Share

2. Tetangga Nyinyir

Bab 2 

Pagi itu, Kirana mencuci mukanya lalu keluar kamar masih dengan pakaian tidur. Gadis itu mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar Bagas yang masih tertutup, dia memutuskan untuk menunda menyapu kamar sang kakak. 

"Kak Bagas pasti masih tidur," gumamnya.

Kirana yang selesai menyapu lalu mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia tuangkan cairan pembersih lantai yang hampir habis. Namun, tak cukup untuk membuat campuran cairan pembersih untuk satu rumah.

Kirana kembali ke kamar untuk mengambil uang. Gadis itu lalu pergi ke warung Bu Sari yang berjarak beberapa belas meter dari rumahnya untuk membeli cairan pel kemasan sachet. Langkahnya terasa gontai seolah beban malu yang merasuk. Seorang artis macam Kirana harus berjalan ke warung hanya membeli superklin kemasan sachet. Hal yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. 

Kirana mengingat mungkin terakhir kali dirinya berbelanja di warung Bu Sari saat tiga tahun yang lalu karena kehabisan pembalut. Semenjak gadis itu terjun di dunia entertaiment dan menjadi artis, ia lebih sering berbelanja di supermarket.

Seorang wanita paruh baya memakai jilbab warna hitam menyambut Kirana dengan ramah. Sangat berbeda dengan seorang wanita bersanggul dengan daster batik batwing bernama Bu Rini. Wanita itu menatap sinis seraya membeli beras. Dia memandangi Kirana dengan tatapan meremehkan.

"Mau beli apa, Na?" tanya Bu Sari.

"Beli Superklin yang seribu, Bu, yang kecil aja," sahut Kirana. 

Bu Sari langsung mengambilkan Kirana cairan pembersih dalam kemasan sachet itu.

"Tumben ada artis belanja di warung. Eh, bukan artis kayaknya habisnya nggak terkenal, sih. Kamu artis bukan sih kayaknya udah lama Tante nggak lihat kamu muncul di televisi. Apa sekarang kamu udah nggak jadi artis?" celetuk Bu Rini secara tiba-tiba. 

Kirana yang sedang memilih-milih aroma cairan pembersih lantai tersenyum pada wanita itu meski pertanyaan beliau menurutnya sangat tidak sopan dan menyebalkan.

"Aku lagi istirahat dulu, Tante. Kebetulan-"

"Ah, bilang aja kamu kalah saing sama artis-artis yang lain. lya, kan? Mereka lebih muda dan cantik, ya kan?" potong Bu Rini sambil tertawa meremehkan.

"Mau yang mana, Na?" tanya Bu Sari.

"Yang aroma apel aja, Bu. Ini uangnya." Kirana menyerahkan uang lima ribuan pada pemilik warung. 

Lalu Bu Sari menyerahkan kembali pada Kirana. Wanita itu memberi kode dengan matanya ke arah Kirana. Seolah mengatakan agar dirinya tidak perlu mengambil hati perkataan wanita di sampingnya yang dikenal sebagai ratu gosip berlidah tajam di kawasan RT tempat mereka tinggal.

"Dasar ratu infotaiment sejagat. Hobi banget nyinyirin tetangga!" gumam Kirana.

"Kamu bilang apa?" Bu Rini yang sayup-sayup mendengar langsung membalas Kirana.

"Sudah, sudah! Masih pagi begini udah pada ribut aja." tukas Bu Sari.

Kirana lalu mengangguk ke arah Bu Sari tanda mengerti untuk tak menanggapi ocehan Bu Rini. Tangannya meremas uang kembalian yang diberikan Bu Sari sambil memaksakan diri tersenyum. Sebisa mungkin dirinya masih bersikap sopan dengan tidak membalas perkataan Bu Rini yang bernada nyinyir itu

Sebagai publik figur, ia sudah sering menerima hujatan di akun media sosial miliknya. Rasa sakitnya ternyata jauh berbeda jika para penghujat atau yang disebut "hater" tersebut adalah tetangga di dunia nyata. 

Kirana hampir saja melangkah, tetapi Bu Rini malah memanggilnya. Ternyata wanita itu masih belum selesail unuk berceramah negatif. Selang beberapa detik kemudian, Bu Rini kembali mengeluarkan perkataan-perkataan yang lagi-lagi membuat kuping Kirana terasa makin memanas.

