelaskan secara terperinci. Maharani mulai mencoba menghubungi Susan via telpon, masih belum terhubung hingga panggilan berhenti. Lalu dia mencoba lagi, tidak tenang dirinya jika belum berbicara langsung dengan sahabatnya itu. Dan akhirnya Susan menerima panggilan itu. "Assal
Maharani seperti terkesima, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benar-benar terlihat mirip sekali. Dia seperti melihat Riswan sedang berada di rumahnya. Sang Mamah sudah bisa menduga jika putrinya tersebut pasti akan terkejut, tetapi dia tidak menyangka jika sampai membuat Maharani diam terpaku. Begitupun dengan sang papah, walaupun dahulu belum pernah melihat Riswan secara langsung karena sedang berdinas di luar, tetapi dari cerita sang istri dia pun jadi mengetahui jika pemuda bernama Bayu ini mirip dengan pemuda yang dicintai putrinya di masa lalu. "Ran, Rani?" Tante Else memanggil sembari menyentuh lengan putrinya tersebut, karena masih terpana menatap ke wajah Bayu, yang terlihat bingung, mengapa putri dari kedua orang yang dikenalnya saat sedang bekerja di Swedia itu menatapnya seperti itu. Bayu jadi merasa apakah ada yang aneh di dirinya."Eh, iya, Mah." Maharani tergagap menjawabnya. Kehadiran pria bernama Bayu di rumahnya benar-benar membuatnya terkejut. "Itu, Nak B
Ajakan Bayu kepadanya yang ingin memperkenalkan dia dengan keluarga besarnya, jujur saja membuat Maharani menjadi senang. Namun, apakah harus secepat ini? Itu yang terlintas dalam pikiran Maharani. "Maaf Mas Bayu, bukannya saya menolak. Tetapi apa tidak terlalu cepat?" tanya Maharani pelan. Dia sangat berhati-hati dalam berucap, tidak ingin menyinggung perasaan Bayu. "Menurut saya tidak cepat kok, Mbak. Dari beberapa bulan lalu, setiap libur kerja saya selalu mengunjungi rumah Ibu Mbak di sana. Jadi saya mendengar dan jadi banyak tahu tentang siapa diri Mbak juga dari beliau."Bayu Sagara bertutur dengan halusnya, tidak berbeda dengan Riswan yang dahulu dikenal dan saat dekat dengannya. Kata-kata mereka berdua tersusun dengan rapih dan tertata. "Sudah biasa itu, Mas? Seorang ibu pasti hanya akan bicara yang baik-baik tentang anaknya. Dan pastinya, mamah saya pun seperti itu jika bercerita tentang diri saya."Maharani mencoba menyangkal, tetapi Bayu membalasnya hanya dengan tersenyu
Maharani kembali menutup mata sambil menengadahkan wajahnya. Air bening mengalir perlahan dari kedua matanya yang terpejam itu. Dia benar-benar sudah pasrah, jika Bayu tidak ingin lagi mengenalnya, bahkan menjauh darinya. Yang terpenting baginya, dia tidak ingin dianggap sebagai penipu di kemudian hari. Karena bagi sebagian kalangan pria, keperawanan itu adalah hal yang masih dianggap penting, apalagi norma ketimuran masih berlaku di negara ini. Bayu Sagara masih terdiam, Maharani sendiri tidak tahu bagaimana mimik wajah pria di sampingnya itu sekarang, setelah mendengar keadaan dirinya yang sebenarnya. "Alhamdulillah-nya, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri," ucap Maharani lirih, masih dalam keadaan terpejam. Keduanya masih saling terdiam. Maharani lalu membuka matanya dan menoleh ke arah Bayu. Berucap pelan sekali. "Jika Mas Bayu ingin pergi dan menjauh, saya tidak apa-apa. Tetapi saya mohon, jangan salahkan apa lagi sampai menghina kedua orang tua saya
Jam tujuh pagi di keesokan harinya, Bayu sudah datang kembali ke kediaman Tante Else untuk bertemu dan menjemput Maharani. Tidak ada kesulitan untuk mendapatkan izin dari kedua orang tua Maharani, karena pada dasarnya mereka sudah menyukai pria tersebut.Penerimaan Bayu terhadap keadaan Maharani yang sebenarnya, membawa harapan yang tinggi dari gadis itu akan masa depannya nanti. Maharani hanya ingin mencoba jujur kepada siapa saja yang ingin mengajaknya serius untuk membina berumah tangga. Karena dia tidak ingin keadaannya akan menjadi duri dalam daging di kehidupannya bersama pasangan halalnya nanti. Dia banyak mendengar cerita, jika ada salah satu pasangan yang tidak bisa menerima masa lalu pasangannya, dan setiap kali ada permasalahan dalam keluarga, hal itu selalu menjadi bahan ungkitan. Dan Maharani tidak ingin seperti itu. Dia ingin memulai menempuh jalan baru dengan kejujuran. Bahkan, Maharani sendiri sudah siap jika dia harus hidup melajang jika tidak ada satu pria pun ya