Maharani masih di ruang tunggu pesawat, saat terjadinya kecelakaan yang terjadi pada Dody karena ingin menyelamatkan putrinya Andien. Ruangannya yang berada di dalam gedung bandara membuatnya tidak mengetahui peristiwa tersebut. Dia melihat jam tangannya, masih puluhan menit lagi pesawat yang akan membawanya kembali baru mulai take off. Maharani mencoba untuk beristirahat, menyandarkan diri pada soffa saat terdengar bunyi handphonenya. Sang Mamah ternyata yang menghubungi lewat Video call. Dia menerima, dan langsung terlihat wajah sang mamah, Tante Else. "Kamu di mana, Ran, sudah di bandara kan?"Langsung saja bicara inti tanpa basa-basi. "Iya, Mah, ini sedang di ruang tunggu. Beberapa menit lagi berangkat kok.""Coba Mamah lihat?""Lihat apa, Mah?""Iya lihat, mamah kepengen tau kamu benar tidak sedang di ruang tunggu?""Masya Allah, masa sih Rani bohong, Mah?""Mamah mau lihat pokoknya?""Iya, Mah, iya."Maharani segera mengedarkan layar handphone-nya ke sekeliling ruang tunggu
Maharani tiba di kamarnya. Dia tidak langsung mengikuti keinginan sang mamah untuk berganti baju. Maharani malah kembali merebahkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya dengan kedua kaki berjuntai ke bawah. Kelamaan tidur siang malah membuat tubuhnya terasa lemas, hal yang bukan menjadi kebiasaannya. Maharani kembali memejamkan matanya, seperti sedang menikmati relaksasi, mendadak teringat Susan dan dia langsung duduk kemudian bangun dari tempat tidurnya, menuju meja rias untuk mengambil handphone-nya.Dia melihat chat-nya siang tadi masih belum dibaca oleh Susan. Jujur saja, berita meninggalnya Dody di depan bandara karena kecelakaan membuatnya penasaran. Karena Susan hanya memberitahunya seperti itu, tidak menjelaskan secara terperinci. Maharani mulai mencoba menghubungi Susan via telpon, masih belum terhubung hingga panggilan berhenti. Lalu dia mencoba lagi, tidak tenang dirinya jika belum berbicara langsung dengan sahabatnya itu. Dan akhirnya Susan menerima panggilan itu. "Assal
Maharani seperti terkesima, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benar-benar terlihat mirip sekali. Dia seperti melihat Riswan sedang berada di rumahnya. Sang Mamah sudah bisa menduga jika putrinya tersebut pasti akan terkejut, tetapi dia tidak menyangka jika sampai membuat Maharani diam terpaku. Begitupun dengan sang papah, walaupun dahulu belum pernah melihat Riswan secara langsung karena sedang berdinas di luar, tetapi dari cerita sang istri dia pun jadi mengetahui jika pemuda bernama Bayu ini mirip dengan pemuda yang dicintai putrinya di masa lalu. "Ran, Rani?" Tante Else memanggil sembari menyentuh lengan putrinya tersebut, karena masih terpana menatap ke wajah Bayu, yang terlihat bingung, mengapa putri dari kedua orang yang dikenalnya saat sedang bekerja di Swedia itu menatapnya seperti itu. Bayu jadi merasa apakah ada yang aneh di dirinya."Eh, iya, Mah." Maharani tergagap menjawabnya. Kehadiran pria bernama Bayu di rumahnya benar-benar membuatnya terkejut. "Itu, Nak B
Ajakan Bayu kepadanya yang ingin memperkenalkan dia dengan keluarga besarnya, jujur saja membuat Maharani menjadi senang. Namun, apakah harus secepat ini? Itu yang terlintas dalam pikiran Maharani. "Maaf Mas Bayu, bukannya saya menolak. Tetapi apa tidak terlalu cepat?" tanya Maharani pelan. Dia sangat berhati-hati dalam berucap, tidak ingin menyinggung perasaan Bayu. "Menurut saya tidak cepat kok, Mbak. Dari beberapa bulan lalu, setiap libur kerja saya selalu mengunjungi rumah Ibu Mbak di sana. Jadi saya mendengar dan jadi banyak tahu tentang siapa diri Mbak juga dari beliau."Bayu Sagara bertutur dengan halusnya, tidak berbeda dengan Riswan yang dahulu dikenal dan saat dekat dengannya. Kata-kata mereka berdua tersusun dengan rapih dan tertata. "Sudah biasa itu, Mas? Seorang ibu pasti hanya akan bicara yang baik-baik tentang anaknya. Dan pastinya, mamah saya pun seperti itu jika bercerita tentang diri saya."Maharani mencoba menyangkal, tetapi Bayu membalasnya hanya dengan tersenyu