"Harusnya jadi anak gadis tuh kamu kaya si Mila, anak ibu. Dia itu cantik, pintar, dan dia itu ya kerja kantoran. Jadi ijazah sarjananya juga kepakaim Udah gitu pakaiannya juga sopan, nggak kaya–" 

"Maksud Tante? Kirana menarik napas dalam-dalam seraya dalam hati meyakinkan diri untuk tetap sabar menghadapi perempuan ular itu.

"Sebagai artis kamu harus pinter-pinter jaga diri ya. Apalagi orangtua kamu juga udah nggak ada. Jangan keseringan pergi dugem, terus kalau bisa ke mana-mana pakai baju yang tertutup kaya Mila. Takutnya kayak di sinetron kamu itu. Ada yang ngerjain kamu, ngasih obat tidur, terus nggak ada yang tanggung jawab, ihhhh amit-amit deh!" 

"Tante, maksudnya apa ya?" tanya Kirana akhirnya.

Gadis itu mulai tersinggung seolah wanita itu menganggap Kirana sebagai gadis nakal yang tidak punya harga diri. Seolah dia dianggap sebagai artis murahan yang rela dibawa orang ke sana sini. Gadis itu  merasa harga dirinya tidak serendah itu. 

"Saya pakai baju-baju juga nggak seksi dan terbuka kok, Tante!  Masih ada batasannya kok. Baju yang saya pakai  juga nggak pernah yang sampai kebuka banget. Cuma tuntutan profesi aja sih sesuai dengan pakaianan yang disediakan. Saya nggak serendah itu Tante yang gampang dibawa orang-orang yang nggak saya nggak kenal. Soal menjaga kehormatan saya masih bisa jaga diri. Jadi artis nggak sejelek itu kok, Tante!" jawab Kirana yang masih berusaha sekeras mungkin untuk bersikap sopan.

"Tante ini kan maksudnya baik. Cuma mau kasih nasihat buat kamu, Kok kayaknya kamu nggak suka gitu ya dikasih tahu sama orang tua?"

Kirana kembali menghela napas dalam. Gadis itu  semakin geram pada wanita ular itu.

 "Bukan begitu Tante. Cuma—"

"Kamu ya kalau dibilangin tuh nurut jangan jawab terus. Baru jadi artis abal-abal aja belagu!" cibir Bu Rini.

"Apa? Artis abal-abal?!" Kirana memekik kaget. 

Seumur hidupnya menjalani karir sebagai artis baru kali ini ada yang mengatai dirinya artis abal-abal!

Bu Rini merenggut, "lya. Kamu dasar artis abal-abal! Tante tuh cuma prihatin sama kamu. Padahal kamu cantik dan jadi artis, tapi sayangnya sombong. Pantas aja sampai sekarang kamu belum ada yang lamar."

"Kok Tante jadi bawa-bawa urusan pribadi aku, sih?" tanya Kirana. Nada suaranya mulai kesal sekarang. Ia paling tidak suka ada orang lain yang mengomentari kehidupan pribadinya. Apalagi soal jodoh.

"Maaf Tante, tapi perkara aku mau nikah cepat apa nggak bukan urusan Tante! Lagipula bukannya Mila juga belum nikah? Dia sama aku kan seumuran." Kirana dan Mila memang pernah satu angkatan di SMA.

"Kamu jangan nyamain anak Tante sama kamu! Mila mah gadis baik-baik," kata Bu Rini dengan nada tidak suka

" Padahal saya nggak cerita jelek tentang Mila loh, tapi Tante udah tersinggung. Kalau nggak mau disama-samain ya saling menghargai aja. Bisa, kan?" pinta Kirana dengan sopan. 

Gadis itu mencoba untuk mengakhiri perdebatan mereka. Dia mempunyai karakter yang keras. Hanya saja pada orang yang lebih tua, sebisa mungkin dirinya menahan diri. la berharap Bu Rini bisa memahami dirinya mengingat beliau juga punya seorang anak gadis yang masih lajang.

Selain itu, sinar matahari semakin panas. Kirana yang belum mandi merasa tubuhnya lengket oleh keringat. la ingin cepat pulang kemudian kembali membersihkan rumah lalu memasak. Dia tidak ingin membuang waktu hanya untuk menanggapi gosip buruk tentang dirinya. 

"Permisí, Tante," ucap Kirana memohon diri sambil sedikit membungkuk saat melewati Bu Rini dan Bu Sari. 

"Dasar artis zaman sekarang. Sopan santunnya nggak ada!" cibir Bu Riji.

Kirana sempat mendengar hal itu.alu dia hanya menggeleng-gelengkan kepala. 

*****

To be continue...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status