***"Nggak benar ini, akun siapa yang membagikan?"Halimah mengedikkan bahu dengan netra berkaca-kaca. Tidak menyangka jika perjalanan cinta putranya akan mendapat halangan sedemikian terjal. "Akun baru ... sepertinya laki-laki yang bernama Cahyo itu tidak akan tinggal diam."Halimah memeluk Vano dengan erat. Di masa tuanya saat ini ingin sekali hidupnya diliputi kebahagiaan dan rasa tenang. Tapi sejatinya hidup memang untuk berpetualang. Menerima segala cobaan yang Tuhan berikan agar bisa naik derajat yang lebih tinggi. Seharusnya tidak ada keluhan. Tapi Halimah hanyalah wanita biasa, juga merupakan seorang Ibu yang semata-mata ingin sekali putra semata wayangnya mengecap kebahagiaan sebelum dirinya dan Vano benar-benar pergi meninggalkan Bagas nanti. Seringkali keluhan tidak sadar terucap dari bibir wanita paruh baya itu. Di masa lalu, sudah banyak sekali permasalahan yang dia terima dan lakoni dengan lapang dada juga kesabaran yang tiada batasnya. Tapi semua itu belum usai, di mas
***"Yakin kamu mau tinggal di rumah ini, Nit? Bagaimana kalau Citra datang dan membuat kerusuhan?"Anita mengulas senyum lebih tegar. Masalah datang memang tidak untuk dihindari, tapi memutuskan untuk tiba-tiba pindah padahal rumah ini saja belum ada yang menawar rasanya susah sekali baginya. Anita tidak punya cukup uang untuk membeli rumah baru meskipun dengan ukuran yang minimalis, jalan satu-satunya hanyalah menunggu rumah peninggalan orang tuanya ada yang membeli, lalu dia bisa pergi dari sini tanpa harus takut dengan gangguan Citra. "Kalau cuma Citra, aku yakin bisa hadapi dia, Mas. Semoga saja ....""Tenanglah! Paman dan Bibimu tidak akan bisa bebas. Bukti-bukti yang ada pada Nenek juga kesaksian Nenek waktu itu sudah cukup membuat Paman dan Bibimu terjerat pasal berlapis. Mereka tidak akan mudah bebas begitu saja."Anita mencoba mengamini ucapan Bagas. Bagaimanapun tetap saja ada rasa khawatir yang menyergap dalam hatinya. Takut jika tiba-tiba ini adalah hari terakhir baginya
***Bagas merampas paksa ponsel Citra. Sejak wanita itu berbisik pada Anita, sejak tadi pula mata Bagas tidak luput mengawasi keduanya. Dia mencoba memberi ruang agar Anita bisa melawan sendiri orang-orang yang sudah membuat hidupnya dulu kesulitan. Tapi gelagat aneh yang Citra tunjukkan membuat Bagas geram. Dia tidak mau Citra memancing emosi Anita dengan sesuatu yang ...."Bacalah!" ucap Citra menyeringai. "Video itu dikirim oleh sepupumu sendiri. Dia memang pandai sekali memanipulasi orang-orang di sekitarnya."Bagas menatap ponsel Citra dengan gemuruh di dadanya. Sebuah video yang sengaja dipotong saat Cahyo berusaha merebahkan Anita di atas ranjang. Video setengah yang hanya menampakkan Anita dan Cahyo yang berinteraksi tanpa berbicara. Meskipun Anita sempat memberontak, tapi tanpa suara membuat video yang tersebar seakan-akan Anita hanya sedang menunjukkan sisi manjanya dengan pura-pura menolak. "Sea? Darimana dia video seperti ini, ini bahkan tidak seperti yang dia pikirkan."