Maharani kembali menutup mata sambil menengadahkan wajahnya. Air bening mengalir perlahan dari kedua matanya yang terpejam itu. Dia benar-benar sudah pasrah, jika Bayu tidak ingin lagi mengenalnya, bahkan menjauh darinya. Yang terpenting baginya, dia tidak ingin dianggap sebagai penipu di kemudian hari. Karena bagi sebagian kalangan pria, keperawanan itu adalah hal yang masih dianggap penting, apalagi norma ketimuran masih berlaku di negara ini. Bayu Sagara masih terdiam, Maharani sendiri tidak tahu bagaimana mimik wajah pria di sampingnya itu sekarang, setelah mendengar keadaan dirinya yang sebenarnya. "Alhamdulillah-nya, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri," ucap Maharani lirih, masih dalam keadaan terpejam. Keduanya masih saling terdiam. Maharani lalu membuka matanya dan menoleh ke arah Bayu. Berucap pelan sekali. "Jika Mas Bayu ingin pergi dan menjauh, saya tidak apa-apa. Tetapi saya mohon, jangan salahkan apa lagi sampai menghina kedua orang tua saya
Jam tujuh pagi di keesokan harinya, Bayu sudah datang kembali ke kediaman Tante Else untuk bertemu dan menjemput Maharani. Tidak ada kesulitan untuk mendapatkan izin dari kedua orang tua Maharani, karena pada dasarnya mereka sudah menyukai pria tersebut.Penerimaan Bayu terhadap keadaan Maharani yang sebenarnya, membawa harapan yang tinggi dari gadis itu akan masa depannya nanti. Maharani hanya ingin mencoba jujur kepada siapa saja yang ingin mengajaknya serius untuk membina berumah tangga. Karena dia tidak ingin keadaannya akan menjadi duri dalam daging di kehidupannya bersama pasangan halalnya nanti. Dia banyak mendengar cerita, jika ada salah satu pasangan yang tidak bisa menerima masa lalu pasangannya, dan setiap kali ada permasalahan dalam keluarga, hal itu selalu menjadi bahan ungkitan. Dan Maharani tidak ingin seperti itu. Dia ingin memulai menempuh jalan baru dengan kejujuran. Bahkan, Maharani sendiri sudah siap jika dia harus hidup melajang jika tidak ada satu pria pun ya
Maharani menggeleng, dia tidak ingin menerka-nerka tentang masa lalu pria yang duduk di sampingnya tersebut. Bayu lalu melanjutkan bicara. "Saya dan Riswan sama-sama memiliki ayah yang sama."Maharani diam tertegun, dia tidak menyangka jika Bayu adalah anak dari Muchtar Kusumateja, orang yang dulu pernah menjadikan dirinya sebagai wanita simpanan. Hingga akhirnya Riswan dan mamahnya memergoki mereka berdua waktu itu, dan berujung dengan meninggalnya Tante Rosalinda. "Tetapi kami berbeda. Jika Riswan adalah anak sah, sedangkan saya adalah anak dari hasil hubungan gelapnya dengan mamih."Bayu lantas terdiam, berdiri dari bale bambu dengan tatapan mata lurus ke arah perkebunan sayuran yang memang terlihat dari samping rumah keluarganya ini. Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang mereka berdua. "Mamih minta maaf, Mas ....?"Bayu dan Maharani terkejut, langsung menoleh ke belakang. Mereka tidak menyangka jika diam-diam ada Sarmila yang pastinya tadi ikut mendengarkan pembicaraan B
"Mas Bayu?"Langkah Bayu Sagara terhenti saat mendengar Maharani memanggil namanya, dan langsung menoleh ke arah perempuan yang disayanginya itu. Terlihat Maharani menepuk-nepuk bale di sebelahnya, memberikan tanda agar Bayu kembali duduk di sampingnya, dan pria itu menuruti, membatalkan untuk mengikuti sang mami. "Biarkan mamih tenang dulu, Mas. Jangan dipaksa. Nanti setelah dirasa tenang, baru dibicarakan," ujar Maharani memberikan saran. "Iya, Mbak, saya paham. Saya hanya tidak ingin seumur hidupnya nanti, mamih terus menyimpan dendam.""Iya Mas, saya paham. Tetapi biarkan mamih tenang dahulu ya, Mas?" Bayu mengangguk. "Oh,iya, Mas Bayu panggil Rani saja ya, Mas. Tidak usah pakai Mbak.""Tidak apa-apa jika saya memanggil Adek saja? Walaupun saya tahu dari ibu Mbak Rani jika kita lahir di tahun yang sama.""Tidak apa-apa, Mas. Saya tidak keberatan kok.""Alhamdulillah, jika begitu."Maharani hanya tersenyum. Entah, dia sendiri mulai bingung dengan hatinya sendiri, dia seperti mer