***"Hai, Gas. Tumben sekali orang sibuk nongkrong kesini," sindir Tirta. Dia meninju lengan Bagas dengan pelan dan membersamai langkah laki-laki itu dengan sedikit tergesa. "Buru-buru amat mau duduk, ada yang mau kamu bicarakan?"Bagas menggeleng. "Aku pusing, Mas. Mas Tirta tau video yang sedang viral hari ini?"Tirta mengedikkan bahu. Jarang sekali dia bermain sosial media selama ini. Bahkan memegang ponsel pun hanya ketika ada urusan untuk menghubungi seseorang. Sea misalnya. Selebihnya dia bahkan lupa meletakkan ponselnya dimana."Memang video apa? Video kotor?" goda Tirta. "Sejak kapan kamu suka video ....""Video Anita, Mas," sela Bagas cepat. Tirta menarik kursinya mendekati Bagas. "Maksudmu, Gas?"Bagas menarik napasnya panjang. Saat hendak membuka mulut, sosok Sea masuk ke dalam Cafe yang hari ini lumayan cukup lengang."Kenapa harus di Cafe Mama Astri sih, Mas?" gerutu Sea tidak suka melirik ke arah Tirta.Melihat kedatangan Sea, Tirta sontak saja dibuat bingung dan penasar
***"Bagaimana keadaan Nenek Anita, Gas? Apa sudah semakin membaik, oh ya, Ibu mau tanya sesuatu." Halimah memberondong Bagas dengan banyak perkataan sementara Bagas hanya mengangguk lesu dan berujung dengan mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.Keduanya saling bungkam hingga beberapa menit, sampai Vano datang dan memulai percakapan yang sejak tadi belum tercipta."Kamu tau video yang sedang viral itu, Gas?"Bagas seketika menoleh. Alisnya bertaut dan mencondongkan tubuhnya ke arah dimana Vano sedang duduk."Darimana Ayah tau?""Coba cek sosial media, Gas. Video yang menampakkan wajah Anita dengan jelas sudah menyebar di semua sosmed."Bagas berdecak kesal. "Aku dan Anita baru tau tadi, Yah. Aku akan mengurus ini besok," kata Bagas tegas."Apa tidak sebaiknya kamu melepaskan Anita, Nak?""Kita sudah berjanji untuk tidak ikut campur masalah pribadi Bagas bukan, Hal?"Halimah melengos. Sebaik apapun Anita, dia tetaplah seorang Ibu yang ingin anaknya hidup tanpa banyak masalah yang d
***"I-- itu suara Sea, Gas?" Halimah nampak berkaca-kaca dengan meremas sepuluh jemarinya. "Di-- dia yang sudah menyebar video Anita, tapi ... tapi bagaimana bisa?" Halimah bermonolog dengan pikiran yang begitu kalut. Bagaimana bisa wanita yang sudah dia anggap sebagai anak sendiri justru ingin memperlakukan wanita lain yang hendak dipinang putranya."Dan apa itu tadi ... cinta ...? Astaga," pekik Halimah. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bahunya bergetar karena tangisnya semakin kencang terdengar. Bagaimana bisa ... bagaimana bisa Sea mencintai Bagas yang selama ini sudah seperti Kakak baginya?Vano mengusap wajahnya kasar. Dia berkacak pinggang seraya mendesah perlahan karena masalah yang terjadi ternyata cukup pelik. Melaporkan pelaku penyebaran video Anita sama halnya dengan melaporkan Sea, keponakannya sendiri. Bagaimana Tomi bisa memahami apa yang terjadi nantinya?"Tenang, Bu. Tenanglah!" hibur Bagas sembari memeluk Halimah dengan erat. "Aku ... aku bahkan tidak men
***Tomi dan Gina menoleh cepat ke arah Halimah. Keduanya menggeleng bersamaan seolah menegaskan jika apa yang Halimah katakan tidak bisa mereka percaya."Jangan ngaco kamu, Hal!" tepis Tomi. "Sea bukan gadis seperti itu. Untuk apa pula dia melakukan perbuatan tidak baik itu, apalagi Sea tau siapa Anita, dia calon istri Bagas. Jangan sembarangan kamu menuduh!"Halimah menunduk dalam. Dia bisa merasakan apa yang Tomi rasakan. Tidak percaya, tentu saja! Sea yang selama ini terlihat manis bagaimana bisa berbuat jal sedemikian kejam pada orang lain.Sedangkan Gina tiba-tiba saja menurunkan pandangannya, dadanya berdebar hebat mengingat hanya dia yang selama ini mengetahui perasaan Sea pada Bagas."Bisa kami urus masalah ini dengan Sea, Hal? Aku yang akan menanyakan semuanya, kupastikan Sea akan berkata jujur.""Apa maksudmu, Dek? Kamu menuduh Sea melakukan hal kejam itu, hah?""Mas, tenanglah!" seru Gina. "Kamu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, bisa saja Sea memang melakukan itu kare
***Bagas menggeleng perlahan. Sikap Halimah kali ini benar-benar membuat Bagas kecewa. Pasalnya dari sekian banyak orang dewasa bahkan paruh baya di rumahnya, tidak ada satupun yang mau membela Bagas kau ini padahal Sea adalah satu-satunya orang yang bersalah. "Jika Ibu saja bisa kecewa denganku, maka aku pun demikian, Bu. Aku tidak menyangka, dari sekian banyak orang tua di sini, ternyata mereka lebih mementingkan nama baik keluarga daripada Anita yang memang belum menjadi bagian dari keluarga ini. Aku kecewa, Bu!"Vano berdiri. Napasnya tersengal mendengar Bagas yang pertama kalinya menjawab semua ucapan Halimah. "Bagas!""Jangan membuang tenaga dengan membentakku, Yah. Permisi!"Dia berlalu masuk ke dalam kamar dan menyambar kunci mobil. Beberapa detik kemudian dia keluar tanpa berbicara sepatah kata pun pada semua keluarganya. Bagas benar-benar sedang marah karena sikap orang tuanya yang begitu melindungi Sea.Langkahnya berhenti tepat di ambang pintu saat kedua netra Bagas mena